4 Dukungan Diperlukan Guna Pengembangan Biofuel Berbasis Kelapa Sawit

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Infosawit.com | Selasa, 24 Agustus 2021

4 Dukungan Diperlukan Guna Pengembangan Biofuel Berbasis Kelapa Sawit

Diungkapkan Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Elis Heviati, dalam pengembangan energi baru dan terbarukan berbasis sawit setidaknya dibutuhkan empat dukungan diantaranya pertama, insentif/pendanaan, saat ini implementasi biofuel didukung melalui Dana Perkebunan Sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Perlu didorong insentif fiskal lainnya khususnya untuk mendorong program pengembangan biohidrokarbon/greenfuel. Kemudian kata Elis, kedua, butuh dukungan regulasi, lantaran penyesuaian regulasi guna mendukung kelancaran implementasi BBN yang sudah berjalan, maupun mengakomodir perkembangan BBN untuk pencampuran Biodiesel diatas 30%.  Lantas, ketiga, untuk keberlanjutan bahan baku (feesdstock) juga menjadi sangat penting, lantaran kepastian pasokan bahan baku yang kontinyu dan telah memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. “Juga diperlukan penyesuaian proses industri hulu sawit guna mendukung ketersediaan bahan baku sawit untuk energi melalui proses yang semakin efisien,” katanya dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” pertengahan Juni 2021 lalu yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta. Kemudian keempat, terkait kesiapan industri pengguna / konsumen, seiring perkembangan BBN untuk tingkat pencampuran yang lebih tinggi, diperlukan dukungan dari industri manufaktur kendaraan ataupun mesin yang menggunakan biofuel agar dapat menyesuaikan dengan kebijakan mandatori BBN. Kata Elis, model kesertaan petani dalam program mandatori biodiesel bisa berupa pengembangan Pabrik Minyak Nabati Industrial (IVO) dan Bensin Sawit dengan bahan baku dari TBS Sawit raykat. Dimana Biaya produksi lebih murah 15-20% dari PKS Konvensional, harga tandan buah segar lebih stabil (Tidak bermasalah dengan Free fattyAcid yang tinggi). Lantas, kandungan metal dan chlorine rendah, Oil Extraction Rate meningkat dari 18-22% menjadi 24-36%. “Serta dapat dikelola oleh Koperasi/BUMD dan SNI IVO sudah terbit,” tandas Elis Heviati.

https://www.infosawit.com/news/11197/4-dukungan-diperlukan-guna-pengembangan-biofuel-berbasis-kelapa-sawit

 

 

Tribunnews.com | Selasa, 24 Agustus 2021

Sawit Berkontribusi Menjadikan Indonesia Sebagai Produsen Biodiesel

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan, sawit telah berkontribusi menjadikan Indonesia sebagai produsen Biodiesel. Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan, biodiesel sebagai energi terbarukan lebih ramah lingkungan dibandingkan jenis fossil, di mana bahan bakunya berasal dari minyak sawit. “Biodiesel sawit tersebut, melalui pencampuran dengan minyak solar dalam bentuk B-30. Kita gunakan sebagai bahan bakar, sehingga mengurangi ketergantungan negara kita atas impor minyak bumi, sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan di sektor migas,” ujar Eddy Abdurrachman dalam webinar “Kegiatan Journalist Fellowship Batch I”, Selasa (24/8/2021). Secara keseluruhan, Eddy menyampaikan, produk-produk dari sawit pun telah mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat. “Familiar bagi rekan-rekan mungkin adalah minyak goreng dari sawit. Namun, sesungguhnya konsumsi minyak sawit dan turunannya lebih luas dari itu,” katanya. Adapun minyak sawit ada dalam produk sabun, shampoo, deterjen, lipstick, produk kosmetik, personal care, roti, cokelat, biskuit, krimer, margarin, dan susu formula bayi. “Penggunaan minyak sawit dan turunannya yang merupakan minyak nabati dengan produktivitas tertinggi, menjadikan produk-produk tersebut dapat digunakan oleh segenap kalangan dengan harga relatif terjangkau,” kata Eddy.

https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/08/24/sawit-berkontribusi-menjadikan-indonesia-sebagai-produsen-biodiesel

 

