Kementerian ESDM Targetkan Produksi Bidiesel 10,15 juta kl di 2022, Ini Kata Aprobi

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kontan.co.id | Selasa, 4 Januari 2022

Kementerian ESDM Targetkan Produksi Bidiesel 10,15 juta kl di 2022, Ini Kata Aprobi

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan alokasi volume biodiesel di tahun 2022 akan mencapai 10,15 juta kilo liter. Menurut Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dengan angka tersebut, perkiraan dana pembiayaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan sebesar Rp 35,41 triliun. Terkait dengan target tersebut, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan bahwa saat ini Aprobi mempunyai kapasitas produksi biiodiesel sebesar 14,5 juta kilo liter. Akan tetapi, kapasitas produksi maksimal yang dapat dihasilkan sekitar 80%, atau 11,6 juta kilo liter. Sehingga, sangat memungkinkan target pemerintah sebanyak 10,15 juta kilo liter dapat diakomodasi. Sementara itu, saat ini, Paulus mengungkapkan bahwa pihaknya masih menghadapi beberapa tantangan seperti, menjaga kualitas, pasokan atau transportasi, dan harga CPO. “Tantangan yang kami hadapi adalah menjaga kualitas dan pasokan/transportasi. Sampai saat ini tingginya harga CPO merupakan tantangan juga yang bisa kita bersama atasi,” katanya kepada Kontan, Selasa (4/1). Terkait dengan tantangan tersebut, Paulus menyebut bahwa pihaknya akan mengatasinya dengan kerja sinergi antara semua pemangku kepentingan. Ia juga mengungkapkan bahwa di tahun ini akan ada penambahan kapasitas produksi dari biodiesel. Namun, ia belum tahu berapa besar penambahan kapasitas produksinya. Tahun 2021, produksi biodiesel diproyeksikan kementerian ESDM akan mencapai 9,3 juta kilo liter.

https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-targetkan-produksi-bidiesel-1015-juta-kl-di-2022-ini-kata-aprobi

Harian Kontan | Rabu, 5 Januari 2022

Stok CPO Dibagi Minyak Goreng dan Biodiesel (Pemerintah menargetkan produksi biodiesel tahun 2022 mencapai 10,15 juta kiloliter)

Saat urusan harga minyak goreng di pasaran belum juga turun, pemerintah kini justru mematok target kenaikan produksi biodiesel 2022. Target produksi bahan bakar dari minyak sawit tahun ini mencapai 10,15 juta kiloliter (KL) atau naik 7,9% dibandingkan dengan produksi 2021 seki tar 9,4 juta KL. Upaya mendongkrak target produksi biodiesel ini disam-paikan Direktur Jenderal Energi Bau Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana Dadan kepada KONTAN, Selasa (4/1). Ia menyebut, meskipun naik produksi biodiesel ini belum sampai mengarah pada program B40, melainkan masih dalam program B30. Mengenai pengembangan program B40, saat ini pemerintah sedang memastikan aspek teknis, kesiapan bahan baku yakni minyak sawit mentan, unit produksi, dan regulasi pendukung B40 ini. Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Ap-robi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, saat ini produsen biodiesel di Indonesia mempunyai kapasitas produksi terpasang 14,5 juta KL. Dari kemampuan ini, kapasitas produksi maksimal yang dapat dihasilkan sekitar 80%, atau 11,6 juta KL. Karena itu, sangat memungkinkan target pemerintah sebanyak 10,15 juta KL bisa terealisasi. Selain itu ia memastikan tahun ini akan ada penambahan kapasitas produksi biodiesel terpasang, namun belum dapat dipastikan jumlahnya

Pangan vs biodiesel

Dengan target tambahan produksi biodiesel yang setiap tahun terus meningkat, membuat kebutuhan bahan baku minyak sawit mentah (CPO) untuk diolah menjadi biodje-sel bakal terus meningkat. Kondisi ini yang memunculkan kekhawatiran bahwa pasokan balian baku CPO akan diprioritaskan untuk biodiesel ketimbang untuk minyak goreng. Mal ini bisa membuat harga minyak goreng dalam negeri bakal terus meningkat. Namun, Direktur Ekeseku-t if Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, permintaan CPO dalam negeri sejatinya dalam tren menurun. Hal ini tergambar dari data konsumsi CPO domestik pada bulan Oktober 2021 mencapai 1,49 juta ton, atau 24.000 ton lebih rendah dari bulan September sebesar 1,47 juta ton. Adapun, sepanjang Januari hingga Oktober 2021 tingkat konsumsi CPO di pasar dalam negeri mencapai 15,17 juta ton. Bila kondisi ini stabil atau konsumsi di level l,4(i juta ton per bulan pada November dan Desember, maka total konsumsi CPO domestik 2021 mencapai 18,17juta ton. “Proyeksi konsumsi CPO domestik tahun 2021 bisa lebih tinggi 4,8% dibandingkan dengan 2020 sebesar 17,34 juta ton,” kata Mukti. Bila diperinci lagi, sejatinya konsumsi CPO untuk pangan, termasuk minyak goreng di dalamnya lebih besar ketimbang kebutuhan biodiesel. Pada Oktober 2021 misalnya, konsumsi CPO untuk pangan mencapai 672.000 ton, sedangkan untuk biodiesel hanya 622.000 ton. Adapun, sepanjang Januari-Oktober 2021, konsumsi CPO untuk pangan telah mencapai 7,58 juta ton, sedangkan biodiesel hanya 5,83 juta ton. Sedangkan, proyeksi ekspor CPO tahun 2021 mencapai 34,9 juta ton atau naik 900.000 ton dibandingkan tahun 2020. Sekretaris Perusahaan PT Triputra Agro Persada Tbk Joni Tjeng mengatakan, siap mendukung penyediaan CPO untuk kebutuhan dalam negeri pada 2022. “Sebagai industri sawit di hulu, kami siap menjual ke pembeli dalam negeri,” kata dia.

