B30 untuk Petani
Kumparan.com | Rabu, 19 Mei 2021
B30 untuk Petani
Bandung (19/5) Mahasiswi MBA ITB angkatan 58, Ummu Sulaim Arrumaisho dibawah bimbingan dosen SBM ITB, Yos Sunitiyoso, Ph.D., baru-baru ini melakukan kajian akhir menggunakan metodologi studi literatur dan pemodelan sistem dinamik mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan industri biodiesel di Indonesia. Penelitiannya dilatarbelakangi permintaan energi Indonesia yang terus meningkat setiap tahun. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan populasi, harga energi, dan kebijakan pemerintah. Di sisi lain, cadangan minyak, cadangan gas alam, dan produksi batu bara terus menurun. Permintaan energi terbesar di Indonesia adalah bahan bakar minyak yang dikonsumsi oleh enam sektor, yaitu transportasi, industri, pembangkit listrik, rumah tangga, komersial dan lainnya. oleh karenaya, untuk memenuhi permintaan ini, Indonesia harus mengimpor bahan bakar minyak. Untuk mengurangi impor minyak, Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menggunakan energi baru dan terbarukan seperti bahan bakar nabati. Salah satu bahan bakar nabati yang saat ini digunakan di Indonesia adalah biodiesel. Sejak 2009, produksi biodiesel di Indonesia meningkat setiap tahun. Berdasarkan hasil penelitian Ummu, menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan biodiesel adalah bahan baku, harga biodiesel, teknologi yang maju, dan lingkungan. Selanjutnya dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dievaluasi adalah bahan baku, harga biodiesel, dan mandat serta peraturan pemerintah. Evaluasi dilakukan melalui pemodelan sistem dinamik untuk scenario tiga puluh tahun ke depan. Terdapat lima belas skenario yang dikembangkan dari lima kelompok skenario, yaitu mandat pemerintah, insentif dari pemerintah, harga bahan baku, harga biodiesel dan gabungan dari beberapa skenario. Hasil simulasi pemodelan sistem dinamik menunjukkan bahwa faktor yang paling memengaruhi laba dan pembangunan kapasitas biodiesel adalah penggunaan teknologi mutakhir yang dapat menghasilkan biodiesel dari bahan baku berkualitas rendah dan murah. Faktor kedua adalah insentif dari pemerintah dalam bentuk pajak karbon yang dapat meningkatkan laba. Faktor ketiga adalah mandat jumlah pencampuran biodiesel dalam minyak diesel. Sedangkan faktor harga biodiesel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap laba dan pembangunan kapasitas biodiesel. Hasil penelitian ini juga menekankan bahwa dalam tiga puluh tahun ke depan, industri biodiesel di Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif. Industri ini dapat menerapkan teknologi produksi biodiesel yang maju yang dapat menghasilkan biodiesel dari bahan baku berkualitas rendah dan murah.
Selain itu, pemerintah dapat menerapkan peraturan pajak karbon untuk mendukung industri biodiesel di Indonesia.
https://kumparan.com/public-relation/mahasiswa-mba-itb-kaji-faktor-penentu-pertumbuhan-industri-biodesel-di-indonesia-1vlwJD7xUG0/full
Jabarekspres.com | Kamis, 20 Mei 2021
Ujicoba Biodiesel, Lurah Sekeloa Akan Beli Limbah Minyak Jelantah Warga
Kelurahan Sekeloa di Kecamatan Coblong, Kota Bandung saat ini tengah melakukan uji coba mengubah minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel. Hasilnya, lima liter biodesel hasil olahan secara mandiri sudah terkumpul. Namun, produksi Biodiesel ini ternyata membutuhkan minyak jelantah yang jumlahnya tidak sedikit. Maka dari itu, sebagai bentuk dukungan terhadap kegiatan tersebut, Lurah Sekeloa Tirta Gumelar meminta warganya untuk tidak membuang sisa minyak kebutuhan rumah tangga ke tempat sampah. Sebagai gantinya, kelurahan akan “membeli” minyak jelantah itu dengan nominal Rp2 ribu per liternya. “Kami akan beli minyak tersebut Rp2 ribu per liter. Nanti, petugas bank sampah di setiap RW itu yang akan mengunjungi rumah-rumah warga untuk membeli minyak jelantah tersebut. Kami harapkan warga tidak lagi membuang sisa minyak rumah tangga mereka. Karena bisa dimanfaatkan menjadi hal berguna, dalam hal ini biodiesel,” ujarnya di kantor Kelurahan Sekeloa, Rabu(19/5). Saat ini, minyak jelantah yang akan dikonversikan menjadi bio diesel di Kelurahan Sekeloa baru terkumpul sebanyak 20 liter. Jumlah tersebut masih tergolong sedikit untuk dikelola menjadi bahan bakar biodiesel. Untuk mendorong warga ikut serta dalam kegiatan tersebut, pihaknya akan menyalurkan jerigen berukuran 5 liter kepada warga agar mudah memindahkan dan menyimpan minyak sisa rumah tangga mereka. “Nanti jerigen itu kami bagi ke warga supaya bisa berpartisipasi terhadap hal ini. Rencananya, jerigen-jerigen tersebut akan disablon sebagai penanda bahwa ini adalah minyak yang akan diubah menjadi barang bermanfaat,” ujarnya. Hal ini merupakan yang pertama kalinya suatu kelurahan di Kota Bandung mengubah minyak jelantah bekas menjadi bahan bakar biodiesel. Lurah Sekeloa, Tirta Gumelar mengatakan, pihaknya terinspirasi dari program Kang Pisman milik Pemerintah Kota Bandung. Program itu sukses menjadikan limbah sampah menjadi benda bermanfaat. “Awalnya itu kita di kelurahan bersama LKK ngobrol soal program Pak Walikota tentang pemanfaatan limbah sampah yang masih bisa digunakan. Lalu kami coba ngecek ke sungai dan ternyata di situ kami temui ada genangan menyerupai minyak. Jadi ternyata warga itu masih membuang minyak jelantah bekas mereka pakai ke sungai-sungai,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kelurahan Sekeloa, Rabu (19/5). “Dan, akhirnya kita coba bagaimana kalau minyak bekas yang dipakai warga itu daripada dibuang ke sungai dan mencemari alam, lebih baik kita daur ulang menjadi bahan bakar,” pungkasnya. Saat ini, inovasi tersebut masih dalam tahap ujicoba. Institut Teknologi Bandung (ITB) rencananya akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai inovasi ini.