APROBI Ungkap Rahasia Sawit Jadi Kunci Indonesia Emas 2045

Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) kembali mengukuhkan komitmennya dalam mendukung transisi energi nasional melalui Seminar Nasional tahunan bertajuk “Peluang dan Tantangan Industri Bioenergi Menyongsong Indonesia Emas 2045”. Acara yang sukses digelar di Hotel Pullman, Jakarta, pada Kamis (17 Juli 2025) ini menjadi wadah penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bertukar wawasan mendalam di sektor energi terbarukan.
Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Promosi APROBI, Catra de Thouars, menegaskan antusiasme yang tinggi dari berbagai kalangan, menjadikan seminar ini sebagai agenda tahunan yang krusial. “Harapannya, sesi diskusi hari ini memberi dampak positif bagi kalangan industri, mahasiswa, hingga pembuat kebijakan. Bioenergi akan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujar Catra. Beliau juga menekankan pentingnya kebijakan pemerintah yang kondusif untuk terus mendukung semangat para produsen biofuel dan memperluas program energi hijau. Yang mana berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Diplomasi Proaktif dan Kebijakan Berani untuk Bioenergi Berkelanjutan
Seminar ini terbagi menjadi dua sesi strategis. Sesi pertama, bertajuk “Percepatan Implementasi Sustainable Bioenergi dan Tantangannya”, menghadirkan jajaran narasumber terkemuka:
- Arif Havas Oegroseno S,H., LL.M. (Wakil Menteri Luar Negeri RI) sebagai keynote speech pertama
- Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng., IPU. (Direktur Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM) sebagai keynote speech kedua
- Ir. Putu Juli Ardika, MA. (Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian)
- Ratna Sariati (Ketua Kelompok Substansi Penerapan dan Pengawasan Mutu Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian)

Dalam kesempatan ini, Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, mengungkapkan strategi diplomasi Indonesia yang lebih proaktif dan inklusif. Pendekatan ini akan melibatkan peran petani perempuan dan menggandeng kekuatan regional serta global seperti BRICS, CPOPC, dan FAO.
“Kami akan mengedepankan narasi baru dalam diplomasi sawit, termasuk mengangkat peran petani perempuan dari sektor sawit, karet, dan kakao sebagai duta suara keadilan,” ujar Havas. Beliau menambahkan bahwa Indonesia telah memanfaatkan forum BRICS untuk menggalang solidaritas negara produsen minyak nabati. Bersama Brasil, sebagai penghasil utama sawit dan kedelai, telah menyepakati pembentukan standar global minyak nabati sebagai tandingan terhadap standar sepihak yang diberlakukan Uni Eropa. “Indonesia dan Brasil sepakat mendorong deklarasi BRICS agar melawan dominasi EUDR, sekaligus menciptakan standar minyak nabati global yang lebih adil,” jelasnya.
Indonesia dalam CPOPC
Selain itu, Indonesia juga akan menguatkan posisi tawar melalui Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dan mendorong pengaruhnya di tingkat FAO. Havas menyoroti perlunya Indonesia menghentikan sikap reaktif terhadap tuduhan LSM atau keputusan sepihak dari Uni Eropa. “Kita harus hentikan sikap defensif. Tidak bisa lagi hanya menjelaskan setelah dituduh. Kita harus menciptakan narasi, memimpin standar, dan hadir lebih awal di forum-forum negosiasi internasional,” tegasnya.
Penting juga bagi Indonesia untuk memperluas pasar ke berbagai region seperti Afrika (Afrika Selatan, Mesir, Maroko, dll.). Dengan tujuan mendorong investasi perkebunan sawit Indonesia di Afrika Barat dan Afrika Timur, bukan sekadar memasarkan produk turunan.
Apresiasi dan Roadmap Ambisius Kementerian ESDM
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, memberikan apresiasi tinggi kepada APROBI atas dedikasinya dalam mendukung dan mengawal program biodiesel.
“Saya berterima kasih kepada APROBI yang sejak 2004 terus mengawal program biodiesel. Ini contoh nyata hilirisasi dari hasil riset yang berlanjut ke kolaborasi industri dan akhirnya berjalan berkelanjutan selama 15 tahun lebih,” ungkap Eniya. Ia menekankan pesan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa swasembada energi harus menjadi wajah nyata kebijakan energi nasional, bukan sekadar jargon.
Menurut Eniya, bioenergi menjadi kunci transisi, terutama dalam sektor transportasi dan industri. Pemerintah juga tengah menyusun Permen No. 4 untuk mengatur secara komprehensif pengembangan bahan bakar nabati (BBN), mencakup biodiesel, bioetanol, bioavtur, dan hydrotreated plant oil. “Kita perlu pastikan kesiapan infrastruktur dan pasokan CPO. Secara teori, B50 butuh sekitar 20 juta kiloliter, naik dari kebutuhan saat ini yang sekitar 15 juta. Itu juga harus diperhitungkan, apakah pasokan dan industri sudah siap,” katanya mengenai B50.
“Penerapan B50 mungkin bisa dimulai secara terbatas, misalnya hanya di Jakarta sebagai uji skenario awal. Diskusi bersama pakar dan industri akan terus digelar untuk menyempurnakan roadmap ini,” tambahnya. Eniya menjelaskan, komposisi FAME untuk B50 masih diperdebatkan, bisa 40% FAME dan 10% hydrotreated vegetable oil (HVO) atau 50% FAME penuh. Jika diasumsikan B50 adalah 50% FAME, maka kebutuhan FAME mencapai sekitar 20 juta ton atau tambahan alokasi CPO ke biodiesel sekitar 2 juta ton, naik 5 juta ton dari kebutuhan FAME untuk produksi B40. Eniya juga menyebut Indonesia membutuhkan lima pabrik biodiesel baru dengan kapasitas besar untuk mendukung implementasi B50, dengan tiga pabrik sudah dalam tahap pembangunan.
Update Program Bioenergi 2025: Sinergi Multi-Sektor
Sesi kedua seminar membahas “Update Program Bioenergi 2025” dengan menghadirkan lima narasumber:
- Izmirta Rachman (Ketua Umum APSENDO)
- Prof. Dr. Ir. I.G.B. Ngurah Makertihartha (Guru Besar Institut Teknologi Bandung)
- Sayuta Senobua (Ketua Tim Kerja Environment DKKPU Ditjen Perhubungan Udara)
- Edy Januari (VP Process and Facility PT. Kilang Pertamina Internasional)
- Ernest Gunawan (Sekretaris Jenderal APROBI)
Diskusi pada sesi ini memberikan tinjauan terkini mengenai perkembangan program bioenergi di berbagai sektor, menunjukkan sinergi antara akademisi, regulator transportasi udara, dan pemain industri kilang minyak. Seminar ini menjadi bukti nyata komitmen APROBI dalam mengawal peran bioenergi sebagai pilar utama menuju Indonesia Emas 2045 yang mandiri energi dan berkelanjutan.