ESDM: Harga indeks pasar biodiesel naik Rp221, jadi Rp12.382 per liter
Antaranews.com | Kamis, 1 Agustus 2024
ESDM: Harga indeks pasar biodiesel naik Rp221, jadi Rp12.382 per liter
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Biodiesel untuk Agustus 2024 sebesar Rp12.382 per liter. “HIP BBN Biodiesel bulan Agustus 2024 mengalami peningkatan sebanyak Rp221 per liter, apabila dibandingkan dengan Juli lalu yang berada di angka Rp12.161 per liter,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi, dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis. Agus menuturkan bahwa Harga Indeks Pasar BBN Biodiesel tersebut berlaku efektif mulai tanggal 1 Agustus 2024, sesuai dengan surat Direktur Jenderal EBTKE nomor T-2832/EK.05/DJE.B/2024 tanggal 28 Juli 2024. Adapun besaran Harga Indeks Pasar BBN jenis Biodiesel dihitung berdasarkan ketentuan Diktum Kesatu Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar. Lebih lanjut, Agus menjelaskan besaran konversi Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel adalah sebesar 85 dolar AS per metric ton (MT). Adapun cara perhitungan HIP BBN biodiesel, yakni diawali harga CPO KPB rata-rata ditambah dengan besaran konversi CPO menjadi biodiesel yang sebesar 85 dolar AS per ton. Kemudian, hasil pertambahan tersebut dikali 870 kg per meter kubik, lalu ditambah ongkos angkut. “Besaran ongkos angkut mengacu pada besaran maksimal ongkos angkut BBN jenis biodiesel yang dicampurkan ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024,” tuturnya. Adapun konversi nilai kurs, imbuh Agus, menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 25 Juni–24 Juli 2024 sebesar Rp16.286.
Liputan6.com | Kamis, 1 Agustus 2024
Harga Indeks Pasar BBN Bioetanol Agustus 2024 Turun, Biodiesel Naik
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Bioetanol Agustus 2024 sebesar Rp 15.010 per liter. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan, HIP BBN Bioetanol tersebut mengalami penurunan sebanyak Rp 91 per liter apabila dibandingkan dengan Juli 2024, yakni sebesar Rp 15.101 per liter. “Penetapan harga ini mulai efektif berlaku sejak 1 Agustus 2024 sesuai dengan yang tertera pada Surat Direktur Jenderal EBTKE Nomor T-2758/EK.05/DJE.B/2024 yang ditandatangani pada tanggal 24 Juli 2024,” ujarnya di Jakarta, Kamis (1/8/2024). Adapun perhitungan besaran harga HIP BBN Bioetanol tersebut menggunakan formula yang telah ditetapkan, yakni (Harga tetes tebu KPB Rata-rata 3 bulan x 4,125 kg/L) + 0,25 USD/L. Sehingga HIP BBN Bioetanol Bulan Agustus 2024 didapatkan besaran harga senilai Rp 15.010 per liter. “Harga tetes tebu KPB Rata-rata 15 Februari-14 Juli 2024 sebesar Rp 2.647 per kg, dengan konversi nilai kurs yang menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia dengan periode 15 Juni-14 Juli 2024 sebesar Rp 16.359,” terangnya.
