Aprobi sebut lahan sawit tidak perlu diperluas untuk implementasi B50

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Antaranews.com | Selasa, 16 November 2021

Aprobi sebut lahan sawit tidak perlu diperluas untuk implementasi B50

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan luas kebun sawit Indonesia tidak perlu ditambah untuk implementasi biodiesel B40 sampai B50. “Kita masih bisa menggunakan biodiesel B40 dan B50 tanpa perlu menambah luas lahan kebun sawit. Karena kita bisa mengambil dari ekspor, ini akan kita lakukan jika memang harus,” kata Paulus dalam webinar “Pangan vs Energi: Menelaah Kebijakan BBN di Indonesia”, Selasa (16/11). Paulus mengatakan, pada 2020 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 51,58 juta ton. Dari nilai itu sebanyak 66 persen produksi diekspor dan 34 persen dikonsumsi di dalam negeri. Dari jumlah sawit yang dikonsumsi di dalam negeri, sebanyak 1,69 juta ton digunakan untuk industri oleokimia dan 8,42 juta ton untuk bahan industri makanan olahan. Sementara itu, baru 7,22 juta ton atau 14 persen dari total produksi minyak sawit yang digunakan untuk bahan campuran biodiesel B30. “Kalau kita harus mengurangi ekspor, akan kita kurangi karena kebutuhan dalam negeri harus didahulukan. Jadi lebih baik kita pakai minyak kelapa sawit ekspor untuk biodiesel daripada kita mengimpor BBM,” ucap Paulus. Pada 2021 ini, ia memperkirakan penggunaan minyak sawit akan meningkat menjadi sekitar 15,2 persen dari total produksi minyak sawit nasional. Menurutnya, saat ini pemerintah, peneliti, dan pelaku usaha juga sedang melakukan berbagai penelitian untuk mendiversifikasi campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) agar tidak hanya berasal dari minyak sawit. Bahan campuran tersebut antara lain minyak nabati yang berasal dari tebu, singkong, mikroalga, dan aren. “Banyak sekali penelitian-penelitian yang sekarang sedang berjalan baik Pertamina dan pelaku usaha lain, kami selalu kerja sama untuk penelitian-penelitian ini,” kata dia. Untuk memastikan keberlanjutan dari industri sawit dan lingkungan, ujar dia, pemerintah dan pelaku usaha terus berupaya memperluas sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi perkebunan. “Saat ini Kantor Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan ISPO Hilir dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan Indonesia Bioenergy Sustainable Indicator (IBSI),” imbuhnya.

https://www.antaranews.com/berita/2527485/aprobi-sebut-lahan-sawit-tidak-perlu-diperluas-untuk-implementasi-b50

Republika.co.id | Selasa, 16 November 2021

Aprobi: Tak Perlu Perluas Lahan Sawit untuk B50

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan luas kebun sawit Indonesia tidak perlu ditambah untuk implementasi biodiesel B40 sampai B50. “Kita masih bisa menggunakan biodiesel B40 dan B50 tanpa perlu menambah luas lahan kebun sawit. Karena kita bisa mengambil dari ekspor, ini akan kita lakukan jika memang harus,” kata Paulus dalam webinar “Pangan vs Energi: Menelaah Kebijakan BBN di Indonesia”, Selasa (16/11). Paulus mengatakan, pada 2020 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 51,58 juta ton. Dari nilai itu sebanyak 66 persen produksi diekspor dan 34 persen dikonsumsi di dalam negeri. Dari jumlah sawit yang dikonsumsi di dalam negeri, sebanyak 1,69 juta ton digunakan untuk industri oleokimia dan 8,42 juta ton untuk bahan industri makanan olahan. Sementara itu, baru 7,22 juta ton atau 14 persen dari total produksi minyak sawit yang digunakan untuk bahan campuran biodiesel B30. “Kalau kita harus mengurangi ekspor, akan kita kurangi karena kebutuhan dalam negeri harus didahulukan. Jadi lebih baik kita pakai minyak kelapa sawit ekspor untuk biodiesel daripada kita mengimpor BBM,” ucap Paulus. Pada 2021 ini, ia memperkirakan penggunaan minyak sawit akan meningkat menjadi sekitar 15,2 persen dari total produksi minyak sawit nasional. Menurutnya, saat ini pemerintah, peneliti, dan pelaku usaha juga sedang melakukan berbagai penelitian untuk mendiversifikasi campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) agar tidak hanya berasal dari minyak sawit. Bahan campuran tersebut antara lain minyak nabati yang berasal dari tebu, singkong, mikroalga, dan aren. “Banyak sekali penelitian-penelitian yang sekarang sedang berjalan baik Pertamina dan pelaku usaha lain, kami selalu kerja sama untuk penelitian-penelitian ini,” kata dia. Untuk memastikan keberlanjutan dari industri sawit dan lingkungan, ujar dia, pemerintah dan pelaku usaha terus berupaya memperluas sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi perkebunan. “Saat ini Kantor Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan ISPO Hilir dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan Indonesia Bioenergy Sustainable Indicator (IBSI),” imbuhnya.

