Berlaku 1 April, Pemerintah Patok Harga Biodiesel Rp15.559 Per Liter

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Suara.com | Rabu, 30 Maret 2022

Berlaku 1 April, Pemerintah Patok Harga Biodiesel Rp15.559 Per Liter

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM telah mematok harga indeks pasar untuk bahan bakar nabati jenis biodiesel yang dicampurkan ke dalam bahan bakar minyak sebesar Rp15.559 per liter pada April 2022. “Besaran harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodiesel bulan April sebesar Rp15.559 per liter ditambah ongkos angkut yang berlaku efektif pada tanggal 1 April 2022,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam keterangan pers, Rabu (30/3/2022). Harga pasar biodesel bulan April 2022 naik 7,77 persen atau senilai Rp1.123, bila dibandingkan harga pasar bulan Maret 2022 yang hanya sebesar Rp14.436 per liter. Kenaikan harga indeks pasar biodiesel terjadi seiring meningkatnya harga rata-rata minyak sawit mentah atau crude palm oil periode 25 Maret 2022 sampai dengan 24 April 2022 sebesar Rp16.665 per kilogram. Harga minyak sawit mentah periode 25 Januari 2022 sampai 24 Februari 2022 berada di rentang harga Rp14.352 per kilogram. Besaran konversi minyak sawit mentah menjadi biodiesel masih tercatat sebesar 85 dolar AS per metrik ton. Sedangkan, konversi nilai tukar mata uang menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 25 Maret 2022 sampai dengan 24 April 2022 tercatat senilai Rp14.348 per dolar AS. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri dari campuran senyawa metil ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel. Saat ini, program mandatori biodiesel yang dijalankan oleh pemerintah baru mencapai tahap biodiesel 30 persen dan 70 persen solar dengan nama produk biosolar yang dijual Rp5.150 per liter di stasiun pengisian bahan bakar umum/SPBU.

https://www.suara.com/bisnis/2022/03/30/165220/berlaku-1-april-pemerintah-patok-harga-biodiesel-rp15559-per-liter

 

Elshinta.com | Rabu, 30 Maret 2022

Ketua Komisi VII DPR usul Pertamina punya kebun sawit untuk biodiesel

Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto mengusulkan agar PT Pertamina (Persero) mempunyai perkebunan kelapa sawit mandiri untuk memudahkan produksi bahan bakar nabati jenis biodiesel. “Pertamina harus punya kebun kelapa sawit.., sebagaimana di hulu punya blok; ada Blok Rokan, ada Blok Cepu,” kata Sugeng dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Rabu. Ia menyampaikan usulan itu lantaran harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang telah melambung tinggi. Melalui perkebunan sawit yang dimiliki sendiri oleh Pertamina, kata dia, maka perseroan dapat memproduksi berbagai jenis produk biodiesel mulai dari B30, bahkan B100. Setelah Pemerintah Indonesia menandatangani Persetujuan Paris, jelas Sugeng, Indonesia dituntut untuk bisa menurunkan emisi karbon serendah mungkin, salah satunya melalui pemanfaatan minyak sawit menjadi bahan bakar kendaraan. “Semua harus inline ke sana jadi energi baru terbarukan…, karena kebetulan Presidensi G20, artinya hal-hal yang itu menjadi perhatian kita,” ujarnya. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri dari campuran senyawa metil ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim nilai ekonomi dari implementasi B30 tercatat mencapai lebih dari 4 miliar dolar AS atau setara Rp57,39 triliun dan berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 25 juta karbon dioksida ekuivalen pada 2021. Saat ini harga indeks pasar biodiesel pada Maret 2022 senilai Rp14.436 per liter. Harga itu akan naik 7,77 persen menjadi Rp15.559 per liter mulai 1 April 2022. Kenaikan harga pasar biodiesel terjadi seiring meningkatnya harga rata-rata minyak sawit mentah periode 25 Maret 2022 sampai dengan 24 April 2022 sebesar Rp16.665 per kilogram. Sementara itu, minyak sawit mentah periode 25 Januari 2022 sampai 24 Februari 2022 berada di rentang harga Rp14.352 per kilogram.

https://elshinta.com/news/263795/2022/03/30/ketua-komisi-vii-dpr-usul-pertamina-punya-kebun-sawit-untuk-biodiesel