Harian Neraca | Kamis, 1 Agustus 2024
Program Mandatory biodiesel Tingkatkan Daya Minyak Sawit
Penerapan biodiesel hingga saat ini banyak dinilai sukses baik dari sisi lingkungan maupun dari sisi penghematan dftsa. Kementerian ESDM mencatan pada 2023 biodiesel telah menghe-inatdevisalebihdariRpl22 triliun dan penurunan gas rumah kaca sebesar Rp 132 juta ton CO2. Meski demikian, saat ini pemerintah sedang mendorong bioenergy sa-lahsatunya melalui bahan baku Kelapa Sawit melalui program biodiesel. “Hal ini sebetulnya sudah terbukti menjamin stabilitas harga dan pasokan energi di dalam negeri. Pada satu sisi, kita tidak rentan dengan fluktuasi harga minyak bumi di pasar internasional. Di sisi lain, program mandatori biodiesel terbukti mampu meningkatkan daya serap produk minyak sawit di pasar doinestik. Sehingga harga sawit relatif stabil dan tinggi terlepas dari apaapun kondisi perekonomian global. Harga minyak sawit yang stabil dan baik pada a-khirnya akan meningkatkan pendapatan pemerintah dan kesejahteraan petani,” papar Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawi- jaya, aau biasa disapa Mauli. Sebagaimana diketahui, Mauli menjelaskan, bahwa dengan luas lahan sekitar 16,3 juta hektar dan produksi minyak sawit mencapai 50 juta ton, tidak ada isu terkait pasokan baik di pasar domestik maupun global. Absorbsi minyak sawit di pasar domestik, khususnya untuk bahan baku pangan dan energi, tidak mengurangi pasokan di pasar ekspor. “Sehingga dengan program mandatori B30 yang sekarang berjalan, kebutuhan bahan baku minyak sawit untuk biodiesel masih aman dan ekspor minyak sawit Indonesia juga masih tetap baik. Dengan produksi mencapai 50 juta ton, 70% masih teserap di pasar ekspor dan si sany a di pasar domestik. Permintaan ekspor masih tetap tinggi,” jelas Mauli. Namun, Mauli menerangkan, disaat yang sama saat adanya Kampanye negatif terhadap sawit tidak akan pernah berhenti selama minyak sawit memegang pangsa pasar terbesar dalam pasar minyak nabati global. Kampanye negatif terkait program mandatori biodiesel sebenarnya juga bagian dari kampanye negatif sawit yang berjalan sangat sistematis. Agak aneh memang jika program menciptakan energi baru dan terbarukan seperti biodiesel tetap mendapatkan kritik. Padahal program mandatori biodiesel adalah solusi paling efektif untuk mencapai kemandirian energi dan menciptakan lingkungan yang berkelanjutan. “Karenanya tidak semua paham kenapa Kelapa Sawit bisa digunakan sebagai bahan energi, kita perlu meningkatkan sosialisasi dan public awareness terkait program EBT, termasuk biodiesel. Karena program ini memberikan manfaat jangka panjang yang sangat besar. Dengan konsistensi melaksanakan kebijakan mandatori biodiesel, menuju Indonesia Em as 2045, Indonesia akan menjadi pusat energi dan pangan dunia,” terang Mauli. Erkait biodiesel. Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute DR Ir Tungkot Sipayung memaparkan, Indonesia telah mencatatkan diri sebagai Top-3 produsen dan konsumen biodiesel dunia. Bahkan dalam produksi dan komsumsi biodiesel berbasis sawit, Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Keberhasilan Indonesia dalam industri biodiesel merupakan hasil dari konsistensi Indonesia dalam menghasilkan dan mengkonsumsi biodiesel sebagai subsitusi solar fosil.
Harian Neraca | Kamis, 1 Agustus 2024
Pengembangan biodiesel Banyak Keuntungannya
Indonesia telah mencatatkan diri sebagai Top-3 produsen dan konsumen biodiesel dunia. Bahkan dalam produksi dan komsumsi biodiesel berbasis sawit, Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Keberhasilan Indonesia dalam industri biodiesel merupakan hasil dari konsistensi Indonesia dalam menghasilkan dan mengkonsumsi biodiesel sebagai subsitusi solar fosil. Saat ini pemerintah Indonesia telah menerapkan mandatory B35, yang artinya 35% menggunakan mi-nyaksawit Hal ini sebetulnya sudah sangat bagus dan sudah berjalan tapi kedepan kitti harus mengembangkan bukan hanya biodiesel tapi bisa juga Bensin Sawit (Bensa). Karena harus diakui bersama bahwa pengembangan biodiesel memberikan banyak manfaat yang dinikmati seluruh masyarakat/sektor pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana diketahui, bahwa pengembangan biodiesel berbasis sawit telah menciptakan berbagai manfaat sosial, ekonomi dan ekologi yang dinikmati masyarakat secara keseluruhan. Pertama, bisa menghemat solar yang berbahan baku dari fosil. Kedua, bisa menghemat devisa. Kebijakan man-datori biodiesel domestik, yang berdampak pada penurunan im porsolarfosiltersebutjugasecaralang-sung menghemat devisa untuk impor solar fosil. Ketiga bisa menurunkan emisi. Subsitusi solar fosil den -gan biodisel sawit dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 