Halau Sumbatan Mandatori Biodiesel
Bisnis Indonesia | Kamis, 5 Agustus 2021
Halau Sumbatan Mandatori Biodiesel
Optimisme baru muncul dari ranah pemanfaatan energi hijau di Indonesia. Program mandatori biodiesel yang digadang-gadang dapat berkontribusi positif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial mulai terbuka lebar. Serapan bahan bakar nabati nasional mulai pesat di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga surut. Sesuai dengan peta jalan yang dibuat pemerintah, program biodiesel bakal berlanjut dengan memanfaatkan produk dan limbah Kelapa Sawit sebagai sumber energi hijau. Pemanfaatan ini diharapkan dapat mempercepat pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT). Selain itu, upaya tersebut juga berkontribusi besar dalam beberapa hal, yakni mengurangi ketergantungan bahan bakar ramah fosil, meningkatkan kemandirian energi, stabilisasi harga crude Palm Oil (CPO), dan meningkatkan nilai tambah melalui peng-hiliran industri kelapa sawit. Ditilik dari sisi lingkungan, program B30 menjadi bagian dari Paris Agreement untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Mengacu pada hal tersebut pengembangan biodiesel di Indonesia menjadi begitu menjanjikan. Bahan mentah tumpah mah di bumi Zamrud Khatulistiwa. Tidak terbatas pada sawit, melainkan didapatkan juga dari bahan baku tanaman lain seperti biji nyamplung, kelor, dan singkong. Begitu banyaknya sumber bahan mentah sebagai bahan bakar nabati (BBN) tersebut membuat pemerintah menetapkan alokasi biodiesel yang cukup besar pada 2021. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, alokasi biodiesel pada tahun ini sebesar 9,2 juta kiloliter (KL), didukung oleh 20 badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN) yang mengikuti pengadaan fatty acid methyl ester (FAME), dan 20 bahan usaha BBM yang wajib melakukan pencampuran BBN jenis biodiesel dengan BBM jenis minyak solar.
Mengutip data Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), realisasi dari penyaluran B30 pada semester 1/2021 mencapai 4,3 juta KL atau 46,7% dari target penyaluran biodiesel tahun ini. Pemanfaatan biodiesel tersebut telah memberikan manfaat ekonomi setara dengan Rp29,9 triliun. Rinciannya adalah penghematan devisa karena mampu menekan impor bahan bakar minyak sebesar Rp24,6 triliun. Sisanya didapat dari nilai tambah dari perubahan CPO menjadi biodiesel sebesar Rp5,3 triliun. Sementara itu, rata-rata serapan setiap bulan diperkirakan sebesar 766.000 kl. Sejak Januari hingga Juni 2021, capaian rerata pemenuhan purchase order bulanan mencapai 93,03%, dengan serapan terendah di Januari dan tertinggi di Juni 2021. Selain keuntungan ekonomi, implementasi biodiesel berhasil mengurangi emisi CO2 sebesar 11,4 juta ton CO2e. Capaian tersebut dapat diartikan bahwa program mandatori B30 atau pencampuran 30% biodiesel dengan 70% minyak solar yang terimplementasi sejak 1 Januari 2020 sudah tepat sasaran. Keberhasilan ini pun kian menegaskan keberhasilan Indonesia sebagai pionir B30 dunia. Meskipun yang dicapai pada paruh pertama 2021 cukup menggembirakan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa badai pandemi Covid-19 memperlambat penyerapan biodiesel. Beberapa kendala yang terjadi dalam penyaluran biodiesel pada semester 1/2021 yakni terbatasnya tangki penyimpanan, keterlambatan dalam unloading FAME yang diakibatkan kepadatan di jetty, dan terjadi kerusakan peralatan di pabrik BU BBN. Beberapa kendala tersebut perlu diatasi agar penyaluran B30 pada paruh kedua 2021 dapat tercapai. Upaya teknis untuk mendorong percepatan penyiapan tangki penyimpanan tambahan dan penambahan fasilitas jetty perlu diselesaikan. Di sisi lain, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan dan mengimbau kepada industri BU BBM untuk mengantisipasi munculnya unplanned maintenance. Serangkaian pekerjaan rumah di tingkat teknis ini perlu diselesaikan agar program mandatori BBN dapat menuai manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.