Infosawit.com | Rabu, 30 Maret 2022

Bahan Bakar Nabati Berbasis Sawit Diantara Komitmen Sawit Berkelanjutan

Peneliti Sustainable Palm Oil Support Indonesia (SPOSI), M Ichsan Saif mengungkapkan, rencana pemerintahan Presiden Jokowi kedepan, telah berupaya meningkatkan campuran biodiesel serta pengembangan green fuels. Program ini bahkan masuk ke proyek strategis nasional (RPJMN 2019-2024), lantas dilanjutkan dengan pembangunan green refinery oleh Pertamina di Plaju dan Cilacap. Program tersebut membutuhkan dana insentif dengan kebutuhan lebih tinggi, terlebih HIP green fuels mencapai Rp 14-17 ribu per liter supaya harga Biodiesel bisa mencapai Rp 10-11 ribu per liter. Pada saat ini juga terjadi perubahan struktur rantai pasok dan aktor. Kata Ichsan Saif, dibutuhankan kajian yang matang, bila alasannya pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) sawit guna memperbaiki ketahanan energi dan defisit neraca perdagangan BBM, serta menjaga harga sawit global akibat kontroversi sawit global dan kelebihan pasokan minyak sawi. Sebab masih terdapat peluang resiko yang harus dipertimbangkan, semisal kemampuan dana BPDPKS untuk mensubsidi biodiesel sampai sejauh mana?, bagaimana kebijakan greenfuels ke depannya dan akan seperti apa?, lantas perlu juga dipertimbangkan munculnya kompetisi pasar antara biodiesel, green fuel, dan electric vehicle. “Terpenting akan ada peningkatan kebutuhan utamanya menyangkut perluasan lahan,” katanya dalam acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 11, bertajuk “Minyak Sawit Sebagai Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar Dunia”, yang diadakan media InfoSAWIT, awal Desember 2021 lalu secara online. Dalam laporan yang dibuat SPOS, Yayasan Kehati dan UKAid, mencatat bahwa meningkatnya permintaan biodiesel dalam negeri dan tekanan terhadap industri biodiesel Indonesia di pasar internasional telah mengubah struktur pasar biodiesel nasional. Tercatat, pelaku usaha biodiesel lebih tertarik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan captive market daripada memasuki pasar internasional yang sarat dengan hambatan, baik berupa hambatan tarif maupun non tarif. Dimana dalam hasil riset tersebut mencatat dari total tanggapan, sebanyak 80,8% responden menjawab bahwa pelaku usaha biodiesel fokus menggarap pasar domestik. Hanya sekitar 19,2% yang menjawab akan fokus pada pasar ekspor biodiesel. Pertumbuhan pasar domestik yang signifikan memaksa para pelaku usaha di sektor perkebunan kelapa sawit berekspansi ke industri biodiesel. Hal ini membuat industri kelapa sawit di Indonesia semakin terintegrasi dari hulu hingga hilir. Secara ekonomi, integrasi ini dapat menciptakan efisiensi bagi perusahaan di industri pengolahan biodiesel. Namun, pasar domestik juga semakin dinamis dengan masuknya kebijakan baru pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan, seperti green fuel, mobil listrik, dan sebagainya, dimana pemerintah juga berencana memberikan berbagai macam insentif fiskal (ADB, 2015). Ini akan menjadi pesaing biodiesel di masa depan. Persaingan pasar sebenarnya akan berpotensi menciptakan efisiensi, namun persaingan pasar yang tidak dirancang dengan baik dapat berdampak pada keberlangsungan industri. Pasar yang berkembang terutama dari dalam negeri menyebabkan kapasitas produksi industri biodiesel di Indonesia meningkat. Saat ini, kapasitas terpasang pabrik biodiesel telah mencapai 13,4 juta kiloliter. Kapasitas pabrik diperkirakan akan meningkat dalam lima tahun ke depan karena permintaan biodiesel dalam negeri yang lebih tinggi. Peningkatan produksi tersebut harus dipenuhi oleh bahan baku biodiesel yaitu minyak sawit. Sebagai bahan baku utama biodiesel, peningkatan produksi akan mendorong permintaan industri biodiesel lebih besar terhadap minyak sawit. Tanpa adanya pergeseran pasar (switching demand) dari ekspor ke domestik, maka akan terjadi defisit bahan baku. Memang saat ini defisit belum terjadi lantaran stok akhir Indonesia masih cukup besar, yakni sekitar 4-5 juta ton. Namun, jika pemerintah terus meningkatkan penggunaan biodiesel dalam negeri, misalnya menjadi B40, B50, dan B100, risiko defisit bahan baku bisa saja terjadi. Di satu sisi, konversi lahan skala besar oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia telah menyebabkan peningkatan laju deforestasi, terutama di hutan hujan tropis (Gaveau et al. 2016; dan Vijay, 2016). Pembukaan lahan dengan pembakaran juga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan skala besar, yang menyebabkan peningkatan emisi. Konversi lahan gambut juga meningkatkan risiko membahayakan ekosistem lahan basah di Indonesia dan Malaysia (Malins, 2017; dan Wijedasa et al., 2017). Perhitungan blending biodiesel yang dilakukan oleh LPEM FEB UI (2020) mencatat bila pemerintah menetapkan blending rate 50% (B50) untuk di tahun 2021 (perkiraan), maka pada tahun 2025 akan terjadi akumulasi defisit minyak sawit mencapai 108 juta ton atau rata-rata 21,6 juta ton per tahun. Semakin agresif pemerintah meningkatkan pencampuran biodiesel, semakin besar defisit minyak sawit.

