Indonesia begins testing to prepare ‘B50’ palm oil biodiesel mandate
Theedgemalaysia.com | Rabu, 7 Agustus 2024
Indonesia begins testing to prepare ‘B50’ palm oil biodiesel mandate
Indonesia is carrying out tests ahead of plans by the incoming government to increase the palm oil-based biodiesel blending mandate to 50%, from 35% now, a government official said, raising industry concerns over supplies for exports. Under its ‘B35’ programme, Indonesia already has one of the world’s highest biofuel mix mandates. The outgoing government of President Joko Widodo has plans to raise this to B40 next year. Prabowo Subianto, who will take over from Widodo in October after winning the February election, has pledged to raise the mandate further to B50 to reduce oil imports, without setting a timeline. Ahead of the presidential transition, the current administration has ordered the palm oil industry to prepare for B50 and conduct tests. “A static test for B50 composition is being carried out by the energy ministry and several stakeholders,” director general of renewable energy at the energy ministry Eniya Listiani Dewi told Reuters on Wednesday. That will be followed by vehicle road tests, in a process that typically takes a year, she said, adding that the agriculture ministry is assessing palm oil supplies. Indonesian biofuel producers association APROBI said B50 would require the industry to invest in new processing capacity. Indonesia’s biggest palm oil producers association GAPKI has warned that a higher mix could hurt exports amid stagnating production. Domestic palm oil consumption has grown 7.6% on average since 2019, according to GAPKI, driven in part by policies including biodiesel mandates and compulsory domestic sales for cooking oil. Over the same period, output has risen less than 1% annually in Indonesia, the world’s top producer and exporter of palm oil. “As current production rate has stagnated, it is better to maintain B35, and if gasoil (diesel) is cheaper, why should we force ourself?” GAPKI Chairman Eddy Martono told Reuters. GAPKI has also questioned the wisdom of plans to implement the B40 mandate in 2025, suggesting that authorities only raise the mix if export prices are less profitable. The B35 mandate will use 11 million metric tons of crude palm oil (CPO) this year, rising to 14 million tons under B40, according to APROBI. B50 will consume an estimated 18 millions tons of CPO, which could hurt domestic cooking oil prices and exports, as well as government revenues from exports, Martono said. He urged government to improve production by accelerating a smallholders replanting programme or setting up a dedicated area for biodiesel feedstock before raising the mandate further.
https://theedgemalaysia.com/node/721993
Starnewsid.com | Rabu, 7 Agustus 2024
Biofuel untuk Masa Depan
Pertamina Energi Institute bekerja sama dengan Universitas Pertamina menyelenggarakan The 2nd Pertamina Energy Dialog 2024 dengan tema “Harnessing Biofuels For Resilient and Sustainable Energy” (05/08/2024). Forum kali ini dihadiri pemangku kepentingan seperti anggota, Dewan Energi Nasional, akademisi (Universitas Pertamina, Unhan, Universitas Indonesia, UPH), BRIN, lembaga penelitian/riset dan NGO. Henricus Herwin selaku SVP Strategy & Investment PT Pertamina (Persero), memaparkan outlook energi nasional dalam beberapa skenario, serta menyampaikan peran gas bumi, bahan bakar nabati, panas bumi, dan CCS/CCUS dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Dr Dina Nurul Fitria, selaku anggota Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan peta jalan transisi energi menuju Net Zero Emission 2060, revisi perubahan Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan berbagai upaya untuk mendorong tercapainya target bauran energi. Dalam konteks pengembangan bahan bakar nabati, Dina menekankan perlunya diversifikasi feedstock untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber Bahan Bakar nabati (BBN) dan mitigasi risiko pasukan, Technological Advancements untuk meningkatkan efisiensi produksi BBN dan mengurangi biaya, Kebijakan Energi Nasional untuk stabilisasi pasar BBN dan menjamin praktik keberlanjutan, perlindungan lingkungan serta mitigasi risiko rantai pasok: handling cost, inventory, pipelines, dispatch