Farmers yet to benefit from CPO levy waiver (Government needs to improve Palm Oil management policy)

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

The Jakarta Post | Sabtu, 3 September 2022

Farmers yet to benefit from CPO levy waiver (Government needs to improve Palm Oil management policy)

The extension of the crude Palm Oil (CPO) export levy waiver, despite being successful in stabilizing CPO prices, has proved to be less effective in resolving the chronic issue of falling fresh fruit bunch (FFB) prices, which the government has been trying to tackle for the past few months. In this regard, farmers\’ associations have expressed the hope that the price of FFBs will start to rise significantly on the back of the extended CPO export levy waiver, but they claim that the policy may be in vain if weak regulatory enforcement is not addressed. The CPO export levy waiver has been extended to Oct. 31. Previously, the government had announced a slashing of export levies for all Palm Oil derivative products until Aug. 31 to boost exports and ease high domestic inventories. PaJm Oil Smallholder Union (SPKS) secretary-general Man-suetus Darto suggested the government improve Palm Oil management policy in the country, for example, by renewing the moratorium on oil palm plantations. Palm oil reform was left in limbo after the moratorium, which required government agencies to stop granting new licenses for palm oil concessions and to review existing ones every three years, lapsed on Sept 19 last year, exactly three years after its inception through Presidential Instruction (Inpres) No. 8/2018. “[The SPKS] appreciates the government\’s move to extend the CPO export levy waiver policy, but a thorough evaluation on the use of export levy funds and their role in farmers! prosperity is also critical,” he told The Jakarta Post-earlier this week. After over a month of the CPO levy waiver implementation, he claimed, FFB prices, while they had risen, remained relatively low, adding that the government “would need to fix the regulations on the CPO supply chain as a whole to address the problem.” The Agriculture Ministry did not immediately respond to a request for comment regarding the matter. As of Aug. 27, FFB prices for independent farmers averaged Rp 1,781 (12 US cents) per kilogram and Rp 1,927 per kg for smallhold-ers in a formal partnership with Palm Oil companies, Indonesian Oil Palm Farmers Association (Apkasindo) data show, marking a slight increase of Rp 981 and Rp 727, respectively, from July 14, a day before the export levy waiver policy was implemented. Apkasindo chairman Gulat Manurung said that while scrap- ping export levies for CPO and its derivative products was necessary to control the supply-and-demand balance, the scheme still needed to be complemented with proper enforcement of Agriculture Ministry Regulation No. 1/2018 on FFB pricing to ensure fair prices for palm farmers. Nevertheless, he remains optimistic that the FFB price will gradually surpass Rp 3,500 per kg before the CPO levy waiver ends on Oct. 31, given the uptrend in global CPO prices. “We hope FFB prices will [significantly] increase soon so the export levy can be imposed again,” Gulat told the Post, citing the importance of the export levy in funding Palm Oil farmers\’ capacity-building programs.

Biodiesel allocation

Coordinating Minister for Economic Affairs Airlangga Hartar-to, during a meeting with the Oil Palm Plantation Support Fund Management Agency (BPDPKS) steering committee last Sunday, said that the extension of the CPO levy waiver was intended to maintain the stability of the CPO price, reduce the price of cooking oil and boost FFB prices. The meeting also agreed to increase the allocation of biodiesel to 11.02 million kiloliters, up 8.6 percent from the 10.15 million kl initially allocated, to anticipate soaring diesel fuel consumption in the fourth quarter this year amid an ongoing economic recovery. Paulus Tjakrawan, chairman of the Indonesian biodiesel Producers Association (APROBI), said he was confident that the government had carefully considered its decisions on extending the CPO export levy waiver and increasing the biodiesel allocation for this year. Nonetheless, he admitted the association could not give exact estimates on the impact of both rulings on the domestic biodiesel industry just yet CPO exports in June reached 2.33 million tonnes, 3.4 times higher than the previous month after the government lifted the commodity\’s export ban on May 23, Indonesia Palm Oil Association (GAPKI) data show. CPO consumption, on the other hand, increased by 225,000 tonnes month-to-month (mtm) to 1.83 million tonnes in June. GAPKI secretary-general Eddy Martono told the Post that the CPO export waiver is expected to stabilize domestic CPO and FFB prices but that “it all depends” on domestic supply and demand as well as the global CPO price. “If there is no significant improvement [in CPO and FFB prices], the government may consider extending the policy [beyond Oct. 31],” he said.

 

BERITA BIOFUEL

 

 

Harian Kontan | Sabtu, 3 September 2022

Program B35 Berdampak Positif pada Industri Sawit

RENCANA pemerintah menerapkan program campuran biodiesel 35% atau B35 bakal berdampak positif bagi kinerja industri kelapa sawit di dalam negeri. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengungkapkan, kebijakan ini berpotensi membantu penyerapan crude palm oil (CPO) dalam negeri. Terlebih saat ini pasokan dalam negeri masih melimpah akibat ekspor yang belum lancar. “(Juga) dapat membantu menaikkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani,” kata Eddy. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, sejumlah penyesuaian telah dilakukan dalam menyongsong program B35. Senada dengan Eddy, ia juga berharap, implementasi program B35 dapat meningkatkan serapan sawit di dalam negeri. Sehingga, harga sawit di pasar domestik juga akan meningkat. “Ya, ini kan sekarang harga sawit sedang turun. Jadi, dalam konteks itu kalau dinaikkan permintaannya dan harganya naik tentu akan menolong harga TBS di tingkat petani sawit menjadi semakin bagus dari kondisi sekarang,” ujar Dadan.