https://www.republika.co.id/berita/r2o6p5457/aprobi-tak-perlu-perluas-lahan-sawit-untuk-b50

BERITA BIOFUEL

Gatra.com | Selasa, 16 November 2021

Konsumsi Biodiesel Indonesia Tahun 2021 Capai 9,2 Juta Kiloliter

Kapasitas terpasang industri biodiesel di Indonesia telah mencapai 17,14 juta kiloliter (kl). Sebanyak 7,79 juta kl di antaranya terletak di Pulau Sumatra, lalu Jawa sebesar 5,37 juta kl, Kalimantan 3,5 juta kl, dan Sulawesi 475,86 ribu kl. Hal tersebut disampaikan Sub-Koordinator Pelayanan dan Supervisi Direktorat Bioenergi Kementerian ESDM, Herbert Wibert Victor Hasudungan, dalam diskusi daring pada Selasa (16/11). Dia menambahkan, konsumsi biodiesel tahun 2021 diperkirakan sejumlah 9,2 juta kl. “Artinya, masih ada space sekitar 6–7 juta kl yang sebenarnya kita masih dapat produksi lebih lagi. Jadi kami optimistis kalau misalkan campuran itu dinaikkan dari 30% menjadi 40%, sebetulnya kapasitas terpasang pasokan ini masih bisa untuk menampung,” katanya. Herbert mengatakan, pihaknya terus berupaya agar persebaran kapasitas industri biodiesel dapat lebih merata di Indonesia. Sebab, sejauh ini pasokan biodiesel cenderung banyak terkonsentrasi di wilayah barat yaitu Sumatra dan Jawa. Menurut Herbert, pemerintah juga sedang melakukan sejumlah persiapan menuju implementasi greenfuels. Hal ini antara lain seperti menyusun timeline persiapan implementasi ‘Beyond B30’ dan menyepakati spesifikasi pencampuran untuk ‘Beyond B30’. “Selain itu, juga memastikan ketersediaan feedstok, kesiapan badan usaha dan industri penunjang, serta mempersiapkan pelaksanaan roadtest. Kemudian, memastikan ketersediaan insentif dan mempersiapkan infrastruktur pendukung,” imbuhnya. Upaya-upaya tersebut dilakukan guna memastikan keberlanjutan program pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN). Sehingga, dapat menunjang penggunaan energi ramah lingkungan dan mendukung ketahanan energi nasional. Herbert menyatakan, program B30 telah menghemat devisa hingga Rp56,24 triliun pada tahun 2021. Selain itu, juga meningkatkan nilai tambah (CPO menjadi biodiesel) sebesar Rp11,26 triliun dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 24,4 juta ton CO2. Diketahui, kontribusi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer 2020 baru mencapai 11,2% dari target 23% di tahun 2025. Sebanyak 35% kontribusi EBT tahun 2020 berasal dari pemanfaatan biodiesel (B30).

https://www.gatra.com/detail/news/528692/ekonomi/konsumsi-biodiesel-indonesia-tahun-2021-capai-92-juta-kiloliter