https://www.infosawit.com/news/12168/bahan-bakar-nabati-berbasis-sawit-diantara-komitmen-sawit-berkelanjutan

Infosawit.com | Kamis, 31 Maret 2022

DPR Komisi XI Pertanyakan Dana BPDPKS Timpang Antara Insentif Biodiesel dan PSR

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyoroti mengenai anggaran pagu yang dipaparkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dalam paparan, anggaran untuk Peremajaan Kelapa Sawit adalah Rp 1,34 triliun dan Insentif Biodiesel senilai Rp 51,951 triliun. Politisi Partai Golkar tersebut mempertanyakan besarnya anggaran yang dikeluarkan bagi insentif biodiesel dibandingkan anggaran peremajaan kelapa sawit, mengingat misi prioritas dari BPDPKS adalah peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat. Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Pimpinan BPDPKS di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (30/3/2022), Misbakhun juga mempertanyakan peran BPDPKS yang sempat menyinggung masalah legalitas lahan perkebunan kelapa sawit. Sementara Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi Amru juga menyoroti terkait legalitas lahan sebagai syarat PSR. Politisi Partai NasDem ini menilai bila tugas melegalisasikan wilayah kelapa sawit merupakan tugas BPN bukan BPDPKS, lantaran BPDPKS hanya berperan dalam melakukan pengelolaan keuangan dengan prioritas untuk peremajaan lahan kelapa sawit, seperti dilansir dalam lama DPR RI. Sebelumnya Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman menjelaskan bahwa legalitas pada perkebunan sawit rakyat menjadi salah satu tantangan dalam menyalurkan dana peremajaan sawit. Terkait dengan pengelolaan keuangan, Dirut BPDPKS menjelaskan bahwa dana yang berhasil dihimpun oleh BPDPKS dari pungutan dan levy telah diinvestasikan dalam bentuk deposito dan surat utang negara. Dalam penjelasannya Eddy menyampaikan hingga tanggal 28 Februari 2022, BPDPKS telah mendapatkan pendapatan keuntungan hingga Rp103,9 miliar dari total dana lebih dari Rp20 triliun yang diinvestasikan.

https://www.infosawit.com/news/12173/dpr-komisi-xi-pertanyakan-dana-bpdpks-timpang-antara-insentif-biodiesel-dan-psr

