Edukasi Biodiesel Di Perkemahan Pramuka

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Sawitindonesia.com | Sabtu, 8 Januari 2022

Edukasi Biodiesel Di Perkemahan Pramuka

Bicara Pramuka tidak sebatas belajar berkemah dan berkelompok. Sosialiasi perkenalan biodiesel juga diberikan untuk memperkenalkan manfaatnya. Perkemahan Wirakarya Nasional 2021 menjadi momentum bagi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) untuk mengenalkan biodiesel sebagai energi baru terbarukan berbasis sawit. Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) diikuti 1.000 peserta dari berbagai daerah yang lolos seleksi. Kali ini gelaran acara gerakan Pramuka dilaksanakan 3 – 10 Desember 2021 dan berlangsung di dua lokasi, yakni di Bumi Perkemahan Abdurrahman Sayoeti, Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi sebagai Main Camp. Selain itu juga dilaksanakan di lima desa di Kabupaten Batanghari, seperti di Desa Bajubang Laut, Sungai Baung, Aro, Muaro Singoan dan Desa Olak sebagai lokasi kegiatan di luar perkemahan induk. Secara virtual, dibuka oleh Sekretaris Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, Zainudin Amali. Dan, dihadiri Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka Budi Waseso. Ketua Harian APROBI sekaligus Pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Paulus Tjakrawan, Biodiesel menjadi energi baru terbarukan sangat penting yang saat ini dikembangkan pemerintah untuk ketahanan energi, mengurangi emisi karbon dan menekan defisit perdagangan serta meningkatkan kesejahteraan petani. Biodiesel ini penting untuk disosialisasikan kepada anak muda terutama peserta gerakan Pramuka yang diikuti peserta usianya 15 – 20 tahun dari berbagai daerah se-Indonesia. “Dengan dukungan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), kami mengadakan sosialisasi di acara PWN 2021. Selama 7 hari (4 – 10 Desember 2021), peserta akan menerima sesi khusus pengenalan Biodiesel dari bahan minyak nabati kelapa sawit,” ujarnya, saat ditemui di Jambi, pada Sabtu (4 Desember 2021). “Momen ini (PWN 2021) sangat tepat untuk menyampaikan informasi (biodiesel), apalagi saat ini industri sawit kerap dituding isu negatif. Maka, perlu dikonter dengan informasi positif industri sawit. Paling tidak, mereka (anak-anak muda) harus mendapatkan informasi yang benar tentang kelapa sawit, kami juga bagikan buku tentang kelapa sawit untuk tambahan pengetahuan tentang industri kelapa sawit yang saat ini dikembangkan menjadi energi baru terbarukan yaitu Biodiesel,” imbuh Paulus yang sejak muda aktif di Gerakan Pramuka. Irma Rachmania Ketua Bidang Marketing dan Promosi Aprobi menjelaskan bahwa biodiesel dari kelapa sawit merupakan sumber energi yang paling banyak diproduksi di Indonesia. “Aprobi memberikan sosialisasi mengenai biodiesel yang berasal dari kelapa sawit. Kita rasa ini penting untuk kakak-kakak Pramuka karena biodesel adalah satu satunya Renewable Energy yang sudah di eplementasi di Indonesia,” jelasnya. Ia berharap peserta PWN Jambi yang sudah mengikuti pelatihan dari Aprobi dapat memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat terkait biodisel. “Manfaatnya besar, pekerja dari produksi sawit itu 16 juta orang. Kalo bukan kita yang membela sawit di Indonesia siapa lagi. Kita musti yakin ini bahwa ini komoditas terbaik Indonesia. Harapannya, nantinya mereka bisa memberikan pemahaman baik tentang biodesel. Dan mengembangkan sumber energi yang lain,” jelasnya. Terlebih di provinsi Jambi juga salah satu daerah dengan komoditas kelapa sawit. “Semua sumber biodesel dari kelapa sawit. Banyak sebenarnya yang bisa