40-70%. Dan yang jelas, dengan mengembangkan dan menggunakan biodiesel didalam negeri maka bene-fitnya bukan hanya pada petani tapi juga pada negara. Saat ini tingginya kebutuhan akan CPO untukpro-duk hilir termasuk untuk pengembangan biodiesel, disnilah program peremajaan sawit rakyat (PSR) harus berjalan. Sebab dengan berjalannya program PSR maka produksi nasional akan meningkat melalui peningkatan produksi lahan petani. Program PSRharusberhasildanjangan dipersulit. Jadi apa yang tidak bisa diurus oleh petani maka dibantu oleh pemerintah. Sebab dengan berjalannya PSR maka produktivitas nasional akan naik, dan kita tidak akan kesulitan mencari bahan baku jika biodiesel dikembangkan. Tungkot menyebutkan bahwa saat ini total luas Perkebunan Kelapa Sawit yang mencapai 16,3 juta hekar, produktivitasnya hanya 4 ton per hektar per tahun, padahal potensinya bisa mencapai antara 8 -10 juta ton per hekar per tahun. Berarti menjelang tahun 2045 produksi nasional bisa mencapai 110 juta ton crude Palm Oil (CPO) padahal target dari Presiden Terpilih yakni Pak Prabowo hanya 100 juta ton. Artinya produksi sudah bisa melebihi target jika program PSR dijalankan. Disaat yang sama kita mengembangkan biodiesel disaat yang sama pula kita harus cepat untuk menjalankan program PSR, dan itu kuncinya. Tidak hanya itu, perlu diakui bahwa saat ini terlalu tinggi daya saing sawit untuk dikalahkan. Biasanya be rsaingsecara harga, ladi karena tidak mampu bersaing dengan sawit maka dikeluarkanlahblackcampaign dari pihak kom-petetor minyak nabati lainnya. .
The Jakarta Post | Kamis, 1 Agustus 2024
Lion Air vows all planes will use SAF by 2030
Indonesian budget carrier Lion Air Group aims to incorporate a percentage of sustainable aviation fuel (SAF) into all of its flights by 2030 as part of the company\’s larger effort to become “more sustainable”. Lion Air Group president director Daniel Putut Kuncoro Adi said on Tuesday that the airline would also shift its investments and purchases toward aircraft that it deemed more “environmentally friendly”. “[We hope] SAF\’s price will be competitive [enough] so the largest cost component of the aircraft would not increase. We hope that by 2030 all of our fleet will use SAF,” Daniel said as reported by Detik.com. Moreover, the airline would also incorporate materials and technology that could minimize the environmental impact of its maintenance facility and hangar. Indonesia has been pushing for the adoption of biofuel as it looks to cut costly imports of fuel and crude oil. So far implementation has covered trucks and cars, while tests have commenced on aircraft and trains. Flag carrier Garuda Indonesia conducted its first commercial flight using SAF in October last year using SAF containing 2.4 percent processed palm kernel oil, which has a higher saturated fat content than regular palm oil. Meanwhile, neighboring Singapore has taken a step further by requiring all flights departing the country to use SAF from 2026, according to an announcement in February. The city state aims for a 1 percent SAF target from 2026 and plans to raise it to 3-5 percent by 2030, although this is subject to global developments and the wider availability and adoption of SAF. Palm oil exporting company Apical Group\’s green energy general manager Aika Yuri Winata said in November last year that the use of SAF could increase ticket prices Jby between US$3 and $14 in 2030 and between $13 and $38 in 2050, as quoted-from CNBC Indonesia. This year, global production of unblended SAF is expected to reach nearly 400 million gallons, just 0.5 percent of fotal jet fuel demand, according to the International Air Transport Association (IATA). The IATA has deemed SAF a huge opportunity to advance de-carbonization in the aviation industry, according to its statement in December last year. It called on governments in many parts of the world to prioritize policies to incentivize the scaling up of SAF production, including diversifying its fleet stocks. The government has set its sights on making Southeast Asia\’s largest economy one of the world\’s prominent SAF suppliers, but experts told Tlie Jakarta Post that the environmental costs and competitiveness in the global aviation industry should be given due consideration. Indonesia, as the world\’s largest producer of crude Palm Oil (CPO), has been identified as a potential SAF feedstock supplier and has run pilot projects on the use of biofuel for aviation since 2021. The government is also eyeing the use of used cooking oil, of which the country also happens to be the third-largest exporter in the world, as well as exploring the po-tential of tum coconuts into SAF.