BERITA BIOFUEL

Kontan.co.id | Selasa, 4 Januari 2022

Kementerian ESDM Menargetkan Produksi 10,15 Juta Kiloliter Biodiesel pada Tahun 2022

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan realisasi penerapan B30 sampai dengan akhir Desember 2021 mencapai 9,3 juta kilo liter. Menurut Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, saat ini data realisasi bulan Desember 2021 masih dalam tahapan penyelesaian, sehingga angka realisasinya belum dapat dipastikan. Sementara itu, untuk alokasi volume tahun 2022, Dadan menyebutkan akan sebesar 10,15 juta kilo liter dengan perkiraan dana pembiayaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan sebesar Rp 35,41 triliun. Dadan menjelaskan bahwa saat ini ada lima keuntungan dari adanya program B30, pertama, akan menghemat devisa negara sebanyak Rp 56,24 triliun, kemudian peningkatan nilai tambah dari crude palm oil (CPO) ke biodiesel sebesar Rp 11,26 triliun. Ketiga, ia juga melihat, program ini akan meningkatkan tenaga kerja on-farm sebanyak 1,15 juta tenaga kerja dan off farm sebanyak 8,68 ribu tenaga kerja. Keempat, adanya program ini menurutnya akan menurunkan emisi karbondioksida (CO2) sebesar 24,7 juta ton di tahun 2021. Terakhir, program ini dinilai akan menstabilkan harga CPO. “Rata-rata harga CPO di tahun 2021 sebesar Rp 9.725 per kilogram,” katanya kepada Kontan, Senin (3/1). Selain itu, terkait dengan program B40, Dadan mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang memastikan aspek teknis, kesiapan bahan baku, unit produksi, dan regulasi pendukung program ini. Ia juga menyebutkan bahwa kajian kelayakan B40 secara teknis dan kajian tekno ekonomi sedang dilakukan. “Di tahun 2022 akan dilanjutkan dengan road test untuk memastikan keberterimaan spek dari campuran B40 tersebut dan compliance terhadap mesin kendaraan,” katanya. Menurutnya, secara teknis implementasi B40 sudah siap, tetapi ada beberapa hal yang perlu dilihat, seperti pendanaan dan kesanggupan produsen untuk memproduksi dengan spesifikasi lebih tinggi.

https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-menargetkan-produksi-1015-juta-kiloliter-biodiesel-pada-tahun-2022