dikembangkan sebagai sumber energi, tapi saat ini yang tersedia adalah kelapa sawit. Kita mesti bangga, karena Indonesia nomor satu di dunia untuk biodisel,” terangnya. Kegiatan sosialisasi energi baru terbarukan kepada masyarakat menjadi salah satu agenda kegiatan PWN 2021 yang mengusung tema “Berbakti tanpa Henti, Berinovasi dan Berkarya Nyata untuk Indonesia”. Terkait hal ini, Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Budi Waseso menyatakan energi fosil atau energi yang tidak terbarukan lama kelamaan akan habis, maka dari itu pemerintah tengah berupaya memproduksi energi terbarukan. Kita, Gerakan Pramuka Nasional, mendukung itu,” ucapnya, saat ditemui usai pembukaan PWN 2021. Selanjutnya, ia mengatakan saat ini pemerintah tengah gencar melakukan mengembangkan energi baru terbarukan yaitu memproduksi energi terbarukan kelapa sawit menjadi biosolar. “Energi baru terbarukan mutlak harus dikembangkan, karena energi yang sekarang ada seperti solar itu masih menggunakan bahan baku dari minyak bumi lama kelamaan akan habis karena tidak dapat diperbaharui. Maka, Kami sangat mendukung program energi baru terbarukan yang diserukan presiden Joko Widodo salah satu pengembangan energi baru terbarukan dari kelapa sawit menjadi Biodiesel karena Biofuel dari minyak nabati (sawit) sangat ramah lingkungan,” pungkasnya. Senada dengan Budi Waseso, Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman, mengatakan pengembangan energi baru terbarukan yang terus dilakukan. “Kalau orientasinya tidak menggunakan energi terbarukan (SDA) maka energi yang ada sekarang akan habis karena tidak bisa diperbaharui. “Oleh karena itu, energi terbarukan sangat penting dan strategis. Di pembekalan kegiatan di pramuka juga ada pembengunan berkelanjutan yang tentunya berorientasi memperhatikan lingkungan, jika menggunakan pola lama dan mengoptimalkan SDA yang ada berdampak pada lingkungan,” katanya, ditemui di lokasi PWN 2021. Lebih lanjut, Sudirman menambahkan saat di beberapa negara maju yang sangat konsen pada lingkungan sudah tidak lagi mengeksploitasi SDA yang ada, berbeda dengan di negara kita kalau ada potensi maka dikeruk habis-habisan. Yang terjadi, dampak lingkungan yang tidak sedikit biayannya.

Edukasi Biodiesel Di Perkemahan Pramuka

Kabarbisnis.com | Minggu, 9 Januari 2022
Biodiesel, cara RI lakukan akselerasi transisi energy
Pemerintah menetapkan biodiesel sebagai transisi energi alternatif masa depan.Bahan bakar nabati ini bukan hanya berhasil menghemat devisa dari energi fosil, namun juga mengurangi emisi gas rumah kaca. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri atas campuran senyawa methyl ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin disel. Penggunaan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) digunakan sebagai bahan baku utama biodiesel. Teknis sederhananya, olahan minyak sawit campuran (Fatty Acid Methyl Esters FAME) sebanyak 30% dicampur ke dalam minyak solar sehingga menghasilkan produk bernama B30. Kebijakan ini dirintis sejak tahun 2006 yang diawali dari B5 dan mulai diproduksi masif di mulai tahun 2016 guna penambahan solar sebanyak 20%. Mengutip data dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) menyebutkan program mandatori biodiesel mampu menghemat devisa dari impor solar hingga Rp 176 triliun. Penghematan devisa ini terhitung sejak tiga tahun terakhir atau setara volume 25 juta kilo liter (KL) dan pembayaran pajak mendekati Rp 9 triliun. “Khusus tahun ini, kita menghitung devisa yang bisa diselamatkan sebesar US$3,9 miliar atau mendekati Rp 59 triliun, khusus di tahun 2021,” ujar Tungkot