B40 Akan Diberlakukan Tahun Ini, GAIKINDO Buka Suara
Sawitindonesia.com | Kamis, 8 Februari 2024
B40 Akan Diberlakukan Tahun Ini, GAIKINDO Buka Suara
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Yohannes Nangoi buka suara mengenai kabar rencana penerapan mandatori biodiesel 40 persen (B40) pada tahun ini. Yohannes mengatakan, pihaknya sendiri sudah siap apabila B40 akan diberlakukan. “Soal rencana penerapan B40 tentu kita akan bekerja sama dengan pemerintah. Kita ini diberi kesempatan untuk melakukan tesnya terlebih dahulu supaya kendaraan kita adjust dengan euro 4 B40,” ujar Yohannes saat jumpa pers GAIKINDO Indonesia International Commercial Vehicle Expo (GIICOMVEC) 2024 di Jakarta, Rabu (7/2/2024). Menurutnya, rencana pemberlakuan B40 sendiri merupakan strategi jitu pemerintah menghemat devisa dan mendapatkan energi yang ramah lingkungan. “Biodiesel di Indonesia itu patut kita berbangga karena itu strategi jitu pemerintah karena kita tidak terlalu bergantung pada bahan bakar fosil. Kemudian kita juga bisa mendapatkan bahan bakar yang lebih green, bersih, karena tidak mengandung sulfur,” jelas Yohannes. Apalagi, lanjut dia, pemberlakuan B35 yang sudah berjalan sejak tahun lalu terbilang sukses.“Sampai saat ini, B35 tertinggi di dunia. Di negara lain itu baru sampai B7, B10, tapi kita B35 yang selama ini berjalan dengan baik. B35 boleh dampaknya ada tapi bisa diabaikan, seperti power yang berkurang sedikit. Tapi tidak masalah,” ungkapnya. Sebagai informasi, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) program mandatori biodiesel sudah dimulai sejak 2008 dengan campuran minyak kelapa sawit 2,5 persen. Lalu kadar ditingkatkan menjadi 7,5 persen selama 2008 hingga 2010. Mulai April 2015 kadar ditambah jadi 10 persen dan 15 persen, lantas pada Januari 2016 dinaikkan lagi sehingga 20 persen dan disebut B20. Pada 2020 pemerintah menetapkan B30 lalu naik lagi menjadi B35 mulai 1 Februari 2023. Penerapan B35 sempat mundur dari jadwal menjadi Agustus 2023 karena dikatakan ESDM ada penyesuaian relaksasi. Pada 2022 ESDM sudah menguji jalan B40. Bahan bakar ini, yang sudah diterapkan terbatas, rencananya akan diberlakukan mandatori segera dan Indonesia punya impian menerapkan B100. Pada 2023 target penyaluran Biodiesel mencapai 13,15 juta kL per tahun atau 226 ribu barel per hari. Penghematan devisa diperkirakan mencapai US$10,75 miliar atau setara Rp161 triliun.
https://sawitindonesia.com/
Liputan6.com | Rabu, 7 Februari 2024
Jurus Pertamina Patra Niaga Kurangi Emisi Karbon, Salah Satunya Manfaatkan Biofuel
Di tengah perubahan iklim yang semakin memburuk, setiap pihak perlu memahami peran dalam mengurangi emisi karbon. Pasalnya, emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil menjadi penyebab utama perubahan iklim yang terjadi. Berkaitan dengan itu, Pertamina Patra Niaga terus berkomitmen mendorong pengurangan emisi karbon. Bahkan, komitmen tersebut tercermin dari pengurangan emisi karbon yang berhasil dilakukan Pertamina Patra Niaga lebih dari 1,58 juta ton CO2eq. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan mengatakan, walau perseroan merupakan perusahaan energi yang saat inimasih dominan menyediakan energi fosil, pihaknya memiliki komitmen untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi lewat berbagai cara. “Untuk masyarakat dan industri kami telah menyediakan bahan bakar lebih ramah lingkungan, lalu kami juga hadir sebagai partner dekarbonisasi untuk mitra bisnis, lalu ada juga upaya mandiri dari lini operasional kami,” katanya. Sebagai informasi, keberhasilan penurunan emisi terbesar itu bersumber dari pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel, terutama penyaluran Biosolar B35 yang berkontribusi mengurangi emisi mencapai 1,57 juta ton CO2eq.
Borneonews.co.id | Kamis, 8 Februari 2024
APOLIN Sarankan Indonesia Eksplorasi Pasar Oleochemical di Afrika
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia atau APOLIN, Rapolo Hutabarat menyarankan Indonesia untuk mengeksplorasi pasar Oleochemical di Afrika. “Kami mengusulkan agar Indonesia mengeksplorasi pasar di Afrika, mengingat populasi yang besar namun GDP yang masih rendah,” kata Rapolo dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS pada Rabu, 7 Februari 2024. Rapolo mengatakan memang pasar ekspor oleokimia terbesar adalah kawasan Asia Pasifik, dengan nilai mencapai USD16 miliar, sementara sisanya menuju Uni Eropa dan Amerika. “Produk utamanya melibatkan fatty acid, fatty alcohol, dan lainnya,” katanya. Namun memang ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri hilir sawit Indonesia, termasuk kurangnya perhatian terhadap beberapa produk seperti tokoferol dan betakaroten. “Meskipun pangsa pasar keduanya cukup besar, masing-masing sekitar USD1,3 miliar dan USD4,7 miliar, namun saat ini belum ada produsen oleokimia di Indonesia yang memproduksi keduanya,” katanya lagi. Rapolo menekankan Indonesia seharusnya memanfaatkan sumber daya alamnya untuk mengisi kekosongan ini, khususnya dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN di sektor farmasi.