Sawitindonesia.com | Selasa, 4 Januari 2022

Menjaga Keseimbangan Pembiayaan Biodiesel

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung penuh keberlanjutan program mandatori biodiesel pemerintah. Salah satu dukungan program B40 adalah mendukung pendanaan untuk kajian penerapan B40. Dasar hukum penyaluran dana FAME adalah Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015. Dalam pasal 18 disebutkan bahwa dana digunakan untuk menutup selisih kurang antara HIP Solar dengan HIP Biodiesel dan berlaku untuk semua jenis BBM jenis minyak solar (JBT dan JBU). Dana ini disalurkan kepada badan usaha bahan bakar nabati. Selanjutnya dasar pembayaran adalah hasil verifikasi Kementerian ESDM yang dapat dibantu surveyor yang ditunjuk BPDPKS. Berikutnya persyaratan badan usaha BBN akan diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS. Setiap bulan, Kementerian ESDM menetapkan HIP biodiesel dan HIP minyak solar. Edi Wibowo, Direktur Penyaluran Dana BPDPKS menjelaskan bahwa skema pembayaran biodiesel Berdasarkan PerMen ESDM Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dana biodiesel akan diberikan untuk menutupi selisih antara HIP minyak solar dengan HIP biodiesel. Sebelum dilakukan pembayaran oleh BPDPKS, akan dilakukan penetapan hasil verifikasi sebagai dasar pembayaran dana pembiayaan biodiesel. Verifikasi dilakukan oleh Ditjen EBTKE Kementerian ESDM RI. Komponen verifikasi meliputi volume penyaluran Biodiesel, bulan transaksi, besaran ongkos angkut, nama BU BBN dan nama BU BBM, dan sektor penyaluran. “Pihak Ditjen EBTKE bekerjasama dengan Surveyor Indonesia untuk mendapatkan hasil verifikasi terkait penyaluran badan usaha BBN. Berikutnya hasil verifikasi akan diserahkan kepada BPDPKS untuk menjadi dasar pembayaran. Proses dari penyerahan dokumen sampai kepada pembayaran selama 28 hari kerja,” urai Edi saat berbicara dalam webinar “Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40”, yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Selasa (30 November 2021). Volume penyaluran biodiesel dari 2015 sampai 23 November 2021 terus menunjukkan tren positif. ”Dari 0,4 juta kiloliter pada 2015 selanjutnya naik signifikan menjadi 7,9 juta kiloliter,” tambahnya. Edi menjelaskan bahwa mandatori B30 akan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang berdampak kepada mengurangi CO2, menciptakan lapangan kerja, stabilisasi harga CPO, dan meningkatkan pendapatan petani sawit. “Dari 2015 sampai Oktober 2021, jumlah biodiesel yang telah digunakan mencapai 31,4 juta kiloliter yang menyerap emisi karbon sebesar 46,95 juta ton CO2,” ujar Edi. Sebagai informasi, Kementerian ESDM menetapkan alokasi biodiesel untuk tahun 2022 sebesar 10.151.018 kL melalui Keputusan Menteri ESDM No. 150.K/EK.05/DJE/2021, tanggal 30 November 2021 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari – Desember 2022. “Sesuai alokasi Kementerian ESDM, penyaluran biodiesel diperkirakan sebesar 10,15 juta kiloliter. BPDPKS mendukung kebijakan pemerintah ini untuk melanjutkan program B30,” ujar Edi Wibowo. Dalam presentasinya, Edi menjelaskan bahwa target volume penyaluran FAME di tahun 2022 sebesar 10,15 juta KL. Rata-rata selisih HIP Solar dan HIP Biodiesel sebesar Rp 3.853/Liter dengan rentang Rp 3.060-5.483/liter (termasuk OA dan PPN). ”Perkiraan kebutuhan dana untuk penyaluran FAME tahun 2022 sebesar Rp 39,11 triliun,” jelasnya.

Program B40

BPDPKS mendukung rencana pemerintah berkaitan program B40. Salah satunya mendukung pendanaan atas inisiatif Balitbang ESDM, BPDPKS dan PT. Pertamina bagi kebutuhan kajian penerapan B-40 melalui uji karakteristik penyimpanan unjuk kerja dan ketahanan mesin diesel pada engine test bench serta aspek tekno ekonomi yang dilakukan oleh LEMIGAS. Dalam presentasinya berjudul Peran BPDPKS untuk Keberlanjutan Program Mandatori Biodiesel, dikatakan Edi Wibowo, telah ada sejumlah hasil kajian. Pertama, Komposisi B40 dengan Kompoisi B30+HVO10, menunjukkan perbaikan kualitas pada beberapa parameter Standar Mutu dibandingkan B30. Kedua, perlu penetapan standar Mutu B-40. Ketiga, perlu uji jalan B40 yang lebih komprehensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan agar implementasi B40 dapat diterima sesuai rekomendasi teknis yang lebih komprehensif dari pada Pihak. Keempat, kecukupan dana perlu menjadi perhatian dalam menjaga keberlanjutan program, disamping revisi regulasi yang ada (terkait HIP HVO/DPME) dan bisnis prosesnya. Kelimanya, perlu diperhatikan harga CPO dan minyak solar, dimana selisih HIP Solar dan Biodiesel yang tinggi, maka penerpaan B30 masih perlu dipertahankan dan dicari alternatif bahan bakar berbasis sawit untuk menggantikan bahan bakar minyak berbasis fosil, guna mengurangi ekspor BBM, seperti Bensa. Menurut Edi Wibowo, kapasitas produksi HVO maupun DPME, belum mencukupi untuk penerapan B40 secara nasional, dan perlu dikaji keekonomiannya secara lebih komprehensif, khususnya analisis yang mendalam terkait kebutuhan tambahan investasi industri HVO, khususnya DPME, yang merupakan advance processing dari FAME. Keekonomian B40 dan kecukupan Dana untuk menutup selisih kurang HIP perlu dipertimbangkan secara matang untuk mengantisipasi perubahan harga CPO yang dinamis dan keberlanjutan program.

Menjaga Keseimbangan Pembiayaan Biodiesel