kepada kabarbisnis.com di Jakarta, baru-baru ini. Ketua Bidang Riset dan Teknologi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Jummy Bismar Martua menekankan kebijakan dari hilirisasi sawit sejalan dengan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) yang berupaya meningkatkan penggunaan energi terbarukan di Indonesia dari 5% di 2013 menjadi 23% di 2025 mendatang. Biodiesel sendiri berperan besar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020, biodiesel berkontribusi mengurangi emisi 22,48 juta ton CO2 ekuivalen dan diperkirakan akhir 2021 berkontribusi mengurangi emisi 25,4 juta ton CO2 ekuivalen. Kontribusi biodiesel di tahun 2020 berhasil menekan 22% gas rumah kaca dar penggunaan energi fosil sebagaimana target Indonesia yang tertuang dalam dokumen National Determined Contribution (NDC) tahun 2030. Menurut Jummi, program mandatori B30 ini merupakan dukungan industri sawit terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). “Biodiesel sebagai buah implentasi Indonesia sebagai anggota Paris Agreement yang berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca dari 26% di 2020 menjadi 29% di 2030,” kata Jummy. Peranan B30 menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang sudah mencampurkan energi terbarukan yang menerapkan B30 dengan bahan baku sawit. Dengan argumen yang sama yakni menghadapi perubahan iklim, sejumah negara juga mengurangi penggunaan energi fosilnya dengan mencampurkan bahan bahan bakar nabati. Seperti Brasil (E27), Norwegia (E20) dan Argentina (E12) –mencampurkan ethanol. Negara industri maju seperti Amerika Serikat (B20) dan Inggris (B10) juga menggunakan biodiesel. Sementara Jerman berbasis ethanol (E10). Negara serumpun juga mengikuti jejak langkah Indonesia seperti Malaysia dan Thailand mengembangkan biodiesel B10 dan B5. Posisi Indonesia di posisi terdepan dalam pengembangan bahan bakar nabati ini ditopang perkebunan sawit yang mencapai 16,8 juta hektar (ha) dan potensi produktivitasnya dapat ditingkatkan sehingga produksi CPO di tahun 2021 melebihi 51 juta ton. “Indonesia berkontribusi sekitar 64% terhadap pasokan minyak sawit global dan memiliki peran 23% dari minyak global pada tahun 2020. Program B30, B40 ataupun B50 masih bisa didukung oleh perkebunan kelapa sawit nasional,” ujarnya. Adapun di tahun 2022, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan alokasi biodisel 10,1 juta KL, angka ini naik dari alokasi dari tahun ini sebesar 9,4 juta KL. Perkiraan kebutuhan itu berdasarkan pada realisasi impor minyak solar dan realisasi penyaluran biodiesel pada 2021. Selain itu, asumsi pertumbuhan demand sebesar 5,5% dan estimasi permintaan solar sebesar 33,84 juta kL di tahun 2022. Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menyebutkan program penyaluran program biodiesel pada 2022 ini akan didukung oleh 22 BU BBN dengan kapasitas terpasang sebesar 15,5 juta KL dan kemampuan produksi tahunan sebesar 13,5 juta KL. Sebagai salah satu perusahaan terbesar yang mengolah Biodiesel, Apical Group, sebut Jummy, saat ini mempunyai kapasitas 2,3 juta metrik ton per tahun 2021 dan siap berperan dalam energi baru terbarukan.Tahun 2021 lalu, realisasi penyaluran mandatori B30 Apical diprediksi sebesar 908.338 dari alokasi 916.441 KL (99,12,%). Program B30 membawa banyak manfaat ke ranah lingkungan dan ketahanan energi. Biodiesel mengurangi impor bahan bakar sekitar 700.000 juta barel per hari (bph), sedangkan Indonesia hanya memproduksi 778.000 bph. “Biodiesel juga mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan bagi 1,5 juta petani sawit,” terangnya.
