Fase Pengeluaran Biofuel Berisiko ILUC Lebih Cepat

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

 

Infosawit.com | Senin, 2 Januari 2023

Fase Pengeluaran Biofuel Berisiko ILUC Lebih Cepat

Proposal Komisi untuk RED III juga menetapkan sejumlah amandemen, misalnya pada pasal 26 RED II, yang memberikan aturan khusus untuk biofuel, bioliquids dan bahan bakar biomassa yang dihasilkan dari tanaman pangan dan pakan ternak, termasuk kelapa sawit. Catat Uthaya Kumar dari Malaysian Palm Oil Council (MPOC), Amandemen tersebut bertujuan untuk menggambarkan target pengurangan GRK baru yang ditetapkan untuk sektor transportasi. Ini berarti bahwa perhitungan konsumsi akhir bruto energi dari sumber terbarukan Negara Anggota UE akan memperhitungkan target pengurangan GRK serta bukan bagian minimum dari biofuel dan bioliquid, lantaran bahan bakar biomassa yang dikonsumsi dalam transportasi telah ditetapkan pada RED II. Pasal 26(1)(3) RED II saat ini menetapkan bahwa negara-negara Anggota Uni Eropa dapat menetapkan batas yang lebih rendah dan dapat membedakan, untuk tujuan Pasal 29(1), antara berbagai biofuel, bioliquid, dan bahan bakar biomassa yang dihasilkan dari makanan, pakan, tanaman, dengan mempertimbangkan bukti terbaik yang tersedia tentang dampak perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC). Proposal Komisi UE tidak akan mengubah pendekatan ini serta sesuai petunjuk teknis pasal 31 dari usulan RED III menegaskan kembali bahwa tidak ada lagi insentif untuk penggunaan biofuel dan biogas berbasis tanaman pangan dan pakan ternak dalam transportasi, Negara-negara Anggota harus dapat memilih apakah menghitungnya atau tidak terhadap target transportasi. Dengan demikian, kata Uthaya Kumar, negara-negara Anggota UE kemungkinan akan terus mengadopsi undang-undang yang mengecualikan bahan baku tertentu, seperti minyak kelapa sawit, agar tidak diperhitungkan dalam target energi terbarukan atau bahkan tidak digunakan sebagai bahan bakar nabati sama sekali. Contoh yang mengkhawatirkan adalah pendekatan yang dilakukan oleh Belgia, mulai 1 Januari 2023 akan melarang pasar biofuel dan biogas berbasis minyak sawit atau produk lain yang secara langsung atau tidak langsung berasal dari kelapa sawit, dan mulai Juli 2023 akan melarang peredaran bahan bakar nabati dan biogas yang berbahan dasar minyak kedelai atau produk lain yang langsung atau tidak langsung berasal dari tanaman kedelai. “Ini jelas mendukung dan melanggengkan praktik-praktik diskriminatif, semestinya revisi RED II harus membahas aspek-aspek yang tidak menguntungkan dari undang-undang UE ini,” catat Uthaya Kumar. Lebih lanjut kata dia, baik proposal Komisi UE, maupun posisi Dewan pada RED III tidak memperkirakan untuk mengubah aturan yang terkait dengan sertifikasi risiko ILUC tinggi dan risiko ILUC rendah. Namun, Parlemen Eropa mengusulkan amandemen mengenai penghapusan biofuel berisiko tinggi ILUC.

https://www.infosawit.com/2023/01/02/fase-pengeluaran-biofuel-berisiko-iluc-lebih-cepat/

 

