Kemenko Marves MoU Implementasi Rehabilitasi Mangrove

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Infopublik.id | Kamis, 23 September 2021

Kemenko Marves MoU Implementasi Rehabilitasi Mangrove

Dalam rangka percepatan pelaksanaan implementasi rehabilitasi mangrove, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menginisiasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tentang Kegiatan Rehabilitasi Mangrove melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)/Corporate Social Responsibility (CSR) di Sentul, Rabu (22/9/2021). Penandatanganan perjanjian Kerja Sama dilaksanakan secara daring dan luring. Perjanjian ini melibatkan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, PT Pelabuhan Indonesia I (PERSERO), PT Pelabuhan Indonesia II (PERSERO), PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO), PT Pelabuhan Indonesia IV (PERSERO), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti, menyampaikan harapannya agar program ini dapat berjalan dengan baik dan dapat segera dilaksanakan program rehabilitasi sebagai tindak lanjut kerja sama ini. Deputi Nani menegaskan bahwa program ini tidak hanya menanam saja, tetapi juga mendorong masyarakat agar dapat dilibatkan dalam proses penanaman dan juga dalam proses pemeliharaannya sehingga benefitnya dapat dirasakan oleh masyarakat lebih optimal lagi, dan kita akan segera melaksanakan launching pilot project program rehabilitasi mangrove melalui program TJSL/CSR ini di Indramayu pada minggu pertama bulan Oktober. “Selanjutnya kami akan mengundang dan menginformasikan perjanjian kerja sama ini kepada mitra-mitra yang lain, sehingga dukungan dari berbagai pihak terus bertambah dan dapat berdampak pada perbaikan kehidupan masyarakat pesisir dan juga lingkungan,” lanjutnya. Hadir secara langsung Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Perubahan Iklim, Kus Prisetiahadi mewakili Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). Dalam Sambutannya, Asdep Kus Prisetiahadi mengatakan bahwa program ini merupakan perwujudan dari arahan presiden pada pertemuan Leader’s Summit on Climate bulan April 2021 yang menyatakan bahwa Indonesia sedang melakukan rehabilitasi Mangrove seluas 620.000 hektar (ha) sampai 2024, dan ini merupakan program rehabilitasi terbesar di dunia. “Sebelumnya kita hanya mengandalkan partisipasi kementerian dan daerah, sekarang kita akan mengembangkan partisipasi dari swasta dari berbagai sektor dan asosiasi, karena tanpa melibatkan stakeholders lainnya, kita akan sulit untuk mencapai tujuan,” tambahnya. Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat, KLHK, Sri Handayaningsih, yang hadir secara daring menyampaikan apresiasinya terhadap upaya mempercepat upaya pemerintah untuk merehabilitasi mangrove. “Mangrove ke depannya memiliki skema untuk mempercepat NDC, untuk mengurangi emisi karbon, dan mangrove salah satu yang paling besar menyumbang pelepasan emisi karbon,” Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP Muhammad Yusuf, Direktur Asosiasi APHI, Purwadi Soeprihanto dan Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono turut hadir secara virtual dan menyampaikan apreasiasinya terhadap pihak-pihak yang turut berkontribusi dalam penandatangan Kerja Sama ini PKS ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (NKB) CSR Mangrove yang sebelumnya telah dilaksanakan secara daring pada 10 Agustus 2021. Diharapkan dengan dukungan berbagai pihak program rehabilitasi mangrove akan lebih cepat terlaksana.

https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/566556/kemenko-marves-mou-implementasi-rehabilitasi-mangrove

 

Maritim.go.id | Rabu, 22 September 2021

Percepat Implementasi Rehabilitasi Mangrove, Kemenko Marves Tanda Tangani Perjanjian Kerja Sama Dengan Sembilan Pihak

Dalam rangka percepatan pelaksanaan implementasi rehabilitasi mangrove, Kemenko Marves menginisiasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tentang Kegiatan Rehabilitasi Mangrove melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)/ Corporate Social Responsibility (CSR) di Sentul (22-9-2021). Penandatanganan perjanjian Kerja Sama dilaksanakan secara daring dan luring. Perjanjian ini melibatkan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, PT Pelabuhan Indonesia I (PERSERO), PT Pelabuhan Indonesia II (PERSERO), PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO), PT Pelabuhan Indonesia IV (PERSERO), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti yang hadir secara daring dalam penandatangan PKS tersebut menyampaikan harapannya agar program ini dapat berjalan dengan baik dan dapat segera dilaksanakan program rehabilitasi sebagai tindak lanjut kerja sama ini. Deputi Nani menegaskan bahwa program ini tidak hanya menanam saja, tetapi juga mendorong masyarakat agar dapat dilibatkan dalam proses penanaman dan juga dalam proses pemeliharaannya sehingga benefitnya dapat dirasakan oleh masyarakat lebih optimal lagi, dan kita akan segera melaksanakan launching pilot project program rehabilitasi mangrove melalui program TJSL/CSR ini di Indramayu pada minggu pertama bulan Oktober. “Selanjutnya kami akan mengundang dan menginformasikan perjanjian kerja sama ini kepada mitra-mitra yang lain, sehingga dukungan dari berbagai pihak terus bertambah dan dapat berdampak pada perbaikan kehidupan masyarakat pesisir dan juga lingkungan,” lanjutnya.Hadir secara langsung Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Perubahan Iklim, Kus Prisetiahadi mewakili Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI).

