50 Juta Ton Limbah Sawit Bisa Jadi 1.6 Juta Ton Bioetanol

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp
50 Juta Ton Limbah Sawit Bisa Jadi 1,6 Juta Ton Bioetanol - Sumber: The Conversation

Dengan 1.6 juta ton bioetanol, Indonesia sedang berpacu dengan waktu dalam menghadapi tantangan krusial, mencapai kemandirian energi baru dan terbarukan (EBT). Meskipun target Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 menetapkan pencapaian EBT sebesar 23% dari bauran energi nasional pada tahun 2025, faktanya hingga akhir 2024, kita baru mencapai 14,1%. Kesenjangan ini menuntut solusi inovatif, dan disinilah biomassa lignoselulosa, khususnya limbah kelapa sawit, hadir sebagai jawaban yang menjanjikan.

Hal ini ditegaskan oleh Bapak Roni Maryana, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kimia, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam Orasi Pengukuhan Profesor Riset bidang teknologi konversi biomassa dan biopolimer pada Rabu (25/6), beliau menyoroti bagaimana pemanfaatan limbah kelapa sawit yang melimpah di Indonesia dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi target EBT.

Dari Laboratorium BRIN: Mengubah Limbah Jadi Sumber Daya Emas

Bapak Roni Maryana, Profesor Riset ke-693 secara nasional dan ke-70 di BRIN, dengan gelar doktor di bidang bioresource engineering dari University of Tsukuba Jepang, menyampaikan orasi berjudul “Inovasi Teknologi Konversi Biomassa Lignoselulosa Sebagai Sumber Energi Terbarukan dan Bahan Kimia Berkelanjutan”. Dalam paparannya, beliau menyoroti betapa pentingnya kemandirian energi dan bahan kimia nasional. Indonesia saat ini masih bergantung pada impor bahan kimia senilai ratusan juta dolar.

“Dengan memanfaatkan biomassa lokal, kita bisa mengurangi ketergantungan dan menciptakan nilai tambah industri baru yang hijau dan berkelanjutan,” ujarnya. Ini adalah visi besar untuk mengubah ketergantungan menjadi kemandirian, dan limbah menjadi aset.

Limbah Sawit: Sumber Bioetanol Generasi Kedua Hasilkan 1.6 Juta Ton Bioetanol

Indonesia dianugerahi potensi biomassa yang luar biasa besar, terutama dari limbah perkebunan kelapa sawit, seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Bapak Roni, yang merupakan pemegang 15 paten, menjelaskan bahwa biomassa jenis ini dapat dikonversi menjadi bioetanol generasi ke-2 (G2). Keunggulan bioetanol G2 adalah tidak bersaing dengan bahan pangan, sehingga tidak menimbulkan dilema etika terkait ketahanan pangan.

Sayangnya, meskipun memiliki potensi yang sangat besar, bioetanol G2 ini belum dikomersialisasikan di Indonesia. Potensi integrasi bioetanol G1 (dari tebu) dan G2 (dari kelapa sawit) sangatlah besar. Teknologi konversi biomassa ini sangat mendukung Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Perpres No. 40/2023. Khususnya yang berkaitan dengan percepatan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel).

Bapak Roni lebih lanjut mengungkapkan data yang mengejutkan, “Dengan luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini, diperkirakan dapat menghasilkan limbah kelapa sawit mencapai 50 juta ton per tahun. Biomassa sebesar itu dapat menghasilkan lebih dari 1.6 juta ton bioetanol.” Angka ini menunjukkan potensi ekonomi dan energi yang masif jika limbah sawit dapat dioptimalkan.

Inovasi Reaktor: Mempercepat Konversi Biomassa

Dalam riset dan inovasinya, Bapak Roni dan timnya di BRIN telah mengembangkan reaktor delignifikasi. Sebuah teknologi pemisahan lignin dari selulosa yang bertujuan meningkatkan efisiensi konversi biomassa. Dua teknologi kunci yang telah mereka kembangkan adalah reaktor portabel skala laboratorium untuk eksperimen paralel, dan screw continuous reactor (SCR) skala pilot. SCR ini memungkinkan pemrosesan biomassa secara kontinu dengan efisiensi tinggi dan lebih ramah lingkungan.

Bapak Roni berharap, teknologi yang dikembangkan bersama timnya ini dapat menjadi tulang punggung bagi transisi energi bersih. Sehingga dapat mewujudkan ekonomi sirkular di Indonesia. “Dari laboratorium hingga ladang sawit, inovasi konversi biomassa kini menjadi harapan baru dalam mewujudkan Indonesia yang mandiri energi bersih dan berkelanjutan,” pungkasnya. Ini adalah bukti nyata bahwa dengan riset dan inovasi yang tepat. Limbah yang selama ini terbuang dapat menjadi kunci emas bagi kemandirian energi dan pembangunan berkelanjutan Indonesia.