Bisnis Indonesia | Senin, 2 Januari 2023

Melirik Peluang di B-35

Tahun ini kebijakan B-35 resmi digulirkan pemerintah, sehingga kandungan bahan bakar nabati dalam Solar bertambah 5% menjadi 35%. Porsi bahan bakar nabati atau BBN 35% bukanlah jumlah yang kecil, karena Malaysia saja baru menuju B-20. Jumlah tersebut pun diyakini bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil yang selama ini menjadi salah satu persoalan dalam anggaran negara, baik dari sisi impor maupun subsidi. Untuk penambahan porsi BBN sebanyak 5% mulai Februari tahun ini saja pemerintah mematok kebutuhan BBN yang harus dipenuhi sepanjang 2023 sebanyak 13,14 juta kiloliter. Jumlah tersebut pun telah mempertimbangkan pertumbuhan permintaan Biosolar sebesar 3% per tahun. Peningkatan porsi biodiesel menjadi 35% di dalam Biosolar, di mana saat ini masih 30% (B-30), dipercaya membawa angin segar bagi industri minyak sawit mentah atau crude Palm Oil (CPO) Tanah Air. Apalagi, sejumlah faktor eksternal, khususnya bayang-bayang resesi diprediksi membuat ekspor CPO tahun ini menghadapi tantangan. Dengan kata lain, peningkatan kebutuh- an BBN yang memang berasal dari olahan CPO diharapkan bisa mengompensasi penurunan permintaan di pasar ekspor pada tahun ini. Persoalan CPO memang agak pelik, di satu sisi CPO kerap mendapat adangan karena persoalan keberlanjutan, tetapi ketika diolah lebih lanjut menjadi BBN, dianggap salah satu sumber energi hijau karena bisa mengurangi pemanfaatan BBM dengan beragam persoalan emisinya. Namun demikian, penambahan porsi BBN dalam Biosolar bisa menjadi peluang tersendiri bagi para pelaku industri CPO. Terlebih, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut tantangan penyediaan biodiesel di dalam negeri saat ini adalah kesiapan produksi, sarana pendukung, dan tingkat harga tandan buah segar (TBS) di petani. Selain itu, pemerintah juga bakal mengantisipasi insentif yang harus dikeluarkan untuk memastikan B-35 berjalan mulus. Kementerian ESDM memang berharap penyaluran biodiesel tahun ini dapat dilakukan dengan lebih efisien dan meminimalkan keterlambatan atau gagal pasok. Hal tersebut membuat pemerintah mengupayakan setidaknya ada dua badan usaha bahan bakar nabati yang memasok setiap titik serah. Pemerintah juga memilih badan usaha berdasarkan optimasi rute agar ongkos angkut menjadi efisien. Kemudian, disiapkan formula Harga Indeks Pasar (HIP) biodiesel yang lebih mencerminkan keadilan dan kondisi riil di lapangan, serta membuat aplikasi pengawasan distribusi bahan bakar nabati secara online atau dalam jaringan (daring). Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Eddy Martono pun mengatakan, Indonesia masih memiliki pasokan CPO yang memadai untuk mendukung program B-35. Artinya, pelaku usaha tidak perlu banyak melakukan perubahan strategi bisnis agar sejalan dengan kebijakan pemerintah. Kendati demikian, Eddy meminta pemerintah mewaspadai produksi minyak sawit yang mulai stagnan di angka 50 juta ton per tahun dalam beberapa waktu belakangan. Hal tersebut perlu diantisipasi agar pasokan biodiesel tetap bisa memenuhi kebutuhan bahan bakar yang terus meningkat. Ambisi pemerintah menerapkan B-35 memang perlu disertai dengan beragam strategi untuk memulus-kannya. Tidak hanya dari sisi pasokan untuk menjaga industri CPO dan keberlanjutan program tersebut, persoalan kualitas dari Biosolar dengan B-35 juga perlu menjadi perhatian agar tidak memunculkan persoalan di kendaraan.

 