Dalam Sambutannya, Asdep Kus Prisetiahadi mengatakan bahwa program ini merupakan perwujudan dari arahan presiden pada pertemuan Leader’s Summit on Climate bulan April 2021 yang menyatakan bahwa Indonesia sedang melakukan rehabilitasi Mangrove seluas 620.000 ha sampai 2024, dan ini merupakan program rehabilitasi terbesar di dunia. “Sebelumnya kita hanya mengandalkan partisipasi kementerian dan daerah, sekarang kita akan mengembangkan partisipasi dari swasta dari berbagai sektor dan asosiasi, karena tanpa melibatkan stakeholders lainnya, kita akan sulit untuk mencapai tujuan,” tambahnya. Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat, KLHK, Sri Handayaningsih, yang hadir secara daring menyampaikan apresiasinya terhadap upaya mempercepat upaya pemerintah untuk merehabilitasi mangrove.  “Mangrove ke depannya memiliki skema untuk mempercepat NDC, untuk mengurangi emisi karbon, dan mangrove salah satu yang paling besar menyumbang pelepasan emisi karbon,” Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP Muhammad Yusuf, Direktur Asosiasi APHI, Purwadi Soeprihanto dan Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono turut hadir secara virtual dan menyampaikan apreasiasinya terhadap pihak-pihak yang turut berkontribusi dalam penandatangan Kerja Sama ini PKS ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (NKB) CSR Mangrove yang sebelumnya telah dilaksanakan secara daring pada tanggal 10 Agustus 2021. Diharapkan dengan dukungan berbagai pihak program rehabilitasi mangrove akan lebih cepat terlaksana.

https://maritim.go.id/percepat-implementasi-rehabilitasi-mangrove-kemenko-marves-tanda-tangani/

 

 

BERITA BIOFUEL

 

 

Gatra.com | Rabu, 22 September 2021

Potensi Industri Sawit sebagai Green Fuel

Industri kelapa sawit berkontribusi besar untuk menciptakan energi baru terbarukan (EBT). Sebelumnya, Indonesia berhasil mengembangkan biodiesel sawit, yang diteruskan dengan memproduksi bahan bakar berbasis minyak sawit. Contoh produknya berupa green diesel, green gasoline, dan green avtur, sebagai sumber EBT. Pemerintah pun terus mendorong kemajuan green fuel untuk meningkatkan penggunaan energi bersih. Direktur Bioenergi, Andriah Feby Misna menuturkan, produk green fuel ini memiliki karakterisitik yang mirip dengan bahan bakar yang berbasis fosil. Bahkan untuk beberapa parameter kualitasnya jauh lebih baik dari bahan bakar berbasis fosil fuel. “Green diesel atau Diesel Biohydrokarbon, memliliki keunggulan dibanding diesel yang berbasis fosil maupun biodiesel berbasis fatty acid methyl ester (FAME), diantaranya cetane number yang relatif lebih tinggi, sulfur content yang lebih rendah, oxidation stability-nya juga lebih baik serta warna yang lebih jernih. Co-processing merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk memproduksi greenfuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan,” kata Andriah Feby Misna. Untuk mendukung hal ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai instrumen pemerintah terus memfasilitasi pengembangan sektor kelapa sawit nasional. BPDPKS menyatakan kesiapannya untuk menjadi salah satu pelaksana dalam Proyek Strategis Nasional Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit. “Kami telah terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan BBN berbasis sawit ini. Terutama dalam pelaksanaan program mandatori biodiesel sejak 2015 sampai tercapainya program B30 awal tahun 2020 ini. Keterlibatan BPDPKS dalam persiapan program green fuel termasuk dukungan pendanaan dan fasilitasi untuk pengembangan katalis bio-hydrocarbon atau yang dikenal dengan katalis Merah Putih mulai dari tahap riset sampai tahap uji coba,” ucap Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami. Katalis yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung dan Pertamina ini saat ini didukung oleh BPDKS untuk memasuki tahap komersialisasi pada salah satu kilang milik Pertamina. Dilansir dari situs Palm Oil Indonesia, Pertamina telah melakukan uji coba produksi dengan mengolah minyak sawit menjadi green diesel (D-100) di kilang Dumai dengan volume produksi 1000 barel. Sedangkan uji coba co-processing minyak sawit atau green gasoline juga telah dilakukan di kilang Plaju dan kilang Cilacap. Ada perbedaan antara bahan baku minyak sawit, dimana green diesel dan green gasoline dihasilkan dari minyak sawit ( RBDPO), sedangkan bahan baku untuk green avtur adalah minyak inti sawit (RBDPKO). Setelah uji produksi dilakukan, green avtur kemudian memasuki uji performa pada pesawat yang menggunakan avtur atau bioavtur berbasis minyak sawit. Selanjutnya pada tanggal 6 September 2021 telah dilakukan ground test pada pesawat CN 235-220 Flying Test Bed (FTB) yang menggunakan J.24 Bioavtur sebagai bahan bakar pesawat yang terdiri dari campuran 2,4 persen minyak inti sawit yang telah diproses dengan menggunakan katalis. Hasilnya, pesawat yang menggunakan green avtur atau bioavtur menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal ini menjadi harapan besar untuk dapat mengurangi impor avtur fosil dan mewujudkan ketahanan energi berbasis emisi rendah dan ramah lingkungan.

https://www.gatra.com/detail/news/523628/info-sawit/-potensi-industri-sawit-sebagai-green-fuel