Biodiesel Sawit RI Jadi Penentu Harga Pangan dan Energi Dunia
 
				
				Pengembangan bahan bakar nabati (biofuel) telah menjadi agenda vital di seluruh dunia selama dua dekade terakhir. Pendorongnya adalah tiga faktor utama: penghematan energi fosil (energy security), mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi, dan pengembangan sektor pertanian (FAO, 2008).
Produksi biodiesel di setiap negara sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku (feedstock). Sementara Amerika Serikat dan Brasil mengandalkan minyak kedelai, Uni Eropa menggunakan minyak rapeseed. Namun, Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen sawit terbesar dunia, memimpin pengembangannya berbahan baku minyak sawit (palm oil-based biodiesel).
Peran Vital Biodiesel Sawit: Lebih dari Sekadar Bahan Bakar
Penggunaan biodiesel kelapa sawit memiliki dampak yang sangat vital bagi lingkungan dan ekonomi. Baik di tingkat nasional maupun global (PASPI, 2025).
- Mitigasi Iklim: Mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan polusi udara.
- Kemandirian Energi: Meningkatkan kemandirian energi nasional dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
- Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan memberikan manfaat langsung bagi petani.
Kontribusi minyak sawit sebagai feedstock biodiesel global menunjukkan peningkatan signifikan. Berdasarkan data USDA (2020), pangsa minyak sawit dalam pasar feedstock biodiesel global meningkat dari 23% pada tahun 2015 menjadi 36% pada tahun 2020, dengan volume mencapai 13,9 juta ton (PASPI, 2021).
Peningkatan ini didorong oleh beberapa keunggulan utama sawit. Harganya lebih kompetitif, volume pasokannya relatif besar, dan ketersediaan pasokannya lebih stabil sepanjang tahun dibandingkan minyak nabati lain.
Solusi Food-Fuel Trade-Off Global
Salah satu masalah yang menjadi perhatian global seiring dengan pengembangan biodiesel adalah risiko food-fuel trade-off. Artinya, penggunaan minyak nabati untuk energi dapat memicu kenaikan harga pangan.
Minyak sawit memainkan peran penting dalam meredam risiko ini. Karena ketersediaannya yang besar dan harganya yang kompetitif, minyak sawit memiliki kemampuan untuk mengendalikan kenaikan harga minyak nabati lainnya. Peningkatan harga minyak kedelai atau rapeseed akibat peningkatan penggunaan untuk biodiesel akan mendorong konsumen global beralih ke minyak sawit sebagai substitusi, sehingga menstabilkan pasar (Kojima et.al., 2016).
Dengan demikian, kontribusi minyak sawit dalam penyediaan bahan bakar nabati global tidak terbatas pada suplai biodiesel. Ia juga berperan penting dalam mengurangi emisi, menekan konsumsi energi fosil, dan memberikan solusi nyata terhadap permasalahan food-fuel trade-off di pasar komoditas global. Limbah sawit seperti minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO) juga menjadi feedstock penting bagi industri biodiesel di Uni Eropa, Tiongkok, dan India.
 
						