Uji coba B40
Terkait rencana penerapan B40, Dadan menjelaskan pihaknya sudah melakukan pengujian laboratorium dengan tiga komposisi. Pertama, B40 dengan menggunakan FAME dengan spesifikasi yang berlaku sekarang. Kedua, mencampurkan B30 FAME dengan Distilled Palm Oil Methyl Ester (DPME) 10%. Ketiga, uji coba dengan B30% FAME ditambah Hydrogenated Vegetable Oil (HVO) 10%. “Kami melakukan uji karakteristik dari sisi fisika kimia baik itu yang terkait aspek kinerja, nilai kalori, aspek lingkungan secara khusus kandungan sulfur. Hasilnya secara umum semua juga bisa berjalan di dalam engine,” ujarnya. Pihaknya merekomendasikan B40 dengan dua opsi. Pertama, B30 FAME ditambah DPME 10%. Opsi kedua adalah B30 FAME ditambah HVO 10%. Uji kinerja terbatas pada sampel B40 dan B30 FAME ditambah DPME 10% terhadap B30 menunjukkan penurunan torsi daya 1,1-2,1%, peningkatan konsumsi 1,1%, dan penurunan kapasitas gas buang. Sedangkan sampel B30 FAME ditambah HVO 10% memberikan nilai tambah pada daya maksimal 0,6% dan torsi maksimal 2,6%Dari sisi kapasitas , produksi FAME sebetulnya mencukupi. Namun apabila memilih B30 ditambah DPME 10%. Menurut Dadan, pihaknya masih memerlukan waktu untuk memastikan dari produsen melengkapi fasilitasnya terkait penurunan kandungan airnya. “Intinya penambahan DpME10% akan meningkatkan kualitas biodiesel, sehingga pada saat implementasi hanya akan dikenal B40, dengan kualitas biodiesel yang semakin baik,” terang Dadan. Namun, menjadi catatan dalam program mandatori biodiesel juga terkait besarnya pendanaan yang digulirkan BPDKS tahun 2021 sebesar Rp 51,86 triliun dengan volume 9,18 juta KL biosolar. Atas melonjak harga CPO di pasar dunia, pemerintah menerbitkan PMK no 76/PMK.05/2021 merevisi PMK 191/2021. Dalam bleid terbaru tarif pungutan ekspor terbesar dipatok sebesar US$175 per ton untuk harga CPO di atas US$1.000 per ton.BPDKS memprediksi permintaan ekspor CPO tahun 2022 akan meningkat menjadi 27,9 juta ton. Meski begitu, BPDKS memperkirakan penerimaan dana tahun ini sebesar Rp 45 triliun , jauh lebih rendah dengan realisasi penerimaan per 17 Desember 2021 mencapai Rp 69,72 trililiun.Alasan prediksi penurunan penerimaan karena terkoreksinya harga CPO di kisaran US$800 – US$900 per ton. Kepala BPDPKS, Eddy Abdurrachman mengakui besarnya dana yang disalurkan untuk menutupi selisih harga biodiesel dengan solar. Harga biosolar dihargai Rp 5.150 per liter, padahal secara keekonomiannya mencapai Rp 13.746 per liter. Sedangkan harga solar sendiri berada di kisaran Rp 8.263 per liter. Kian membesarnya insentif biodiesel ini tidak terlepas dari melonjaknya harga CPO di pasar dunia dan meningkatnya konsumsi didalam negeri.Penyaluran BPDKS bagi biosolar sepanjang tahun 2020 mencapai Rp 28,01 triliun dengan volume 8,42 juta KL. Ketua Umum Aprobi, MP Tumanggor kepada kabarbisnis.com mengatakan, secara ekosistem bisnis produsen mampu memasok kebutuhan FAME bagi mandatori B40. Hanya saja perlu dilakukan analisa dan perhitungan terhadap tersedianya dana BPDPKS karena dengan adanya tambahan volume FAME sekitar 1,5 juta Kl maka akan terjadi pula pengurangan penerimaan dari ekspor CPO. Tungkot pun menghitung apabila ada peningkatan volume biosolar sebanyak 1 juta KL maka dibutuhkan tambahan biodiesel setidaknya sebesar 300.000 KL. Meski secara kalkulasi bisnis, harga biodiesel sudah lebih mahal, namun jika ditilik faktor ekonomi dan sosial maka program mandatori ini masih visible. “Pengembangan energi terbarukan di negara industri maju pun,negara tetap memberikan subsidi,Tapi ini kan bukan dari APBN tapi dana pungutan dari ekspor sawit,” ujarnya. Sebagai jalan tengah, menurut Tungkot alokasi alokasi biodiesel non public service obligation (PSO) tidak dibiayai dari BPDKS. Pasalnya program mandatori biosolar ditujukkan seperti transportasi publik. Sementara untuk pelanggan industri , pertambangan dan perkebun pun selayaknya menggunakan biosolar non PSO yang harganya sudah diatas Rp 12.000 per liter. Tungkot menduga pemerintah belum akan menerapkan mandatori B40 dalam waktu dekat, sembari melihat perkembangan uji coba green disel. Dia memperkirakan serapan B40 baru akan direalisasikan kepada semester II tahun 2022 guna mempersiapkan kelengkapan administarasi dan aturan penunjang.