Koran-Jakarta.com | Selasa, 24 Agustus 2021

Pemerintah Jamin Kontinuitas Pasokan Sawit untuk Bahan Baku Biodiesel

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjamin kontinuitas pasokan kelapa sawit sebagai bahan baku energi baru dan terbarukan (biodiesel). Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian, Moch. Edy Yusuf mengatakan, dari sisi penghematan, sektor kelapa sawit masih lebih efisien dibanding minyak nabati lainnya seperti kedelai,bunga matahari ataupun repeseed. Atas dasar itu pemerintah tak meragukan lagi daya saing kelapa sawit RI kendati dihantam banyak kampanye negatif dari luar negeri. Dalam belasan tahun terakhir komoditas ini sudah bertransformasi sehingga makin ramah lingkungan atau mengedepankan prinsip SDGs (sustainable development goals). Karena itu produksinya tak terganggu. Dia menyebut, luas lahan yang dibutuhkan kelapa sawit untuk menghasilkan minyak nabati hanya 0,3 hektar untuk menghasilkan satu per ton. Penghematan penggunaan lahan ini sesuai dengan SDGs. “Bandingkan dengan kedelai yang membutuhkan 2,2 hektar untuk menghasilkan satu ton, bunga matahari 1,5 hektar dan rapeseed 1,3 hektar. Artinya, kelapa sawit masih jauh lebih efisien,”ucapya dalam webinar di Jakarta, Selasa (24/8). Selain efisiensi dari sisi lahan, penghasilkan dari kelapa sawit juga jauh lebih tinggi dibanding mata pencaharian pertanian lainnya seperti. Atas dasar itu ketertarikan petani untuk menggeluti sektor ini juga tak berkurang. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kemitraan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo menuturkan, kelapa sawit telah berkontribusi menjadikan Indonesia sebagai produsen Biodiesel, energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan fossil fuel, yang bahan bakunya berasal dari minyak sawit. Biodiesel sawit tersebut, melalui pencampuran dengan minyak Solar dalam bentuk B-30, telah kita gunakan sebagai bahan bakar, sehingga mengurangi ketergantungan negara kita atas impor minyak bumi sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan di sektor migas. Kita pernah produsen nomor satu rempah-rempah, kita pernah produsen nomor satu Cengkeh, Karet. Namun saat ini, kejayaan atas komoditas-komoditas tersebut telah meredup. Penyebabnya beragam, karena produktivitas yang menurun, hantaman isu negatif, inovasi dan riset yang minim, kalah bersaing dengan produk subtitusi, tidak adanya diversifikasi produk, dan sebagainya. “Saat ini kita kembali menjadi produsen Kelapa Sawit terbesar di dunia, dan menjadi tantangan bagi kita semua agar kejadian serupa tidak terulang terhadap komoditas ini,” pungkas Edi.

https://koran-jakarta.com/pemerintah-jamin-kontinuitas-pasokan-sawit-untuk-bahan-baku-biodiesel

 

 

Wartaekonomi.co.id | Selasa, 24 Agustus 2021

Airlangga Hartarto: B30 Mendorong Kekuatan Sektor Energi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menilai, riset, inovasi, dan teknologi memiliki peran penting dalam pemulihan ekonomi berkelanjutan. Terkait hal ini, pemerintah mendorong riset ekonomi hijau, mempercepat komersialisasi hasil riset dan inovasi, serta meningkatkan kemampuan teknologi informasi. Airlangga mengungkapkan, riset ekonomi hijau melalui kegiatan pengembangan bahan bakar hijau (green fuel) dengan B30 berhasil mendongkrak harga kelapa sawit hingga tingkat tertinggi. “Dengan pencapaian ini kita bisa dorong lebih lagi untuk ekspor kita, di mana ekspor saat pandemi Covid-19 juga masih bisa mencapai sekitar US$20 miliar dan ini tidak turun selama pandemi,” katanya dalam diskusi virtual, Senin (23/8/2021). Tak kalah pentingnya, Airlangga juga menyampaikan, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit pada periode ini mencapai Rp1.800 – Rp2.000 per kilogram. “Sebelumnya, di tahun 2019 yang lalu harganya hanya Rp1.000. Dengan demikian, kebijakan menerapkan B30 ini bisa mendorong kekuatan kita di sektor energi,” tambahnya. Lebih lanjut, meskipun saat ini B30 sudah membuat Indonesia menjadi negara biodiesel terbesar di dunia, namun Airlangga menegaskan bahwa mengedepankan inovasi harus terus dilakukan. Adapun langkah yang tengah digodok pemerintah adalah mempersiapkan B100. “Dari sisi inovasi harus satu langkah ke depan. Tapi kita juga harus menyadari harga B100 ini relatif lebih tinggi dari harga BBM sekarang. Harga BBM sekarang mulai agak melemah dari US$70 ke US$65. Tentu ini menjadi salah satu tantangan juga buat kita,” papar Airlangga. Berikutnya, Airlangga menerangkan, dalam mempercepat komersialisasi hasil riset dan inovasi, kerjasama dengan dunia usaha seperti industri dan UMKM, serta lembaga lainnya juga terus dilakukan. “Ini sangat penting karena apabila tidak ada nilai komersial maka sustainability kita terganggu,” ungkapnya.

https://www.wartaekonomi.co.id/read356745/airlangga-hartarto-b30-mendorong-kekuatan-sektor-energi