Harian Ekonomi Neraca | Senin, 5 September 2022

B-100 Solusi Energi?

Temuan para peneliti Badan Litbang Kementan RI yang diberi nama B-100 (Biodiesel 100 persen) ini pun tentunya cukup mengejutkan, karena sudah bisa menjawab keinginan dunia. Sebab BBM untuk mesin solar/diesel ini ternyata hatian bakunya berasal dari sumber daya alam yang mudah ditemukan yakni kemiri sunan dan relatif ramah lingkungan karena 100 persen organik. Bahan bakar minyak (BBM) fosil yang merupakan hadiah dari Tuhan kepada bangsa ini yang keberadaannya saat ini semakin menipis, bahkan tidak lama lagi akan musnah yang disebabkan terus meningkatnya produksi kendaraan berbahan bakar minyak. Meskipun perusahaan otomotif terus berupaya menciptakan mesin kendaraan bermotor yang disinyalir bisa hemat BBM, tetapi tetap saja konsumsi BBM akan bertambah jika kendaraannya ber-CC besar ditambah produksi kendaraan yang terus meningkat setiap tahunnya. Namun demikian, bukan berarti perusahaan otomotif tidak memikirkan kondisi menipisnya persiaan BBM dari fosil, sehingga diciptakanlah kendaraan bertenaga listrik. Tapi apa dikata, kendaraan tersebut masih kurang populer di kalangan masyarakat Indonesia ditambah harganya yang cukup menguras kantong. Tentunya kondisi seperti ini menjadi perhatian dunia, bahkan pada konferensi G-20 menjadi isu utama pembahasan tidak hanya dilihat dari sisi persediaan BBM saja, tetapi kondisi lingkungan yang di mana sudah terjadi pemanasan global akibat dampak dari emisi gas buang kendaraan. Sehingga, saat ini berbagai negara tengah berlomba-lomba menciptakan BBM yang berbahan baku non-fosil dan ramah lingkungan. Sebab jika terus ketergantungan dengan BBM yang berasal fosil maka diprediksi tidak akan lama lagi keberadaannya akan musnah. Sudah barang pasti kenaikan harga BBM akan berdampak bagi perekonomian bahkan bisa memicu terjadinya inflasi. Maka dari itu, Presiden RI Ioko Widodo menginstruksikan jajarannya untuk terus berinovasi menciptakan sumber energi baru terbarukan yang tentunya ramah lingkungan. Merespons permintaan Presiden, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berinovasi hingga berhasil menciptakan sumber energi baru terbarukan yang bisa menjadi solusi di tengah persediaan BBM sumber fosil yang semakin menipis. Temuan para peneliti Badan Litbang Kementan RI yang diberi nama B-100 (Biodiesel 100 persen) ini pun tentunya cukup mengejutkan, karena sudah bisa menjawab keinginan dunia. Sebab BBM untuk mesin solar/diesel ini ternyata bahan bakunya berasal dari sumber daya alam yang mudah ditemukan yakni kemiri sunan dan relatif ramah lingkungan karena 100 persen organik. Kepala Badan Litbang Kementan Prof Fadjry Djufry mengatakan B-100 ini tentu menjadi harapan semua pihak tidak hanya untuk Indonesia saja tetapi dunia. Bahkan, B-100 tersebut sudah diujicobakan ke sejumlah kendaraan bermotor bermesin diesel/solar dan hasilnya cocok serta tidak merusak kondisi mesin. Selain itu, kendaraan yang diujicobakan untuk menggunakan BBM ini sudah berhasil menempuh jarak perjalanan hingga ribuan kilometer dan ternyata kondisi mesin kendaraan baik-baik saja dan belum ditemukan permasalahan. Bahkan, \’ diklaim kendaraan yang menggunakan B-100 jauh lebih irit dibandingkan BBM jenis solar/diesel lainnya. Dari sisi harga, Fadjry menyebutkan B-100 ini jauh lebih murah dibandingkan dengan BBM serupa nonsubsidi dengan selisih harga sekitar Rp3 ribu hingga Rp4 ribu setiap liternya. Karya anak bangsa ini pun sudah dilaporkan kepada Presiden RI Jokowi yang diharapkan ke depan bisa diproduksi secara massal untuk membantu rakyat Indonesia dalam memenuhi permintaan akan BBM. Untuk saat ini B-100 tersebut sudah diproduksi di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) di Jalan Raya Pakuwon Km 2, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, jabar. Meskipun belum diproduksi secara besar-besaran, Fadjry sangat optimistis temuan ini bisa diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, B-100 diharapkan bisa menjadi produk kebanggaan RI di mata dunia, bahkan diklaim produk BBM ramah lingkungan yang benar-benar murni 100 persen organik baru ada di Indonesia. Sejumlah delegasi G-20 yang datang ke Balittri Sukabumi yang merupakan para peneliti dan ahli dalam dunia lingkungan serta energi pun dibuat takjub dengan temuan ini. Salah satunya diungkapkan oleh delegasi G-20 asal Australia yang juga Research Program Manager, Climate Change Australian Centre for International Agricultural Research Dr Veronica Doerr. Selama di Balittri, ia tidak henti-hentinya mengungkapkan rasa takjub tersebut, serta seperti tidak menyangka buah kemiri sunan yang banyak tumbuh di Indonesia bisa dijadikan BBM yang benar-benar ramah lingkungan. Terlihat ia pun sempat mengabadikan dirinya berfoto bersama dengan pohon kemiri sunan, raut wajahnya pun terlihat sangat bangga dengan temuan para peneliti Indonesia itu. Bahkan, ia tidak ingin melepaskan kesempatan naik kendaraan yang BBMnya diisi oleh B-100. “Ini sangat menakjubkan tentu kami harus banyak belajar kepada Indonesia,” katanya.