https://www.kabarbisnis.com/read/28111207/biodiesel-cara-ri-lakukan-akselerasi-transisi-energi

Kontan.co.id | Sabtu, 8 Januari 2022
Ini Tantangan yang Dihadapi Industri Biodiesel Dalam Negeri
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan alokasi volume biodiesel di tahun 2022 akan mencapai 10,15 juta kilo liter. Menurut Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dengan angka tersebut, perkiraan dana pembiayaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan sebesar Rp 35,41 triliun. Terkait dengan target tersebut, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan bahwa saat ini Aprobi mempunyai kapasitas produksi biiodiesel sebesar 14,5 juta kilo liter. Akan tetapi, kapasitas produksi maksimal yang dapat dihasilkan sekitar 80%, atau 11,6 juta kilo liter. Sehingga, sangat memungkinkan target pemerintah sebanyak 10,15 juta kilo liter dapat diakomodasi. Sementara itu, saat ini, Paulus mengungkapkan bahwa pihaknya masih menghadapi beberapa tantangan seperti, menjaga kualitas, pasokan atau transportasi, dan harga CPO. “Tantangan yang kami hadapi adalah menjaga kualitas dan pasokan/transportasi. Sampai saat ini tingginya harga CPO merupakan tantangan juga yang bisa kita bersama atasi,” katanya kepada Kontan, Selasa (4/1). Terkait dengan tantangan tersebut, Paulus menyebut bahwa pihaknya akan mengatasinya dengan kerja sinergi antara semua pemangku kepentingan. Ia juga mengungkapkan bahwa di tahun ini akan ada penambahan kapasitas produksi dari biodiesel. Namun, ia belum tahu berapa besar penambahan kapasitas produksinya. Tahun 2021, produksi biodiesel diproyeksikan kementerian ESDM akan mencapai 9,3 juta kilo liter.
https://newssetup.kontan.co.id/news/ini-tantangan-yang-dihadapi-industri-biodiesel-dalam-negeri-1

BERITA BIOFUEL

Kompas.com | Sabtu, 8 Januari 2022
BPH Migas Tugaskan Pertamina dan AKR Corporindo Salurkan 15,1 Juta Kiloliter Solar
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengeluarkan penugasan penyediaan dan penyaluran kuota volume penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) kepada PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Patra Niaga, dan PT AKR Corporindo Tbk. Penetapan kuota ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta kemampuan keuangan negara. Kuota JBT yang akan disalurkan pada 2022, terbagi menjadi minyak tanah (kerosene) sebesar 480.000 kiloliter dan minyak solar (gas oil) sebesar 15.1 Juta kiloliter. “Penetapan kuota ini didasarkan kepada tiga variabel dasar perhitungan, antara lain, usulan Kebutuhan JBT minyak solar tahun 2022 dari Pemda, data realisasi penyaluran JBT minyak solar PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Tahun 2021 dan rumusan formula yang sesuai dengan kesepakatan rapat bersama stakeholder,” ujar Kepala BPH Migas Erika Retnowati melalui siaran persnya di Jakarta, dikutip Sabtu (8/1/2022). Selain itu, hasil Sidang Komite BPH migas juga memutuskan volume penyaluran JBT yang melebihi kuota tidak akan diakui sebagai JBT dan dihitung sebagai JBU. Penetapan penugasan penyediaan dan pendistribusian kuota volume penyaluran JBT termaktub dalam Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 102/P3JBT/BPHMIGAS/KOM/2021 dan Nomor 103/P3JBT/BPHMIGAS/KOM/2021 tanggal 27 Desember 2021. BPH Migas sesuai dengan tugasnya mengatur dan menetapkan ketersediaan dan distribusi BBM serta memastikan JBT solar diberikan kepada yang berhak dan tepat sasaran. Selain itu BPH Migas juga perlu mengevaluasi konsumsi solar serta melakukan sosialisasi kepada stakeholder terkait pengaturan dan penyalurannya. Dalam regulasi tersebut diatur pula apabila terjadi peningkatan kebutuhan atau gangguan distribusi pada suatu daerah, Pertamina, Pertamina Patra Niaga dan AKR Corporindo dapat melakukan penyesuaian kuota antar-penyalur dalam satu kabupatenatau kota yang sama. Sepanjang tidak mempengaruhi jumlah total kuota kabupaten atau kota tersebut, dengan tetap berkoordinasi dengan BPH Migas dan pemerintah daerah setempat. “Dalam perubahan kuota suatu wilayah, Pertamina wajib melaporkan kepada BPH Migas paling lambat satu bulan setelah perubahan. Yang terpenting adalah tepat sasaran penyalurannya sehingga kuota JBT dikonsumsi oleh yang berhak,” pungkasnya.
