KINERJA INDUSTRI HILIR TETAP TERJAGA (FLUKTUASI HARGA CPO)

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Infosawit.com | Selasa, 7 September 2021

KINERJA INDUSTRI HILIR TETAP TERJAGA (FLUKTUASI HARGA CPO)

Industri hilir yang memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan baku diyakini masih mampu menjaga kinerjanya di tengah fluktuasi dan tingginya harga CPO hampir sepanjang tahun ini. Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian Supriadi menilai dampak fluktuasi harga minyak sawit mentah atau crude Palm Oil (CPO) sepanjang tahun ini tidak terlalu berdampak signifikan terhadap kinerja industri. Menurutnya, permintaan industri di hilir seperti biskuit, susu, kopi, olahan ikan, daging, dan sebagainya, dapat menutupi dampak kenaikan harga CPO. “Kami lebih fokus pada upaya-upaya recovery industri mamin [makanan dan minuman] hilir yang permintaannya makin meningkat,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (6/9). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal 11/2021, industri makanan dan minuman tumbuh 2,95 % secara year-on-year (YoY), naik dari 2,45% pada triwulan sebelumnya. Adapun, secara quarter-to-quarter (QtQ), industri ini tumbuh 2,37%. “Saya masih tetap optimis pertumbuhan industri mamin tahun ini bisa mencapai [pertumbuhan] di atas 5% karena industri ini yang menjadi an-dalan pertumbuhan dan yang diharapkan dapat recovery lebih cepat,” tuturnya. Supriadi menyebut untuk pulih dengan cepat dari pandemi, pemerintah telah memberikan insentif bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk impor bahan baku seperti kentang, jagung, susu, dan lain-lain. Upaya ini diharapkan dapat menjaga stabilitas kinerja industri makanan dan minuman pada masa pandemi. Sementara itu, Corporate Secretary PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) Yuni Gunawan mengatakan fluktuasi harga CPO sejauh ini belum memberikan tekanan langsung terhadap ongkos produksi perseroan. Dia mengatakan produksi Mayora sejauh ini menggunakan minyak kelapa sebagai bahan baku. Kendati demikian, dia mengakui harganya menang cenderung mengikuti harga CPO. Dia melanjutkan kenaikan harga tersebut hanya salah satu bagian dari biaya material sehingga tidak signifikan memengaruhi kinerja yang tahun ini ditargetkan tumbuh 10%. Adapun, sepanjang paruh pertama tahun ini, MYOR membukukan penjualan bersih sebanyak Rp 13,15 triliun, naik 18,68% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020 senilai Rp 11,08 triliun Selain itu, penjualan ekspor Mayora juga mengalami peningkatan sebesar 28,85% menjadi Rp5,41 triliun. Dengan total penjualan mencapai Rpl3,15 triliun, porsi ekspor dari total pendapatan mencapai 41,14%.

BIODIESEL

Senada dengan industri mamin, Ketua Umum Asosiasi Produsen biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengatakan sejauh ini selisih antara harga CPO dengan harga minyak mentah masih dapat ditutupi oleh insentif subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Adapun, para produsen biofuel saat ini tengah mendukung program biodiesel 30% (B30) yang terdiri atas campuran minimal 30% fatty acid methyl ester (FAME) dari sawit dan 70% solar. “[Jumlah] yang ditutup oleh BPDPKS adalah selisih harga FAME dengan harga solar. Sepanjang beriringan kenaikannya, crude oil naik, CPO naik, tidak masalah,” katanya kepada Bisnis. Pada tahun lalu saja, subsidi untuk biodiesel tercatat senilai Rp28,01 triliun untuk menyalurkan B30 sebanyak 8,42 juta kilo liter. Subsidi pada tahun ini diperkirakan akan naik seiring dengan proyeksi konsumsi biodiesel dalam negeri sebanyak 9,2 juta kilo liter. Master melanjutkan kinerja produksi industri untuk tahun berjalan 2021 relatif tidak menemui kendala. Kapasitas produksi industri saat ini rata-rata 12,5 juta kilo liter sehingga dapat memenuhi kewajiban suplai dalam negeri sebesar 9 juta kilo liter. Pada tahun depan, seiring dengan ekspansi sejumlah perusahaan, kapasitas produksi industri dapat mencapai 14 juta kilo liter. Jika program biodiesel masih B30 pada tahun depan, konsumsi dalam negeri diperkirakan naik hingga 10 juta yang masih bisa dipenuhi oleh industri. “Kami juga berharap nantinya bisa menjadi B40 pada 2022, paling tidak pada pertengahan tahun,” ujarnya.

 

BERITA BIOFUEL

 

 

