Bensin ‘Hijau’ RI Berpotensi Sukses Seperti Biodiesel

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

CNBCIndonesia.com | Rabu, 6 Desember 2023

Bensin ‘Hijau’ RI Berpotensi Sukses Seperti Biodiesel

PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading Pertamina mengungkapkan bahwa penjualan komersial dari Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dicampur dengan bioetanol khususnya dari tetes tebu (molase) akan mengikuti jejak kesuksesan Biodiesel 35% (B35). Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan mengungkapkan kesuksesan bahan campuran biodiesel B35 yang membuat Indonesia berhasil terlepas dari ketergantungan impor gas oil. Dengan begitu, Riva menyebutkan langkah yang dilakukan Pertamina saat ini yakni melalui pengembangan bioetanol dari molase juga akan menguangi ketergantungan impor BBM khususnya gasoline ke Indonesia saat ini. “Kalau misalnya kita bicara biodiesel, success story-nya kan sekarang kita sudah tidak impor gas oil lagi. Dan harapannya dengan ketersediaan etanol di domestik nanti, ini juga bisa memberikan dampak positif terhadap upaya pengurangan ketergantungan terhadap impor,” ungkap Riva kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (6/12/2023). Selain itu, Riva menyebutkan kesuksesan campuran biodiesel B35 pada FAME sudah berhasil mendukung kemandirian energi di Indonesia. Dengan begitu, Riva berharap kesuksesan yang sama akan terjadi dengan pengembangan bioetanol di Tanah Air. “Jadi kalau misalnya kita ambil contoh dari gas oil dengan adanya pencampuran FAME ke biodiesel, ini terus terang memang sangat mendukung di dalam kemandirian energi di sektor di sisi produk gas oil itu sendiri. Karena sekarang sudah tidak impor kalau untuk gas oil,” tambahnya. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah sendiri telah menetapkan program wajib pengembangan bahan bakar nabati melalui Peraturan Menteri pada tahun 2015. Program bahan bakar nabati di Indonesia mencapai tonggak sejarah yang signifikan pada tahun 2008 dengan menerapkan pencampuran 2,5% bahan bakar diesel. “Sejak saat itu, kecepatan pencampuran secara bertahap meningkat. Pada akhirnya, mulai Februari 2023, kami telah menerapkan mandatori B35 secara nasional,” kata dia dalam acara Sustainable Mobility: Ethanol Talks 2023, Senin (9/10/2023). Arifin mengatakan potensi pengembangan bioetanol dalam negeri dapat dilakukan apabila produksi gula dimaksimalkan terlebih dahulu. Mengingat, mayoritas gula untuk kebutuhan dalam negeri saat ini masih berasal dari impor. Apabila produksi gula di dalam negeri sudah berlebih, bahan baku tebu selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk produksi bioetanol. “Kalau ini berkembang, kelebihannya bisa kita bikin etanol atau memang ada yang spesial area dedicated untuk memang bangun etanol industri. Kita punya potensi gede,” ujar Arifin. Oleh sebab itu, guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar impor serta untuk mencapai ketahanan energi nasional dan mendukung pembangunan berkelanjutan, pemerintah mempromosikan sumber energi lokal yang berkelanjutan dan mudah diakses, seperti biofuel. Di sisi lain, penerapan program biofuel juga dimaksudkan untuk menurunkan emisi hingga 31,9% di bawah BAU (Business as Usual) pada tahun 2030. Hal ini juga untuk mendukung perekonomian dalam negeri yang berbasis pertanian, untuk memenuhi target 23% pangsa energi terbarukan di Nasional Bauran Energi pada tahun 2025, dan menghemat devisa serta menjaga defisit transaksi berjalan. Perihal besaran impor BBM di Indonesia, Arifin mengatakan sebagian besar kebutuhan bahan bakar dalam negeri berasal dari impor seperti BBM jenis bensin. Ia pun mencatat, impor BBM jenis bensin mengalami peningkatan dari sekitar 123 juta barel pada tahun 2015 menjadi 138 juta barel pada tahun 2022. “Ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan bakar tentunya akan membahayakan ketahanan energi nasional kita,” katanya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20231206163516-4-495069/bensin-hijau-ri-berpotensi-sukses-seperti-biodiesel

 

CNBCIndonesia.com | Rabu, 6 Desember 2023

Pertamina Nambah Bioetanol 10% di 2026, Pasokan Cukup?

PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commmercial & Trading Pertamina mengungkapkan pada tahun 2026 mendatang perusahaan akan mengembangkan produk campuran antara bioetanol menjadi 10% khususnya yang berasal dari tetes tebu (molase) dengan Bahan Bakar Minyak (BBM). Memang, saat ini Pertamina sudah mengkomersialisasikan campuran antara BBM dengan bioetanol sebanyak 5% (E5) yang menghasilkan produk Pertamax Green 95. Ke depannya, pada tahun 2026, Pertamina akan mencampurkan sebanyak 10% bioetanol dalam BBM. Namun, apakah dengan menambah jumlah campuran bioetanol menjadi 10% di tahun 2026 diikuti dengan ketersediaan produksi bioetanol dalam negeri? Menjawab pertanyaan tersebut, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Sihaan mengatakan saat ini produksi bioetanol Pertamina Patra Niaga telah bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara III (PTPN) bersama dengan PT Energi Agro Utama (Enero), anak usaha dari PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Adapun, produksi bioetanol yang tersedia saat ini menyentuh 30 ribu kiloliter (kl) per tahun. Rencana penambahan campuran bioetanol menjadi 10% pada tahun 2026 mendatang, diklaim Riva akan tercukupi dari produksi yang ada saat ini mencapai 30 ribu kl per tahun. “10% ini masih cukup kok dari yang 30 ribu itu tadi,” jelas Riva kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (6/12/2023). Adapun, ke depannya Riva mengatakan bahwa pihaknya akan terus bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara III (PTPN) untuk memproduksi bioetanol. “Sambil nanti kita pengembangan pabrik-pabrik etanol bersama dengan PTPN,” tambahnya. Dia juga mengungkapkan bahwa pihaknya tidak menutup kerja sama dengan berbagai perusahaan swasta lainnya untuk mengembangkan bioetanol dalam negeri. “Mungkin nanti perusahaan-perusahaan swasta yang nanti akan bekerja sama dengan Pertamina,” tandasnya. Adapun, Riva menyebutkan pada tahun 2024 hingga 2025 mendatang, pihaknya masih akan fokus pada pengembangan pencampuran bioetanol sebesar 5% seperti yang saat ini dilakukan. “Di tahun 2024 dan 2025 kita masih fokus ke 5%, tapi nanti di 2026 itu kita akan masuk rencananya ke 10%,” ungkap Riva.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20231206145623-4-495028/pertamina-nambah-bioetanol-10-di-2026-pasokan-cukup

Detik.com | Rabu, 6 Desember 2023

Di COP28 Dubai, Jokowi Ungkap RI Sukses Turunkan Emisi Karbon 42%

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Conference of the Parties 28 (COP 28) di Dubai. Dalam sambutannya, Jokowi memaparkan capaian Indonesia dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE). “Kami ingin bekerja keras untuk mencapai net zero emission di tahun 2060 atau lebih awal. Dan menikmati pertumbuhan yg tinggi, kemiskinan dan ketimpangan yang akan diturunkan secara signifikan,” ungkap Jokowi, dikutip dari 20detik, Rabu (6/12/2023). Adapun data yang dipaparkan Jokowi yaitu sepanjang 2020 hingga 2022. Menurutnya, Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon hingga 42%. “Dengan segala keterbatasan, Indonesia terus menurunkan emisi karbon antara tahun 2020 tahun 2022, Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 42 persen dibandingkan dengan perencanaan business as usual tahun 2015,” ujarnya. Pencapaian lainnya dalam menurunkan emisi karbon di Tanah Air yaitu pengelolaan Forest and Other Land Use (FOLU). Selain itu, Indonesia juga berupaya untuk mempercepat transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT). “Dalam hal FOLU, Indonesia terus menjaga dan memperluas hutan mangrove serta merehabilitasi hutan dan lahan. Deforestasi juga berhasil diturunkan pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir,” ucap Jokowi. Sementara dalam hal transisi energi, Jokowi mengatakan pemerintah sudah menempuh Indonesian Way of Just Energy Transition Toward 2030, mempercepat pengembangan energi baru terbarukan serta menurunkan penggunaan batu bara. “Pengembangan energi baru terbarukan terutama energi surya, air, angin, panas bumi dan arus laut serta pengembangan biodiesel, bioetanol dan bioavtur juga semakin meluas,” kata Jokowi. Di samping itu, Jokowi menyebut sebagai negara berkembang Indonesia membutuhkan investasi lebih dari US$ 1 triliun atau setara dengan Rp 15.433 triliun untuk mencapai NZE 2060. Sehingga, Jokowi pun menggalang dukungan dari negara-negara sahabat. “Indonesia mengundang kolaborasi dari mitra bilateral, investasi swasta, dukungan filantropi, dan dukungan negara-negara sahabat,” pungkasnya

https://news.detik.com/berita/d-7076174/di-cop28-dubai-jokowi-ungkap-ri-sukses-turunkan-emisi-karbon-42