Liputan6.com | Selasa, 16 November 2021

Realisasi Mandatori Biofuel 2021 Diprediksi Lebih Tinggi dari Target

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menyebut realisasi biofuel atau bahan bakar nabati akan melewati target yang telah ditetapkan pada akhir 2020 lalu. Hal ini didasari oleh adanya peningkatan ekonomi yang lebih cepat di Indonesia. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) target realisasi mandatori biofuel pada 2021 sebesar 9,2 juta kL. Namun, Dadan memprediksi, angka itu akan terlampaui pada akhir 2021 ini. “Sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) di 2021 rencananya 13,9 pada 2025, tahun ini targetnya 9,2 (juta kL) dan most likely kita akan melewati dari target ini dari pemantauan kami bahwa 9,2 (juta kL) ini akan sedikit terlewati karena ekonomi tumbuh lebih cepat barangkali dari sisi perkiraan sewaktu kami menyusun diakhir 2020, yang waktu itu juga sama masih pandemi,” tutur Dadan dalam webinar Kilang dalam Transisi Energi, Selasa (16/11/2021). Kemudian, untuk langkah selanjutnya, Dadan mengatakan akan terus mendorong peningkatan pemanfaatan Biofuel ini secara berkelanjutan. Misalnya dengan memproduksi lebih banyak jenis-jenis seperti green diesel, green gasoline dan bioavtur. “Kita akan mendorong peningkatan pemanfaatan secara terus menerus, Pertamina sekarang bekerja untuk hal tersebut, bagaimana memproduksi biofuel yang berbasis hidrokarbon, jadi biofuel yang secara fisik itu sama dengan BBM yang kita lihat sekarang, ada green diesel ada green gasoline termasuk juga ada bioavtur,” tuturnya. Lebih lanjut ia mengatakan, untuk target tahun 2022 masih akan ditetapkan kemudian. Namun, mengacu pada RUEN, target realisasi tercatat sebesar 10,0 juta kL. Lalu 2023 sebesar 11,2 juta kL, 2024 sebesar 12,5 juta kL, dan 2025 sebesar 13,9 juta kL.

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4712525/realisasi-mandatori-biofuel-2021-diprediksi-lebih-tinggi-dari-target

Kontan.co.id | Selasa, 16 November 2021

Kementerian ESDM dorong pengembangan bahan bakar nabati

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengatakan pihaknya memiliki program pertahapan untuk mandatori bahan bakar nabati/biofuel. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan realisasi biofuels sampai dengan 2025 sesuai sebesar 13,9 juta KL. Adapun di 2021, Dadan memproyeksikakan realisasi mandatori biofuel bisa melewati target yang dicanangkan yakni 9,2 juta KL lantaran pertumbuhan ekonimi lebih cepat dibandingkan proyeksi sebelumnya. Dadan menegaskan, Kementerian ESDM terus mendorong tingkat pemanfaatan bahan bakar nabati. “Kementerian ESDM sudah ada roadmap sampai 2035 untuk biodiesel supaya terjaga dengan baik. Kami juga memastikan bahwa pemanfaatan ini melibatkan petani, sehingga mereka mendapatkan manfaat dari program mandatori biofuels,” jelasnya dalam Webinar Kilang Dalam Transisi Energi, Roadmap Pengembangan Kilang dan Petrokimia, Green Fuel Serta Hilirisasi Produksi yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (16/11). Dadan mengatakan, mencontohkan pemanfaatan biofuel sudah dilakukan oleh PT Pertamina. Dadan menegaskan, pihaknya terus mendorong Pertamina menjalankan program mandatori biofuels berbasis hydrokarbon yang sudah tertuang dalam roadmap hingga 2030. Pada September 2021, Menteri ESDM meluncurkan bioavtur untuk pesawat terbang yang sekaligus menunjukkan Indonesia sudah bisa memproduksi bioavtur dengan teknologi sendiri. “Untuk berbasis hydro karbon, di Plaju output-nya bioavtur. Di Cilacap sedang berjalan, termasuk pengembangan katalis di Cikampek,” kata Dadan. Menurut Dadan, beberapa hal yang disiapkan terkait pemanfaatan green fuel dengan kilang adalah menyusun timeline persiapan implementasi beyond B30, menyepakati spesifikasi untuk pencampuran untuk beyond B30, memastikan ketersediaan feedstock, dan kesiapan badan usaha. Selain itu memastikan industri penunjang, mempersiapkan regulasi pendukung, mempersiapkan roadtest yang melibatkan stakeholder terkait serta memastikan ketersediaan pendanaan/insentif, infrastruktur pendukung dan melakukan sosialisasi secara masif. Muhidin, Koordinator Pengolahan Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, mengatakan ke depan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan perkembangan yang ada kebutuhan migas meningkat. “Dari sisi volume sangat besar harus diambil langkah strategis untuk mendukung dicapainya kedaulatan energi. Kalau kita tetap bergantung pada energi fosil dengan produksi yang minyak yang berkebutuhan pada bahan bakar sangat besar,” katanya. Menurut Muhidin, pengembangan kilang dan grass root refinery (GRR) Tuban akan mengurangi impor BBM. Degan pemanfaatan biofuel ketergantungan pada impor BBM juga akan berkurang. “Di Pertamina juga ada kilang biorefinery. Ini terobosan bagus dengan bahan baku dari CPO maupun RBDPO (refined, bleached and deodorized palm oil). Ketergantungan juga akan berkurang dan selain itu produk yang dihasilkan ramah lingkungan sehingga emisi dari gas buang dan industri menjadi lebih bagus,” ungkapnya, Sementara itu, Salis S Aprillian, Vice Chairman of Indonesian Gas Society (IGS), menjelaskan minyak bumi tidak hanya BBM, tapi juga bisa memproduksi petrokimia. Dengan integrasi dan konversi, minyak di seluruh dunia akan bertransformasi karena ke depan ada tiga yang harus ditakuti oleh pengusaha di bisnis energi. “Dekarbonisasi, desentralisasi, dan digitalisasi. Teknologi saat ini akan men-disrupt semua pelaku pengguna energi sehingga harus comply. 3D ini mengatur peran di feature energy,” kata Salis.