Terciptanya Prototipe

Para peneliti di Balittri Sukabumi tidak hanya berhasil menciptakan B-100, tetapi juga mampu menciptakan prototipe mesin pengolah untuk membuat BBM ramah lingkungan yang bahan bakunya sangat mudah ditemukan di berbagai belahan daerah di Indonesia. Prototipe tersebut yang saat ini digunakan untuk membuat B-100. Ternyata, untuk membuat BBM itu tidak hanya bahan bakunya dari kemiri sunan saja, tetapi bisa dari jenis tanaman lainnya seperti kelapa sawit. Hampir seluruh daerah di Indonesia mempunyai kebun tersebut dan sudah pasti jumlahnya sangat melimpah. Fadjry menjelaskan prototipe dibuat oleh para peneliti di Balittri dan saat sudah berfungsi serta bisa digunakan. Ia pun mempunyai mimpi bahwa prototipe itu bisa dibuat secara massal dan disebarkan ke seluruh penjuru bumi nusantara, tetapi yang diutamakan daerah yang sulit mendapatkan pasokan BBM. Selain itu, untuk membuat prototipe tersebut tidak membutuhkan biaya yang besar dan mudah dioperasikan oleh siapapun. Pihaknya pun saat ini sudah berkomunikasi dengan berbagai perusahaan milik nasional agar ke depan bisa diproduksi secara massal. Hingga saat ini prototipe itu belum diberi nama, karena ia ingin temuan itu namanya diberikan langsung oleh Presiden Jokowi. Ke depan, Indonesia tidak menutup kemungkinan bisa menjadi produsen biodiesel 100 persen terbesar di dunia karena didukung oleh melimpahnya bahan baku. Sehingga dalam penyediaan BBM, Indonesia tidak lagi bergantung kepada negara lain, tinggal bagaimana cara memanfaatkan bahan baku yang ada di lingkungan. Tentunya pengembangan prototipe sangat penting apalagi produknya berupa B-100 benar-benar sudah bisa difungsikan dan aman untuk seluruh jenis kendaraan bermesin diesel baik model terbaru maupun model lama.

Infosawit.com | Minggu, 4 September 2022

Astra Agro dan Pertamina Sepakat Kerja Sama Proyek Penurunan Emisi

Perusahaan perkebunan kelapa sawit, Astra Agro Lestari menunjukkan komitmennya dalam menerapkan prinsip-prinsip sustainability. Pada acara G20 Parallel Event yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali, 30 Agustus lalu, perusahaan perkebunan kelapa sawit Grup Astra ini melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan PT Pertamina. Diutarakan Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, M. Hadi Sugeng, Astra Agro memiliki komitmen untuk mendukung program pencegahan perubahan iklim dan dekarbonisasi Pemerintah Indonesia agar mencapai target pengurangan emisi sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC) pemerintah Indonesia. Seperti diketahui, program sustainability Astra Agro, menurut Hadi, salah satunya adalah berkomitmen untuk mengimplementasikan berbagai upaya untuk pengurangan Emisi Green House Gas (GHG) dalam proses bisnisnya. Untuk mencapai target dekarbonisasi yang telah ditetapkan, Astra Agro Lestari bersama Pertamina bekerjasama untuk pengembangan proyek rendah emisi dengan utilisasi limbah kelapa sawit (empty fruit bunch dan palm oil mill effluent) untuk menjadi produk Bioethanol dan Biomethane yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti (substitusi) bahan bakar fosil dan mendukung kemandirian energi nasional “Kami berharap dengan MoU ini dapat memberikan hasil kajian dan studi yang komprehensif terkait proyek pengembangan Bioethanol dari empty fruit bunch (EFB) kelapa sawit dan Biomethane dari palm oil mill effluent,” kata Hadi Sugeng, usai menandatangani nota kesepahaman.

https://www.infosawit.com/news/13133/astra-agro-dan-pertamina-sepakat-kerja-sama-proyek-penurunan-emisi