order, pricing system. Pada kesempatan yang sama, Vice Chairman Research & Technology Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Dr Jummy BM Sinaga menyampaikan betapa besar peluang industry biofuel yang dapat berkontribusi terhadap ekonomi nasional. Indonesia saat ini berperan sebesar 21% mensuplai minyak nabati dunia dengan minyak sawit. Kapasitas Terpasang Biodiesel di Indonesia +/- 20 juta Kiloliter, masih mampu untuk peningkatan campuran hingga 40% (B40), dan sedang dilakukan secara bertahap. Dia menjelaskan bahwa program B35 saat ini telah berhasil diimplementasikan dan progress uji coba biodiesel B40 yang sedang dilakukan secara bertahap. Uji coba untuk sektor otomotif telah berhasil dilakukan , dan saat ini sedang berlangsung uji coba untuk non otomotif seperti di sektor Kereta Api (KAI), Alat Berat di sektor pertambangan, Pembangkit Listrik, dan alat mesin pertanian. Jika uji coba B40 diperkirakan selesai akhir tahun 2024 dan berjalan dengan lancar maka ada kemungkinan implementasi nya pada tahun 2025. Prof Dr. Eng. Ir. Iman Kartolaksono dari Institut Teknologi Bandung dan juga pengajar Universitas Pertamina menyampaikan proses perjalanan riset biofuel skala laboratorium sampai akhirnya implementasi B30 di tahun 2020. B30 merupakan campuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar solar. Termasuk perkembangan pengembangan SAF atau Biovatur. Yohanes Handoko Aryanto dari Pertamina Energy Institute menyampaikan kajian mengenai peran biofuel dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan mendekarbonisasi sektor transportasi, serta bagaimana transisi energi memerlukan peta jalan inovasi untuk meningkatkan keekonomian dan mendorong terobosan teknologi. Sebagai agenda penutup, Widhyawan Prawiraatmadja, Ph.D, Advisory Board Pertamina Energy Institute, menegaskan bahwa Target Net Zero Emission (NZE) yang ambisius merupakan langkah positif menuju masa depan yang berkelanjutan. Namun, pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan berbagai tantangan dalam realisasi pengembangan potensi Energi Terbarukan. “Tantangan ini meliputi kemampuan menyeimbangkan antara kebijakan makro, regulasi dan perspektif pelaku bisnis dalam upaya untuk memaksimalkan profit, kesulitan dalam pendanaan, serta perlunya insentif yang mendukung pertumbuhan sektor energi bersih atau rendah karbon. Sehingga cross sectoral coordination sangat diperlukan untuk mencapai target NZE dan memastikan pertumbuhan ekonomi keberlanjutan,” kata Widhyawan Prawiraatmadja.
https://www.starnewsid.com/biofuel-untuk-masa-depan/
Indonesiainside.id | Rabu, 7 Agustus 2024
Biofuel: Tingkatkan Keekonomian dan Terobosan Teknologi Bahan Bakar
Bukan rahasia umum kalau Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan program biofuel. Bahkan Indonesia saat ini memberikan kontribusi sebesar 21% mensuplai minyak nabati dunia dengan minyak sawit. Kapasitas terpasang biodiesel di Indonesia sekitar 20 juta Kiloliter, dan masih mampu untuk peningkatan campuran hingga 40% (B40), dimana saat ini sedang dilakukan secara bertahap. “Potensi yang dimiliki industri biofuel sangat besar. Hal ini bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,” ujar Vice Chairman Research & Technology Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Dr Jummy BM Sinaga di acara The 2nd Pertamina Energy Dialog 2024 dengan tema “Harnessing Biofuels For Resilient and Sustainable Energy” Senin (05/08). Jummy memaparkan bahwa program B35 saat ini telah berhasil diimplementasikan dan progress uji coba biodiesel B40 yang sedang dilakukan secara bertahap. Uji coba untuk sektor otomotif telah berhasil dilakukan, dan saat ini sedang berlangsung uji coba untuk non otomotif seperti di sektor Kereta Api (KAI), alat berat di sektor pertambangan, pembangkit listrik, dan alat mesin pertanian. “Jika uji coba B40 diperkirakan selesai akhir tahun 2024 dan berjalan dengan lancar maka ada kemungkinan implementasi nya pada tahun 2025,” ujarnya. Terkait biofuel yang merupakan bagian dari bahan bakar nabati (BBN), Dina Nurul Fitria, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) menekankan perlunya Diversifikasi Feedstock untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber BBN. Sekaligus upaya untuk mitigasi risiko pasukan, Technological