https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-dorong-pengembangan-bahan-bakar-nabati?page=all

Bisnis.com | Selasa, 16 November 2021

Pemerintah Optimistis Pemanfaatan Biodiesel Tahun Ini akan Lewati Target

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memproyeksikan realisasi pemanfaatan biodiesel akan melebihi dari target yang ditetapkan pada 2021. Meningkatnya konsumsi masyarakat setelah pulihnya aktivitas ekonomi menjadi salah satu faktor pendorong. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, sepanjang tahun ini target pemanfaatan biodiesel dengan campuran minyak kelapa sawit 30 persen (B30) adalah sebesar 9,2 juta kiloliter (KL). “Tahun ini targetnya 9,2 juta KL, sepertinya kita akan melewati target ini, karena ekonomi tumbuh lebih cepat dari perkiraan sewaktu kami menyusun di akhir 2020,” katanya dalam webinar yang digelar pada Selasa (16/11/2021). Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi pemanfaatan B30 sampai dengan kuartal III/2021 telah mencapai 72,17 persen dari target tahun ini. B30 yang telah disalurkan per September 2021 adalah sebesar 6,63 juta KL dari target 9,2 juta KL. “Secara persentase 72,17 persen dibagi rata-rata, sedikit di belakang target 2,73 persen, tapi siklus pemanfaatan BBM tidak sama dari bulan ke bulan. Biasanya di September sampai Desember akan naik, kami targetkan Desember atau sepanjang 2021 akan bisa capai target di awal 9,2 juta KL,” ujar Dadan. Selain itu, Dadan juga mengatakan bahwa pihaknya masih belum menghitung lebih lanjut target pemanfaatan B30 di 2020. Namun jika mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemanfaatannya dipatok sebesar 10 juta KL. Di samping itu, pihaknya juga tengah mempersiapkan rencana pengembangan pemanfaatan B40 dan B50 yang telah melalui tahapan kajian laboratorium. Saat ini, Kementerian ESDM bersama dengan stakeholder terkait akan segera melakukan uji jalan B40. “Beberapa hal yang disiapkan sekarang terkait pemanfaatan green fuel yang berasal dari kilang, yakni menyusun timeline persiapan implementasi beyond B30, setelah B30 arahan presiden sudah ada pemanfaatan harus ditingkatkan,” jelasnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20211116/44/1466700/pemerintah-optimistis-pemanfaatan-biodiesel-tahun-ini-akan-lewati-target