https://money.kompas.com/read/2022/01/08/170100126/bph-migas-tugaskan-pertamina-dan-akr-corporindo-salurkan-15-1-juta-kiloliter

Sindonews.com | Minggu, 9 Januari 2022
Bebani APBN, Pengamat: Subsidi Solar Juga Perlu Dikurangi
Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tahun ini menugasi PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) menyalurkan solar bersubsidi sebanyak 15,1 juta kiloliter (KL). Pertamina mendapat penugasan sebanyak 14,9 juta KL dan AKRA sebesar 186.000 KL. Penetapan kuota ini didasarkan tiga variabel dasar perhitungan, yakni usulan kebutuhan JBT minyak solar tahun 2022 dari pemda; data realisasi penyaluran JBT minyak solar Pertamina dan AKR tahun 2021; dan rumusan formula yang sesuai dengan kesepakatan rapat bersama para pemangku kepentingan. Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah mulai mengurangi beban subsidi pada solar. Alasannya, disparitas harga jual solar subsidi dan harga keekonomiannya sangat tinggi. Selain itu, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk kepentingan bisnis. “Pemerintah setidaknya sudah mulai berusaha mengurangi beban subsidi pada BBM jenis solar,” ungkap Sofyano dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/1/2022). Sofyano mengungkapkan, subsidi pada solar sangat besar. Tercatat, solar subsidi saat ini hanya dijual seharga Rp5.150/liter. Sementara, harga solar nonsubsidi mencapai sekitar Rp11.000/liter. “Jadi disparitas harga yang terjadi sangat besar atau sekitar Rp5.850/liter,” paparnya. Sementara, lanjut dia, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk bisnis. Selain itu, kata dia, penggunaannya juga nyaris tak terukur. “Hal ini beda dengan penggunaan LPG subsidi per rumah tangga yang maksimal hanya 3 tabung per bulan,” kata Sofyano. Sofyano mempertanyakan mengapa sampai saat ini pemerintah belum terdengar akan mengoreksi harga jual solar subsidi, atau berupaya mengalihkan subsidi solar agar lebih tepat sasaran. “Apakah subsidi solar ini tidak menjadi beban buat pemerintah dibanding, misalnya dengan subsidi terhadap LPG 3 kg. Atau apakah pengguna solar subsidi selama ini sudah tepat sasaran sehingga tidak masalah bagi pemerintah dan APBN?” tuturnya. Menurut dia, solusi yang perlu dilakukan Pemerintah antara lain dengan menaikkan harga jual solar subsidi sehingga paling tidak rentang perbedaannya dengan solar nonsubsidi tidak sebesar seperti saat ini. Selain itu, pemerintah dinilai perlu menetapkan penggunaan solar subsidi untuk jenis kendaraan tertentu saja, yakni hanya untuk kendaraan bermotor pelat kuning dan maksimal roda enam. “Ini seharusnya bisa dilakukan jika pemerintah merasa bahwa subsidi adalah beban terhadap APBN. Sebab, jika ini bukan beban APBN, maka logikanya subsidi LPG pun tidak jadi masalah buat APBN, dan ini akan dinilai adil oleh masyarakat,” pungkasnya.
https://ekbis.sindonews.com/read/651667/34/bebani-apbn-pengamat-subsidi-solar-juga-perlu-dikurangi-1641693681