Advancements guna meningkatkan efisiensi produksi BBN dan mengurangi biaya. Kemudian kebijakan energi nasional untuk stabilisasi pasar BBN dan menjamin praktik keberlanjutan, perlindungan lingkungan serta mitigasi risiko rantai pasok (handling cost, inventory, pipelines, dispatch order, pricing system). Dina juga memaparkan peta jalan transisi energi menuju Net Zero Emission 2060, revisi perubahan Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan berbagai upaya untuk mendorong tercapainya target bauran energi. Sementara itu, Widhyawan Prawiraatmadja, Ph.D, Advisory Board Pertamina Energy Institute, menegaskan bahwa Target Net Zero Emission (NZE) merupakan langkah positif menuju masa depan yang berkelanjutan. Namun, pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan berbagai tantangan dalam realisasi pengembangan potensi Energi Terbarukan. Tantangan ini meliputi kemampuan menyeimbangkan antara kebijakan makro, regulasi dan perspektif pelaku bisnis dalam upaya untuk memaksimalkan profit, kesulitan dalam pendanaan, serta perlunya insentif yang mendukung pertumbuhan sektor energi bersih atau rendah karbon. “Faktor cross sectoral coordination sangat diperlukan untuk mencapai target NZE dan memastikan pertumbuhan ekonomi keberlanjutan,” tandasnya. Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan bahwa Pertamina terus mengembangkan biofuel sebagai komitmen Perusahaan dalam transisi energi. Hal ini sejalan dengan bisnis Pertamina yang berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). “Biofuel menggunakan bahan energi terbarukan sehingga lebih ramah lingkungan. Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina,” pungkasnya.
BERITA BIOFUEL
Bisnis.com | Rabu, 7 Agustus 2024
Pertamina Patra Niaga Jual Metanol ke Kawasan Industri Dumai Senilai Rp116 Miliar
PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatra Bagian Utara (Sumbagut) catatkan kembali penjualan produk petrokimia berupa metanol ke salah satu grup perusahaan refinery crude palm oil atau pemurnian minyak sawit mentah di Dumai dengan nilai US$7,14 juta atau setara Rp116 miliar. Manager Corporate Sales PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Anggoro Wibowo mengatakan perpanjangan kontrak dengan pelanggan di Kawasan Industri Dumai tersebut berlaku hingga akhir tahun 2024 dengan estimasi total volume metanol sebanyak 18.000 hingga 21.000 MT. “Pengiriman pertama telah dilakukan pada Kamis, 25 Juli 2024, dengan pengapalan 3.150 MT ke tangki pelanggan di Kawasan Industri Dumai Pelintung,” kata Anggoro dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (7/8/2024). Disebutkan Anggoro, Sumbagut memiliki potensi pasar petrokimia yang cukup besar. Sebagaimana diketahui, metanol merupakan bahan utama dalam produksi biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester atau FAME) yang akan dicampur dengan solar untuk menghasilkan Biosolar. Penjualan metanol ke produsen biodiesel disebutnya menjadi bagian dari sinergi perseroan dengan industri minyak sawit untuk mendukung ketahanan energi nasional. “Saat ini kebiijakan pemerintah untuk pemanfaatan biodiesel dalam campuran solar adalah 35% atau biasa kita ketahui sebagai Biosolar 35 (B35),” lanjutnya. Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut sendiri memproyeksi penjualan metanol di wilayah Sumbagut yang mencakup Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat dapat mencapai 40.000 MT atau 40 juta kilogram pada tahun 2024. Anggoro mengatakan, ekspansi produk petrokimia khususnya metanol diharapkan tak hanya memenuhi kebutuhan pasar domestic, namun juga meningkatkan keandalan pasokan metanol di seluruh wilayah tersebut. Adapun Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Freddy Anwar menambahkan bahwa perseroan memiliki visi jangka panjang sebagai solusi energi dan dekarbonisasi melalui transisi energi. Dia mengatakan, selain menyuplai bahan bakar minyak (BBM), pihaknya juga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan akan produk petrokimia. “Kami berkomitmen untuk menjadi pemimpin pasar petrokimia di regional. Penggunaan energi akan semakin beralih ke sumber yang lebih ramah lingkungan. Oleh karena itu, kami terus mengembangkan pasar petrokimia sebagai motor penggerak pertumbuhan perusahaan kami,” kata Freddy