Dari Limbah Kelapa Sawit Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan

Lembaga riset independen Traction Energy Asia (TEA) menekankan pentingnya diversifikasi bahan baku bioetanol sebagai langkah strategis untuk menciptakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah kelapa sawit dan limbah pertanian lainnya sebagai bahan baku bioetanol dipandang sebagai solusi yang berkelanjutan dan perlu dipertimbangkan oleh pemerintah.
Refina Muthia Sundari, Program Manager TEA, menyatakan bahwa pihaknya mendorong pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan tanaman tertentu seperti tebu sebagai bahan baku bioetanol. “Bicara soal rantai pasok, kalau misalkan memang nantinya bioetanol ada diversifikasi bahan baku dan kemudian nanti bahan bakunya berasal dari limbah, sebenarnya dari rantai pasoknya sendiri itu sudah sangat ramah lingkungan,” ujarnya, seperti dilansir Antara, Jumat (1/11/2024).
Keunggulan Limbah Kelapa Sawit
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku bioetanol memiliki beberapa keunggulan. Pertama, tidak memerlukan ekstensifikasi lahan baru, sehingga mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian dan hutan. Kedua, pemanfaatan limbah dapat meningkatkan intensifikasi pertanian dan mengoptimalkan hasil pertanian yang sudah ada.
TEA juga melihat potensi pemanfaatan limbah kelapa sawit dan limbah pertanian lainnya sebagai peluang untuk mendorong perekonomian regional. Dengan menetapkan kawasan ekonomi khusus untuk produksi bioetanol dari limbah, pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah-daerah penghasil kelapa sawit, seperti Sumatera.
“Pada prinsipnya, kalau untuk rantai pasok, semakin pendek rantai pasok, misalkan di Sumatera, kita bisa memproduksi dari Sumatera untuk Sumatera. Nah, itu akan sangat lebih murah dan juga sangat ramah lingkungan,” papar Refina.
Hasil perhitungan TEA menunjukkan bahwa limbah batang pohon kelapa sawit merupakan bahan baku yang paling ekonomis untuk produksi bioetanol, dibandingkan dengan bagian pohon kelapa sawit lainnya seperti tandan buah kosong dan sabut kelapa sawit. Meskipun demikian, Refina mengakui bahwa masih diperlukan subsidi untuk membangun infrastruktur pengembangan selulosa etanol.
Dukungan Infrastruktur
“Kita masih harus membangun infrastrukturnya dan lain sebagainya yang memang dibutuhkan untuk pengembangan selulosa etanol. Itu adalah batang pohon kelapa sawit dengan besaran sekitar Rp 6.700 per liter untuk subsidinya. Kalau untuk biaya produksinya sebesar Rp 7.000,” jelas Refina.
Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya pada 20 Oktober lalu menekankan pentingnya swasembada energi. Beliau menyatakan bahwa hasil perkebunan seperti kelapa sawit, singkong, tebu, dan jagung memiliki potensi besar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati pengganti minyak bumi.
Pemerintahan Prabowo juga mencanangkan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia melalui pengembangan biodiesel, bioavtur, dan bioetanol, serta energi terbarukan lainnya dari angin, matahari, dan panas bumi. Pengembangan bioetanol dari singkong dan tebu juga masuk dalam program kerja Prabowo-Gibran dalam Asta Cita 2 poin ekonomi hijau. Program ini bertujuan untuk mencapai kemandirian komoditas gula.
Peran APROBI dalam Pengembangan Bioetanol Berkelanjutan
Sebagai asosiasi yang mewadahi produsen biofuel di Indonesia, APROBI memiliki peran penting dalam mendukung pengembangan bioetanol berkelanjutan. APROBI dapat:
- Mendorong penelitian dan pengembangan teknologi untuk pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku bioetanol.
- Memfasilitasi kerjasama antara produsen bioetanol, petani, dan pemerintah.
- Memberikan masukan kepada pemerintah terkait kebijakan dan regulasi bioetanol.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat bioetanol berkelanjutan.
Diversifikasi bahan baku bioetanol, khususnya pemanfaatan limbah pertanian, merupakan langkah penting untuk mencapai energi terbarukan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan dukungan dari pemerintah, industri, dan masyarakat, Indonesia dapat mewujudkan visi swasembada energi dan menjadi raja energi hijau dunia.