Bisnis.com | Selasa, 16 November 2021

Pengembangan B40 dan B50 Berbuah Manis, Tinggal Tunggu Uji Coba

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerangkan bahwa pengembangkan bahan bakar nabati B40 dan B50 menunjukan hasil cukup baik. Pemerintah pun akan terus menggenjot pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sebagai energi berkelanjutan. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pemanfaatan bahan bakar nabati harus terus ditingkatkan seiring dengan arahan Presiden Joko Widodo. “Konsumsi [BBN] meningkat. Kami sudah lakukan kajian, uji coba di lab untuk pemanfaatan B40 dan B50, hasilnya baik,” katanya saat webinar Kilang dan Transisi Energi, Selasa (16/11/2021). Setelah ini, pemerintah akan melakukan road test untuk memastikan keamanan dalam penggunaan bahan bakar tersebut. Road test juga telah dilakukan pada B10 hingga B30 guna memastikan mesin kendaraan berjalan baik. Pada September lalu, pemerintah telah memulai uji coba penerbangan menggunakan bahan bakar B30 dengan penggunaan 2,4 persen minyak nabati. Uji terbang menggunakan pesawat PT Dirgantara Indonesia (Persero) itu berjalan baik dengan rute Bandung–Jakarta–Bandung. Selain meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, kata Dadan, bahan bakar itu juga bisa menjadi pengganti solar maupun bahan bakar diesel menjadi biodiesel. Selain itu, optimalisasi bahan bakar nabati diyakini memberikan penghematan devisa negara dengan mengurangi impor minyak. Di sisi lain, langkah itu juga akan meningkatkan harga crude palm oil (CPO), serta menaikan kesejahteraan petani. Dari sisi lingkungan, Dadan menyebut, emisi yang dikeluarkan dari pembakaran BBN setara dengan serapan emisi yang dilakukan oleh sawit. Alhasil, BBN disebut tidak menghasilkan penambahan emisi gas rumah kaca. “Saya melihat nantinya kilang ini akan berperan dalam memproduksi pemanfaatan green fuel yang sekarang baru kita lihat dari pemanfaatan biodiesel dan dari sisi uji coba sudah mulai berjalan,” terangnya. Tahun ini, pemerintah memproyeksikan produksi BBN dapat mencapai 9,2 juta kiloliter. Dalam rencana umum energi nasional, BBN akan digenjot produksinya hingga 13,9 juta kiloliter pada 2025.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20211116/44/1466704/pengembangan-b40-dan-b50-berbuah-manis-tinggal-tunggu-uji-coba

Bisnis.com | Selasa, 16 November 2021

Solar Kelapa Sawit 100 Persen Disebut Bikin Konsumsi Bahan Bakar Lebih Irit

Green diesel dengan campuran minyak kelapa sawit 100 persen, atau D100 disebut membuat konsumsi bahan bakar kendaraan lebih irit. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, dalam uji coba performa melalui road test sepanjang 200 kilometer, D100 yang dicampur dengan Solar dan FAME terbukti menghasilkan bahan bakar diesel yang lebih berkualitas dengan angka cetane number lebih tinggi. Bahan bakar itu pun lebih ramah lingkungan dengan angka emisi gas buang yang lebih rendah, serta lebih hemat penggunaan bahan bakar. “Dengan demikian, produksi D100 ini sekaligus juga akan menekan defisit impor bahan bakar minyak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Nicke dalam keterangannya saat uji coba produksi D100. Uji coba produksi Green Diesel di Kilang Dumai sudah dimulai sejak 2014 dengan melakukan injeksi minyak sawit jenis Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) secara bertahap. Dimulai dari injeksi 7,5 persen RBDPO pada Desember 2014, kemudian 12,5 persen pada Maret 2019, dan terakhir 100 persen pada Juli 2020. Produksi Green Diesel D100 itu diproses dengan bantuan katalis yang dibuat oleh hasil kerja sama Research & Technology Center Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB). “Produksi D100 di kilang Pertamina dengan bahan baku minyak sawit yang melimpah di dalam negeri serta menggunakan katalis Merah Putih menjadi wujud inovasi anak bangsa,” katanya. PT Kilang Pertamina Internasional menargetkan untuk bisa memulai produksi solar dengan campuran sawit 100 persen atau green diesel pada tahun depan. Produksi akan dimulai setelah peningkatan Kilang Cilacap selesai dilakukan. Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Djoko Priyono mengatakan, proses peningkatan kualitas treated distillate hydro treating (TDHT) tengah dilakukan. Proses peningkatan kualitas pemroses kilang Cilacap tersebut ditargetkan rampung pada Desember tahun ini. “Kami sedang ekspansi Kilang Cilacap per 1 November 2021 kemarin, upgrade kilang TDHT sampai Desember 2021, Januari 2022 bisa produksi D100 sebesar 3.000 barel per hari. Nanti berikutnya akan kami kembangkan menjadi 6.000 barel per hari,” jelasnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20211116/44/1466744/solar-kelapa-sawit-100-persen-disebut-bikin-konsumsi-bahan-bakar-lebih-irit