Kompas | Senin, 2 Januari 2023

Kebutuhan biodiesel Tahun 2023 Capai 13,148 Juta Kiloliter

Pengadaan biodiesel pada 2023 diperkirakan 13,148 juta kiloliter atau naik 19,25 persen dari 2022. Sementara itu, implementasi penggunaan campuran biodiesel 35 persen pada bahan bakar solar atau B35 mundur dari 1 Januari 2023 jadi 1 Februari 2023. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 208 Tahun 2022tentang Perubahan atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 205 Tahun 2022 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis biodiesel serta Alokasi Volume BBN biodiesel untuk Pen: campuran BBM jenis Solar Januari-Desember 2023. Dalam keputusan itu tertulis, total alokasi volume bahan bakar jenis diesel dalam rangka pengadaan BBN jenis biodiesel untuk campuran solar periode Januari-Desember 2023ialah 13,148 juta kiloliter. Itu termasuk cadangan yang sebesar 156.531 kiloliter. “(Kenaikannya) tinggal dibandingkan alokasi 2022 yang 11,025 juta kiloliter,” kata Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo, Minggu (1/1/2023). Dengan demikian, ada kenaikan 19,25 persen. Sebelumnya dalam konferensi pers, Jumat (30/12/2022), Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Enka Retnowati mengatakan, peningkatan permintaan BBM terjadi pada 2022 seiring meningkatnya aktivitas masyarakat pascapandemi Covid-19. Kuota solar, yang juga jenis BBM tertentu (J BT), dan per-talite (jenis BBM penugasan khusus/JBKP) ditambah per 1 Oktober 2022. Adapun kuota BBM untuk 2023 diindikasikan juga bakal ditambah. Namun, pihaknya masih memproses penetapan kuota, termasuk penandatanganan surat keputusan sehingga belum disebutkan jumlahnya.  B35 mulai 1 Februari  Masih merujuk pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 208/2022, implementasi program mandatori B35, yang sedianya dimulai 1 Januari 2023, dipastikan mundur dan baru akan dimulai 1 Februari 2023. Artinya, pada Januari 2022, masih digunakan B30 (30 persen biodiesel dan 70 persen solar) sebagaimana sudah diterapkan selama ini. Keputusan itu menimbang kebijakan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Menurut Edi, keputusan itu mempertimbangkan keputusan Komite Pengarah BPDPKS setelah mempertimbangkan semua aspek. Menurut Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Rabu (21/12/2022), ketersediaan bahan baku, terutama minyak sawit mentah (CPO), kapasitas produksi badan usaha BBN, dan standar spesifikasi yang diharus dipenuhi menjadi pertimbangan digunakannya B35. Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman menyatakan, uji coba B40 menunjukkan hasil yang cukup baik. Namun, masih ada beberapa hal yang dipikirkan dalam pe- nerapannya, khususnya terkait kapasitas produksi dari produsen-produsen biodiesel (Kompas.id, 23/12/2022). Pasalnya, kata Eddy, kondisinya, rentan jika produksi dari produsen biodiesel berkisar 16 juta kiloliter dan volume kebutuhannya sekitar 15 juta kiloliter. Menteri ESDM Arifin Tasrif, di Jakarta, Jumat (23/12/2022), mengatakan, tes B40 sudah dilakukan dan hasilnya baik pada kendaraan. Namun, dari sejumlah pertimbangan, implementasi akhirnya diputuskan untuk B35 lebih dulu. “B35 ini kami mau diterapkan bertahap. Mungkin dalam triwulan pertama (2023). Sebab, dengan naik jadi B35 (dari B30), keseimbangan dari CPO juga harus kita hitung. (Terkait kebutuhan) minyak goreng, misalnya. Jangan sampai terganggu. Harus diamankan dulu DM0-nya (CPO),” ujarnya. Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Yayan Satyakti, menilai, dengan kondisi harga CPO saat ini yang relatif baik, produsen CPO akan lebih senang menjual ke luar negeri. Sementara permintaan biodiesel di dalam negeri belum signifikan. Per 30 Desember 2022, dari data Trading Economics, harga CPO ditutup pada 4.174 ringgit Malaysia (MYR) per ton. Meski lebih rendah dari harga pada awal 2022, berkisar 4.800-5.400 MYR per ton, harga itu lebih tinggi dari 7 Januari 2021 yang 3.806 MYR per ton. “Apabila melihat eskalasi konflik Ukraina-Rusia dan harga minyak (mentah) yang masih relatif tinggi, harga sawit saat ini bisa bertahan 2-3 tahun. Situasi geopolitik saat ini tidak hanya perang, tetapi juga mulai untuk mengontrol geopolitik energi,” ujar Yayan.

 