CNNIndonesia.com | Rabu, 30 Maret 2022

Komunitas Panther Bicara Solar Langka dan Dilema ‘Minum’ Biosolar

Komunitas pemilik mobil diesel Panther Mania menanggapi isu Bahan Bakar Minyak (BBM) diesel jenis Solar yang saat ini langka di pasaran menjelang penerapan Euro 4 pada 12 April. Sekertaris Umum Panter Mania, Felix Valentino Pakpahan, mengaku tidak khawatir bila Solar langka, sebab dari sisi teknis, mesin-mesin Isuzu Panther dikatakan sudah sesuai BBM diesel yang lebih berkualitas seperti Dexlite dan Pertamina Dex. “Kalau secara teknis mesin tidak menjadi persoalan, karena masih ada pilihan lain ada Dexlite ada Dex. cuma kalau dikasih Dex mesin secara teknis lebih bagus dan bersih,” kata Felix kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Rabu (30/3).  Felix mengatakan mesin diesel yang menggunakan Dexlite dan Pertamina Dex lebih minim emisi gas buang dan ramah lingkungan. Meski demikian dia juga menyadari harga dua jenis BBM itu lebih mahal dari Solar. Harga satu liter Solar subsidi atau Biosolar saat ini dibanderol Rp5.150. Sedangkan BBM diesel nonsubsidi seperti Dexlite dijual Rp12.150 per liter dan Pertamina Dex Rp13.500 per liter. Felix juga menjelaskan Isuzu Panther saat ini memiliki dua jenis mesin, konvensional dengan emisi buang Euro 2 dan commonrail Euro 4. Pada jenis mesin diesel commonrail sudah disarankan menggunakan BBM diesel nonsubsidi untuk menyesuaikan kebutuhan mesin. Sedangkan pada mesin konvensional disebut masih bisa pakai Solar. Felix juga menyoroti kondisi ketersediaan Solar di kawasan Jabodetabek. Menurut dia pembatasan pengisian Solar di sejumlah SPBU masih bisa diantisipasi para pemilik Panther lantaran mesinnya terbilang irit. “Kalau dijatah ya sebenarnya enggak jadi masalah karena mesin konvensional masih cukup irit dengan Biosolar,” pungkasnya. Dia mengatakan kapasitas tangki Panther jika diisi penuh bisa digunakan untuk perjalanan ratusan kilometer. Sehingga dengan jatah Solar yang diterapkan di sejumlah SPBU masih bisa bertahan untuk perjalanan jauh. Solar atau Biosolar merupakan bahan bakar destilasi yang mengandung minyak nabati atau Biodiesel yang besar campurannya sesuai regulasi lewat peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2015. Mulai 1 Januari 2020 campurannya sebesar 30 persen menjadi B30. Solar saat ini masih sering digunakan terutama bagi kendaraan operasional, karena harganya lebih terjangkau dari Dexlite maupun Pertamina Dex. Selan karena murah, Solar juga kerap jadi favorit lantaran bisa digunakan pada mesin diesel berteknologi lawas di area yang minim pasokan Dexlite dan Pertamina Dex.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220330193957-384-778134/komunitas-panther-bicara-solar-langka-dan-dilema-minum-biosolar

CNBCIndonesia.com | Rabu, 30 Maret 2022

Harga Riil Rp13.000, Pertamina Nombok Gede Jual Solar Subsidi

PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali formula harga dasar Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Solar dan besaran subsidi tetap Solar. Pasalnya, besaran subsidi tetap Solar sudah tidak lagi mencerminkan nilai keekonomian di lapangan. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, besaran subsidi tetap Solar saat ini sebesar Rp 500 per liter. Sementara selisih harga pasar atau harga Solar non subsidi dengan Solar subsidi kini sudah sangat jauh yakni mencapai Rp 7.800 per liter. Adapun, harga Solar subsidi kini masih dipatok sebesar Rp 5.150 per liter, sedangkan harga Solar non subsidi seperti Dexlite kini sudah mencapai Rp 12.950 per liter. Dengan kondisi tersebut, maka besaran subsidi sebesar Rp 500 sebenarnya sudah sangat memberatkan bagi Pertamina. Sekalipun, pada dasarnya kekurangan sebesar Rp 7.300 per liter akan ditutupi pemerintah lagi dalam bentuk kompensasi. Namun demikian, bentuk kompensasi tersebut juga bakal berdampak pada arus kas Pertamina. Pasalnya, pemberian kompensasi tersebut masih membutuhkan waktu. “Mekanisme hari ini untuk Solar itu ada subsidi tetap Rp 500 per liter. Padahal selisihnya Rp 7.800 per liter. Rp 7.300 per liter dalam bentuk kompensasi yang kemudian dari sisi penetapan angkanya nanti penggantiannya berbeda, ini perlu waktu, sehingga ini yang menggerus cash flow Pertamina,” ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (29/3/2022). Nicke pun meminta agar pemberian kompensasi ini dapat di-review kembali, sehingga tidak berdampak pada kinerja keuangan perusahaan. Menurut Nicke, adanya selisih antara harga Solar subsidi dengan Solar non subsidi menyebabkan adanya potensi penyelewengan Solar subsidi, terutama ke sektor industri seperti tambang dan sawit. Oleh sebab itu, dia mengusulkan agar aplikasi My Pertamina dapat digunakan dalam proses pembelian Solar bersubsidi, sehingga dapat mengidentifikasi pengguna Solar subsidi yang berhak. Di sisi lain, dari sisi permintaan, konsumsi Solar subsidi telah melebihi 10% dari kuota yang telah ditetapkan pemerintah. Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi penyaluran Solar subsidi hingga Februari 2022 mencapai 2,49 juta kilo liter (kl), 10% lebih tinggi dari kuota yang ditetapkan hingga Februari 2022. Hingga akhir tahun pemerintah juga memperkirakan penyerapan Solar subsidi melampaui 14% dari kuota yang telah ditetapkan sebesar 15,1 juta kl atau mencapai 16,002 juta kl hingga akhir tahun ini.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220330092342-4-327123/harga-riil-rp13000-pertamina-nombok-gede-jual-solar-subsidi