Astra Agro di Antara Penurunan Permintaan CPO dan Mandatori B30
Investor Daily Indonesia | Selasa, 12 Mei 2020
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menghadapi sejumlah tantangan sepanjang tahun ini. Tantangan tersebut berasal dari penurunan permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di tengah pandemi Covid-19. Penurunan harga minyak dunia juga berimbas negatif terhadap bisnis CPO tahun ini. “Sejak pandemi Covid-19, sa- ham sektor perkebunan sawit dan CPO telah anjlok cukup dalam atau melampaui kondisi sebenarnya. Harga saham sektor CPO turun sekitar 37% terhitung sejak awal tahun 2020 hingga kini dibandingkan dengan penurunan IHSG yang mencapai 26,5%,” tulis analis Sinarmas Sekuritas Andrianto Saputra dalam risetnya, baru-baru ini. Dia menjelaskan, penurunan harga saham sektor perkebunan telah mencapai titik terendah dan semua berita negatif sudah tercermin pada harga sekarang, sehingga kecil kemungkinan penurunan lebih lanjut. Faktor tersebut mendorong Sinarmas Sekuritas untuk merekomendasikan netral saham perkebunan dan CPO dengan rekomendasi beli untuk saham AALI. Terkait prospek bisnis perkebunan sawit dan CPO, menurut Andrianto, cenderung melemah setelah pandemi Covid-19 melanda dunia. Produksi turun seperti yang diumumkan Pemerintah Malaysia bahwa produksi CPO negara tersebut telah turun sekitar 25% hingga akhir Maret 2020. Sedangkan permintaan juga melemah akibat lockdown sejumlah negara bersamaan dengan penurunan konsumsi domestik. “Penurunan konsumsi domestik dipengaruhi faktor pelarangan bepergian atau penutupan sejumlah wilayah yang berdampak terhadap bisnis kuliner dan hotel. Penurunan juga dipicu oleh lockdown sejumlah negara sehingga ekspor CPO terganggu,” jelas Andrianto.
Dia juga mengkhawatirkan bahwa program mandatori biodiesel 30 tertunda akibat penurunan harga minyak dunia. “Sejak pandemi Covid-19, kami khawatir bahwa mandatori B30 di Indonesia dan B20di Malaysia kemungkinan diundur. Sebab, program tersebut menjadi tidak efisien, apabila dibandingkan dengan harga pasar minyak dunia saat ini,” ungkap dia. Berdasarkan data GAPKI bahwa permintaan CPO untuk program B20 mencapai 5,8 juta ton. Apabila program tersebut dinaikkan menjadi B30 diperkirakan penyerapan CPO untuk B30 mencapai 8,8 juta ton tahun ini. Jika diasumsikan harga jual minyak Brent US$ 30 per berel atau US$ 220 per ton dan CPO mencapai MYR 2.300 per ton atau US$ 523 per ton, pemerintah harus mengeluarkan dana tambahan dana senilai US$ 2,9 miliar untuk membiayai implementasi B30 tersebut. “Hal ini kemungkinan membuat pemerintah untuk berpikir ulang dalam menerapkan program B30 tahun ini atau setidaknya selama pandemi Covid-19,” sebut Andrianto. Meski industri CPO menghadapi tantangan berat, harga jual CPO tahun ini diproyeksikan lebih baik dibandingkan tahun lalu. Hal itu didukung oleh ekspektasi lonjakan permintaan CPO setelah pandemi Covid-19 berakhir. Sedangkan penurunan produksi tandan buah segar (TBS) diharapkan menjadi faktor pendorong peningkatan hargajual CPO.
Berbagai faktor tersebut akan mempengaruhi kinerja operasional dan keuangan Astra Agro tahun ini. Menurut dia, produksi TBS dan CPO perseroan kemungkinan turun 5,4% dan 7,9% tahun ini. Penurunan dipengaruhi oleh berlanjutnya program replanting. Perseroan juga diperkirakan tetap membutuhkan anggaran belanja modal yang besar untuk program tersebut. Namun, dengan ekspektasi kenaikan rata-rata harga jual CPO perseroan sebesar 8,5% menjadi Rp 7.257 per kilogram tahun ini, kinerja keuangan Astra Agro diproyeksikan lebih baik. Sinarmas Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham AALI dengan target harga Rp 9.200. Target harga tersebut juga mempertimbangkan penurunan harga saham AALI sudah terlalu dalam sejak awal tahun ini. Target harga tersebut juga mempertimbangkan ekspektasi kenaikan laba bersih dari Rp 211 miliar pada 2019 menjadi Rp 815 miliar tahun ini. Pendapatan juga diperkirakan meningkat dari Rp 17,45 triliun menjadi Rp 17,64 triliun.
Sementara itu, analis Danareksa Sekuritas Andreas Kenny dalam risetnya, mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 telah berimbas terhadap penurunan permintaan CPO pada kuartal II tahun ini dan bisa berlanjut hingga kuartal III-2020. Penurunan harga juga dipengaruhi oleh pelemahan harga jual brent oil yang membuat program B30 semakin tidak ekonomis. Meski demikian, Danareksa Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi beli saham Astra Agro dengan target harga Rp 12.000. Target harga tersebut merefleksikan peluang pertumbuhan kinerja keuangan perseroan dan harga saham AALI juga dinilai sudah terlalu murah. Danareksa Sekuritas menargetkan peningkatan laba bersih Astra Agro menjadi Rp 754 miliar tahun ini dibandingkan perolehan tahun lalu senilai Rp 211 miliar. Perseroan juga diproyeksikan membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 17,45 triliun pada 2019 menjadi Rp 20,90 triliun pada 2020.