Katadata.co.id | Senin, 2 Januari 2023

Pemerintah Jatah Kuota Solar Bersubsidi Tahun ini 17 Juta KL

Pemerintah menetapkan alokasi kuota BBM bersubsidi solar sebanyak 17 juta kilo liter (KL) untuk tahun 2023. Kuota tersebut lebih tinggi 12,5% dari jatah pada tahun 2022 sebesar 15,1 juta KL, angka awal sebelum ditambah menjadi 17,83 juta KL pada Oktober. “Kouta Solar tahun 2023 ada 17 juta KL,” kata Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman kepada Katadata.co.id saat dihubungi lewat pesan singkat pada Senin (2/1). Angka yang disebutkan oleh Saleh sejalan dengan keterangan di dalam Nota Keuangan Anggaran Pembelanjaan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Selain mengatur alokasi subsidi Solar tahun ini, dokumen tersebut juga menuliskan bahwa pemerintah masih akan menyalurkan subsidi penyaluran minyak tanah sejumlah 500.000 kilo liter dan 8 juta metrik ton untuk elpiji tabung 3 kilo gram. Terkhusus Solar, pemerintah akan meningkatkan besaran subsidi tetap Solar tahun ini menjadi Rp 1.000 per liter, naik Rp 500 per liter dari tahun 2022. Dalam APBN tahun 2023, subsidi energi dialokasikan sebesar Rp 211.976,1 miliar yang terdiri atas subsidi jenis BBM tertentu dan elpiji tabung 3 kg sebesar Rp139.399,3 miliar serta subsidi listrik sebesar Rp72.576,9 miliar. Kendati demikian, dokumen tersebut belum menuliskan ihwal bersaran alokasi untuk BBM bersubsidi Pertalite. Saleh juga mengatakan, penentuan alokasi penyaluran Pertalite masih dalam tahap pembahasan meski sudah memasuki dua hari di tahun 2023. “Untuk Pertalite nanti akan disampaikan Bu Kepala BPH Migas,” ujarnya. Sebelumnya, BPH Migas memproyeksikan bahwa konsumsi BBM bersubsidi Pertalite naik hingga 6-10% pada 2023 dari alokasi kuota tahun ini. Hal tersebut menyusul pulihnya kegiatan ekonomi masyarakat dari beragam sektor seiring pandemi Covid-19 yang menjadi endemi di dalam negeri. Sehingga, peningkatan serapan Pertalite dapat mencapai 1,79-2,99 juta KL dan solar 1,42-1,78 juta KL. Perkiraan lonjakan penyerapan Pertalite di tahun depan timbul dari hitung-hitungan asumsi pertumbuhan ekonomi dan realisasi konsumsi tahun 2022. BPH Migas melaporkan penyaluran BBM bersubsidi Pertalite dan Solar hingga pekan terakhir 2022 mencapai di atas 98%. Adapun sisa kuota Pertalite dan Solar hingga pekan terakhir 2022 masing-masing sekira 680.000 KL dan 360.000 KL. Catatan BPH Migas hingga 28 Desember, distribusi Pertalite sebanyak 29,23 juta KL atau 97,73% dari kuota tahunan sejumlah 29,91 juta KL. Sementara penyaluran Solar sebesar 17,47 juta KL atau 97,98% dari total kuota 17,83 juta KL. Lebih lanjut, perkiraan serapan Pertalite hingga hari terakhir di tahun 2022 mencapai 29,48 juta KL atau 98,56% dari kuota. Sedangkan untuk Solar sebesar 17,61 KL atau 98,76% dari keseluruhan kuota tahunan. “Tahun depan konsumsi Pertalite diproyeksikan naik antara 6% sampai 10%. Sementara penyerapan untuk tahun ini bisa 99%,” kata Saleh lewat pesan singkat WhatsApp pada Kamis (29/12). Sebagai informasi, komposisi bahan bakar nabati pada produksi Solar tahun 2023 akan ditingkatkan menjadi 35% lewat program biodiesel B35. Adapun B35 adalah mencampur biodiesel dari fatty acid methyl ester atau FAME minyak kelapa sawit sebesar 35% ke dalam komposisi BBM solar. Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan total alokasi biodiesel untuk program B35 di tahun 2023 diperkirakan mencapai 13,15 juta kiloliter (KL). Langkah ini merupakan langkah pemerintah untuk menekan impor solar dan mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia. “Alokasi B35 pada 2023 sekitar 13,15 juta KL dan sedang proses penetapan untuk implementasi mulai 1 Januari 2023. Jadi solar impor yang digantikan ya 13,15 juta KL,” kata Edi kepada Katadata.co.id, Jumat (9/12).

https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/63b29aea1719f/pemerintah-jatah-kuota-solar-bersubsidi-tahun-ini-17-juta-kl

 

Liputan6.com | Senin, 2 Januari 2023

PTPN Transformasi Bisnis 3 Subholding Baru

PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN menilai perayaan Natal 2022 lalu jadi momentum perusahaan untuk mengobarkan semangat dalam menyongsong tahun 2023. Senior Executive Vice President (SEVP) Operation I PTPN III (Persero), Darmansyah Siregar, mengajak seluruh insan PTPN senantiasa mendoakan perusahaan agar selalu sehat dan dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Khususnya dalam melakukan transformasi bisnis melalui tiga subholding baru perusahaan. “Di mana, arah transformasi bisnis perusahaan ke depan dibagi menjadi SugarCo, PalmCo dan SupportingCo,” ujar Darmansyah dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023). Sebagaimana diketahui, PTPN mendirikan tiga subholding baru sebagai upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi. Langkah ini juga diambil demi mencapai keunggulan operasional dan meningkatkan performa perkebunan nasional lebih baik. Ketiga subholding tersebut diantaranya adalah Sugar Co, Palm Co dan Supporting Co. Sugar Co sendiri akan fokus pada peningkatan produksi gula dan beberapa produk turunannya. Sedangkan nantinya Palm Co berfokus pada peningkatan nilai tambah dari produk-produk hasil kelapa sawit. Palm Co juga akan masuk dalam bidang energi seperti biogas, biodiesel sustainable efficient fuel serta palm oil mill effluent (POME). Kemudian Subholding ketiga, Supporting Co bertanggung jawab pada pengembangan produk dari komoditas kakao, kopi dan teh. Ketiga subholding baru PTPN III ini direncanakan akan rampung tahun depan. Menanggapi rencana tersebut, Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury menerangkan bahwa Kementerian BUMN sangat mendukung pembangunan tiga subholding baru ini. “Tentunya kami mendukung rencana PTPN untuk membangun tiga subholding,” kata Wamen Pahala beberapa waktu silam.

https://m.liputan6.com/bisnis/read/5169869/ptpn-transformasi-bisnis-3-subholding-baru