Kementerian ESDM Pastikan Program B30 Tidak Ganggu Suplai Minyak Goreng
Bisnis.com | Rabu, 9 Maret 2022
Kementerian ESDM Pastikan Program B30 Tidak Ganggu Suplai Minyak Goreng
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum berencana untuk mengevaluasi kebijakan program Biodiesel 30 persen atau B30 untuk kendaraan ditengah terbatasnya pasokan Crude Palm Oil (CPO) untuk kebutuhan bahan baku minyak goreng. B30 sendiri menggunakan CPO sebagai blend (campuran). Pada tahun 2022, Kemen ESDM menetapkan sebanyak 18 BU BBM yang mendapatkan alokasi BBN jenis Biodiesel dengan total alokasi sebesar 10,151 juta KL dengan perkiraan dana pembiayaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan sebesar Rp35,41 triliun. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyatakan bahwa program penggunaan CPO sebagai bahan baku biodiesel telah berlangsung sejak lama. “Program biodiesel sudah dimulai sejak 2008 dengan menggunakan CPO sebagai bahan baku dengan besaran pencampuran yang naik mengikuti kenaikan produksi dari CPO. Sekarang sudah mencapai B30 yang telah berjalan sejak 1 Jan 2020,” kata Dadan kepada Bisnis, Rabu (09/03/2022). Lebih lanjut, menurut Dadan, kondisi pasokan dan harga CPO dipantau terus oleh pemerintah tetapi hingga saat ini pemerintah belum berencana untuk menekan program B30 sebagai respon gejolak kelangkaan minyak goreng di pasaran. “Kami terus memantau secara dekat perkembangan supply dan harga CPO dan minyak bumi dan menyiapkan opsi-opsi antisipasinya. Sampai saat ini kami belum membahas atau mengevaluasi program B30 dan program B30 masih berjalan sesuai dengan rencana,” jelas Dadan. Meski program B30 tetap berjalan meski minyak goreng mengalami kelangkaan di pasar, Dadan meyakini bahwa program B30 tidak mengganggu suplai minyak goreng untuk pangan. “Kami juga melihat dari sisi konsumsi minyak goreng sdh berjalan sejak dulu dengan volume yang pasti semakin meningkat dan suplai CPO nasional juga cukup. Jadi kalau dari pengamatan kami, sangat kecil kemungkinan program biodiesel mengganggu pasokan minyak goreng,” papar Dadan.
Bisnis.com | Rabu, 9 Maret 2022
DMO Minyak Sawit 30 Persen Berisiko Salah Sasaran, Indef Beri Penjelasan
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho menilai manuver Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk menaikkan besaran domestic market obligation (DMO) bahan baku minyak goreng menjadi 30 persen berpotensi salah sasaran. Andry beralasan kebijakan itu tidak dibarengi dengan subsidi harga kepada eksportir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya untuk menutupi selisih harga di pasar internasional yang sudah terpaut jauh dari domestic prices obligation atau DPO. “Permasalahannya memang di disparitas harga internasional dan juga harga domestik yang ditetapkan ini tidak ada mekanisme subsidi yang memang berbeda dengan biodiesel pada akhirnya peningkatan DMO ini akan mengarah pasokannya ke biodiesel,” kata Andry melalui pesan suara, Rabu (9/3/2022). Adapun harga CPO Dumai pada Selasa (8/3/2022) sebesar Rp17.651 per kilogram atau sempat mengalami penurunan sebesar 3,28 persen dari torehan Rp18.250 pada Selasa (1/3/2022). Kendati demikian harga DPO CPO dipatok sebesar Rp9.300 per kilogram dan DPO Olein mencapai Rp10.300 per kilogram untuk dipasok ke dalam negeri. Dengan demikian, Andry meminta, pemerintah menyertakan kebijakan pendamping berkaitan dengan alokasi subsidi pada eksportir yang wajib memenuhi pasokan domestik hingga 30 persen dari rencana ekspor CPO dan produk turunannya. Kebijakan subsidi itu, dia mengatakan, perlu diambil untuk memastikan pasokan bahan baku minyak goreng murah itu tepat sasaran dan tidak beralih ke program mandatori B30 yang terlebih dahulu sudah disubsidi oleh pemerintah. “Arah dari Kemendag ini untuk menaikkan DMO bahan baku minyak goreng ini salah ketika tidak disertai dengan subsidi yang ada di CPO, saya rasa perlu ada mekanisme komprehensif setidaknya bisa mengakomodir dari sisi produsen CPO-nya sendiri,” kata dia. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi memutuskan untuk menaikkan kembali besaran domestic market obligation atau DMO bahan baku minyak goreng menjadi 30 persen mulai Kamis (10/3/2022) besok. Langkah itu diambil setelah harga minyak goreng dalam negeri tetap tertahan tinggi kendati intervensi pemerintah sudah dilakukan sejak akhir tahun lalu. “DMO ini akan kami naikkan dari 20 persen hari ini menjadi 30 persen untuk besok pagi untuk memastikan adanya stok yang cukup untuk kebutuhan dalam negeri,” kata Lutfi saat konferensi pers daring, Rabu (9/3/2022). Lutfi menerangkan kebijakan ini mesti diambil kendati adanya permintaan yang besar terhadap minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam negeri dari pasar internasional. Dia mengatakan dirinya tidak ingin ambil pusing ihwal potensi kenaikan harga minyak nabati dunia akibat pembatasan ekspor CPO lewat kenaikan besaran DMO tersebut. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), total ekspor CPO dan turunannya sudah mencapai 2.771.294 ton selama 14 Februari hingga 8 Maret 2022. Sementara porsi DMO untuk kebutuhan industri dalam negeri mencapai 573.890 ton. Adapun Kemendag sudah menerbitkan 126 persetujuan ekspor kepada 54 eksportir setelah implementasi kebijakan DMO itu sejak 14 Februari lalu. Alokasi DMO itu meliputi RDB Palm Olein sebanyak 463.886 ton dan CPO mencapai 110.004 ton. Kemendag melaporkan minyak goreng curah dan kemasan hasil DMO itu sudah tersalurkan sebanyak 415.787 ke pasar hingga Selasa (8/3/2022). Artinya, distribusi minyak goreng murah hasil DMO itu sudah melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton.
Bisnis.com | Rabu, 9 Maret 2022
DMO Minyak Sawit 30 Persen, Pasokan Bahan Baku Minyak Goreng Bakal Mandek?
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengkhawatirkan manuver Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang belakangan menaikkan besaran domestic market obligation atau DMO menjadi 30 persen justru berimbas pada macetnya pasokan bahan baku minyak goreng ke produsen dalam negeri. Sahat menilai kebijakan itu berpotensi membuat para eksportir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya menahan diri untuk ekspor lantaran potensi rugi yang semakin lebar akibat naiknya kewajiban pasokan bahan baku dalam negeri itu. Alasannya, selisih harga CPO internasional dengan domestic price obligation atau DPO terlalu jauh. Adapun harga CPO Dumai pada Selasa (8/3/2022) sebesar Rp17.651 per kilogram atau sempat mengalami penurunan sebesar 3,28 persen dari torehan Rp18.250 pada Selasa (1/3/2022). Kendati demikian harga DPO CPO dipatok sebesar Rp9.300 per kilogram dan DPO Olein mencapai Rp10.300 per kilogram untuk dipasok ke dalam negeri. “Itu yang membuat mereka makin malas ketika DMO dinaikkan 30 persen itu akan memperbesar kerugian mereka, saya melihat ini akan mandek total, saya yakin eksportir tidak mau menanggung rugi yang sedemikian besar,” kata Sahat melalui sambungan telepon, Rabu (9/3/2022). Konsekuensinya, kata Sahat, pasokan bahan baku minyak goreng untuk industri bakal menyusut seiring dengan meningkatnya DMO kepada eksportir. Di sisi lain, kinerja ekspor bakal turut tersendat akibat potensi kerugian yang semakin lebar dari pemberlakuan DMO 30 persen tersebut. Berdasarkan data statistik Industri Minyak Sawit Indonesia 2022, total ekspor CPO dan produk turunannya mencapai 2,17 juta ton pada Januari 2022 atau turun 11,7 persen jika dibandingkan dengan torehan Desember 2021 sebesar 2,46 juta ton. Sementara itu, GIMNI bersama asosiasi industri sawit lainnya memperkirakan ekspor CPO dan produk turunannya sepanjang Februari 2022 hanya menyentuh di angka 1,6 juta ton atau turun 26,26 persen secara bulanan. “Apalagi ada DMO 30 persen akan makin menciut ekspor dan pasokan ke dalam negeri karena untuk mencapai administrasi domestik itu tidak mudah dari pabrik ke distributor lalu ke ritel itu beberapa minggu baru dapat dokumennya, belum yakin juga apa dapat persetujuan ekspornya,” kata dia. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi memutuskan untuk menaikkan kembali besaran domestic market obligation atau DMO bahan baku minyak goreng menjadi 30 persen mulai Kamis (10/3/2022) besok. Langkah itu diambil setelah harga minyak goreng dalam negeri tetap tertahan tinggi kendati intervensi pemerintah sudah dilakukan sejak akhir tahun lalu. “DMO ini akan kami naikkan dari 20 persen hari ini menjadi 30 persen untuk besok pagi untuk memastikan adanya stok yang cukup untuk kebutuhan dalam negeri,” kata Lutfi saat konferensi pers daring, Rabu (9/3/2022). Lutfi menerangkan kebijakan ini mesti diambil kendati adanya permintaan yang besar terhadap minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam negeri dari pasar internasional. Dia mengatakan dirinya tidak ingin ambil pusing ihwal potensi kenaikan harga minyak nabati dunia akibat pembatasan ekspor CPO lewat kenaikan besaran DMO tersebut. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), total ekspor CPO dan turunannya sudah mencapai 2.771.294 ton selama 14 Februari hingga 8 Maret 2022. Sementara porsi DMO untuk kebutuhan industri dalam negeri mencapai 573.890 ton. Adapun Kemendag sudah menerbitkan 126 persetujuan ekspor kepada 54 eksportir setelah implementasi kebijakan DMO itu sejak 14 Februari lalu. Alokasi DMO itu meliputi RDB Palm Olein sebanyak 463.886 ton dan CPO mencapai 110.004 ton. Kemendag melaporkan minyak goreng curah dan kemasan hasil DMO itu sudah tersalurkan sebanyak 415.787 ke pasar hingga Selasa (8/3/2022). Artinya, distribusi minyak goreng murah hasil DMO itu sudah melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton.
Harian Neraca | Rabu, 9 Maret 2022
Mahalnya Harga CPO Bikin Tak Layak untuk Biodiesel
Pengamat ekonomi energi dari Universitas I iadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan penggunaan Kelapa Sawit sebagai bahan baku biodiesel sudah tidak lagi layak secara ekonomi lantaran mahalnya harga minyak Kelapa Sawit atau crude Palm Oil (CPO) saat ini. “Harga biodesel menjadi sangat mahal, balikan bisa lebih mahal dari harga energi fosil,” kata Fahmy, seperti dikutip Antara, kemarin. Kementerian EnergidanSumber Daya Mineral(ES-DM) telah menetapkan harga indeks pasar untuk produk biodiesel sebesar Rp 14.436 per liter pada Maret 2022. Sedangkan, harga rata-rata minyak Kelapa Sawit selama periode 25 lanuari 2022 sampai24 Februari 2022 mencapai angka Rpl 5.373 per kilogram. Fahmy menjelaskan bahwa tingginya harga biodiesel di pasaran dapat membuat konsumen beralih menggunakan bahan bakar minyak yang terbuat dari fosil. “Dalam kondisi tersebut tidak bisa dihindari konsumen akan kembali beralih ke energi fosil,” ujarnya. Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa sawit bukan satu-satunya bahan baku biodiesel, sehingga pemerintah perlu mengembangkan bahan baku alternatif agar tidak mengganggu pasokan minyak Kelapa Sawit untuk produk pangan, seperti minyak goreng yang kini mengalami kelangkaan dan kenaikan harga di pasar dalam negeri. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri dari campuran senyawa metil ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel. Produk biodiesel di Indonesia memiliki komposisi 30 persen minyak sawit dan 70 persen minyak solar. Selain kelapa sawit, tanaman yang juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah jarak pagar. Kandungan minyak dari biji jarak pagar punya rendemen minyak nabati sebanyak 35 sampai 45 persen.