Indonesia Siapkan Terobosan Revolusioner dalam Produksi Bioavtur 100%

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp
Produksi Bioavtur 100%. Sumber: Pertamina

Indonesia diambang kemajuan besar dalam industri bioavtur, dengan proyeksi produksi bahan bakar penerbangan berbasis turunan sawit mencapai 100% pada tahun 2026. Plt. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman Parada Hutajulu, mengungkapkan bahwa negara ini telah mencapai tonggak penting dalam uji coba penerbangan menggunakan bioavtur pada Oktober 2023.

“Pengembangan BBN (Bahan Bakar Nabati) transportasi udara telah mencapai titik penting. Garuda telah berhasil melakukan penerbangan uji menggunakan bioavtur,” ungkap Hutajulu dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Kamis (18/1/2024). Pemerintah berencana untuk memperluas penggunaan bioavtur dalam penerbangan komersial setelah keberhasilan uji coba menggunakan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan campuran 2,4% produk sawit di Green Refinery Kilang Cilacap.

Bioavtur 100% pada 2026

PT Kilang Pertaina Internasional (KPI), Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, menetapkan target untuk memproduksi bioavtur 100% pada tahun 2026. Direktur Utama PT KPI, Taufik Aditiyawarman, menjelaskan bahwa perusahaan sedang mengembangkan Fase 2 Green Refinery Cilacap untuk mencapai tujuan tersebut.

Aditiyawarman menjelaskan bahwa produksi bioavtur 100% tidak hanya bergantung pada bahan baku minyak sawit. Minyak jelantah dan lemak binatang juga merupakan bahan baku bioavtur. “Kami merencanakan penggunaan multiple feedstock seperti used-cooking oil dan animal fat dalam Green Refinery Fase 2, Cilacap,” tambahnya.

Pada tahun 2030, Indonesia berencana untuk menerapkan campuran 5% bioavtur dalam bahan bakar penerbangan. Jika produksi dalam negeri berlebih, ada potensi untuk mengekspor produk bioavtur tersebut. “Ini adalah SAF 100%, bukan 2,4% lagi. Mungkin pemerintah akan memandatkan penggunaan SAF sebesar 5% untuk semua maskapai penerbangan pada 2030,” jelas Aditiyawarman.

Perusahaan juga sedang mengeksplorasi peluang pasar ekspor untuk bioavtur di luar negeri. “Meskipun di dalam negeri hanya 5% wajib, tetapi kami melihat permintaan di luar negeri sudah lebih tinggi untuk penggunaan bioavtur,” tambahnya.

Dengan demikian, Indonesia berada pada posisi strategis untuk memanfaatkan potensi pasar global dalam industri bioavtur. Indonesia dapat menciptakan peluang pendapatan dari ekspor produk tersebut ke depannya.