Bisnis.com | Selasa, 7 September 2021

Pertamina Uji Coba Bioavtur di Pesawat CN 235-220

PT Pertamina (Persero) melakukan uji coba penggunaan Bioavtur dengan campuran 2,4 persen biofuel pada pesawat CN 235-220 Flying Test Bed untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan atau EBT, dan turus serta berkontribusi dalam upaya net zero emission pada 2021. Andianto Hidayat, VP Downstream Research and Technology Innovation Pertamina, mengatakan bahwa pihaknya harus bersedia dan siap melakukan apapun untuk mendukung program dekarbonisasi. Salah satu langkah yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan penggunaan EBT dalam bauran energi nasional adalah pengembangan Bioavtur sebagai bahan bakar pesawat. “Kami usahakan nanti masih ada penelitian tingkat lanjut, sehingga bisa dioptimalkan komposisi feed nabatinya hingga 5 persen,” katanya dalam siaran pers, dikutip Selasa (7/9/2021). Untuk memastikan keandalan Bioavtur yang diproduksinya, Pertamina melakukan pengujian Bioavtur dengan pesawat CN 235-220 Flying Test Bed di Area Landasan Udara Husein Sastranegara, Bandung. Andianto menuturkan, ground run and flight test tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi dalam upaya mencapai target potensi EBT dalam bauran energi nasional, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014 dan Peraturan Presiden Nomor 22/2017. Menurutnya, Bioavtur yang dikembangkan perusahaan sebenarnya telah siap diujicobakan di pesawat komersial. “Kami siap membantu memenuhi penurunan emisi karbon untuk seluruh moda transportasi, baik itu darat, laut, maupun udara,” tuturnya. Sementara itu, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Andriah Feby Misnah menyampaikan apresiasinya kepada Pertamina yang telah berkomitmen untuk terus menguji coba bahan bakar minyak (BBM) bioenerginya guna mendukung penyediaan energi ramah lingkungan. “Terima kasih kepada Pertamina yang sudah berhasil untuk melakukan uji coba berbagai produk green fuel-nya, baik itu green diesel, green gasoline, maupun green avtur,” ucapnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20210907/44/1438998/pertamina-uji-coba-bioavtur-di-pesawat-cn-235-220

Detik.com | Selasa, 7 September 2021

Bioavtur Made in Indonesia Diujicoba Pertama pada CN-235-220: Pesawat Tak Batuk-batuk

Bioavtur buatan dalam negeri diuji coba ke Pesawat CN-235-220 milik PT Dirgantara Indonesia. Bagaimana hasilnya? Bioavtur adalah bahan bakar pesawat terbang dari kelapa sawit. Indonesia kini tengah mengembangkan bahan bakar tersebut dengan nama Bioavtur J2,4, yang merupakan kerjasama PT Pertamina (Persero) bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Bioavtur ini dihasilkan dari bahan baku 2,4% minyak inti sawit atau refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis. Bioavtur yang diproduksi di Unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) Refinery Unit (RU) 4 Pertamina Cilacap tersebut disingkat dengan Jet Avtur 2,4 (J2,4). Bioavtur J2,4 tersebut sudah diuji coba pada pesawat CN-235-220 milik PT Dirgantara Indonesia. Hasilnya, tim ujicoba menyimpulkan hasil pemakaian bioavtur J2,4 ke pesawat CN-235-220 berjalan normal. Rangkaian tes ground run dilakukan terdiri dari uji variasi engine power hingga diperoleh data sampai setting engine power. “Dari hasil pengetesan ground run sekitar 20 menit, didapatkan hasil sebagai berikut, bahan bakar habis 50 liter, start engine dengan engine sebelah kanan yang sudah kita isi dengan bioavtur kemudian diikuti dengan start engine sebelah kiri semuanya berjalan normal tidak ada masalah,” ujar pilot pesawat uji Kapten Adi Budi Atmoko dalam reviewnya setelah melakukan tes di Bandung, seperti dikutip dalam laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Masalah juga tidak terjadi setelah dilakukan uji kekuatan, dengan power pertama kali adalah flight idle hingga maksimum power, sepertinya engine dari bioavtur ini tidak ada masalah, terbukti hingga sampai tekanan maksimum semuanya berjalan lancar tidak ada masalah di engine, tidak ada “batuk-batuk” seperti jika terjadi sesuatu kontaminasi terhadap engine, tetapi ini lancar semua tidak ada masalah,” tambah Adi. Setelah itu, dicoba juga respon dari engine pada pada saat pilot melakukan perubahan engine power, baik secara perlahan lahan maupun secara cepat. Terakhir adalah uji perubahan dari engine power, di mana engine yang sudah diakeselerasi kemudian akan dipaksa untuk akselerasi secara tiba tiba. “Tim melakukan akselerasi dan deselarasi, itu adalah enginenya kita slim dari power idle kemudian kita kasih ke maksimum power kemudian kita kembalikan lagi ke power idle secara moderate dan secara cepat, itu semuanya tidak ada masalah, tidak ada engine flim out, tidak ada “batuk-batuk” juga dan semuanya berjalan normal,” lanjut Adi. “Tes terakhir yang selanjutnya dilakukan, yakni test kebalikannya dari maksimum power kemudian ditarik kembali ke idle, kemudian kita tarik lagi ke maksimum dan ke idle lagi juga semuanya normal dan lancar semua hingga kita shoutdown enginenya, alhamdulillah semuanya lancar,” pungkas Adi. Setelah dilakukan test ground run, akan dilanjutkan dengan uji terbang selama 9 hari kalender menggunakan pesawat CN-235-220. Pesawat uji akan berangkat dan mendarat di Bandara Husein Sastranegara Bandung Produk bioavtur ini telah dua kali uji statik di test-cell milik PT. Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia dengan menggunakan bahan bakar avtur Jet A1 dan bioavtur (J2,0 dan J2,4) pada engine CFM56-3 yaitu tanggal 23-24 Desember 2020 dan 24-25 Mei 2021, dengan performansi engine yang menggunakan bioavtur (J2,0 dan J2,4) memberikan korelasi yang sama dengan mengguakan Jet A1. Seperti diketahui karena produksi sawit Indonesia besar maka Indonesia tengah menyiasati konsumsi sawit untuk digunakan sebagai bahan bakar melalui program biosolar dan bioavtur.

https://oto.detik.com/berita/d-5714067/bioavtur-made-in-indonesia-diujicoba-pertama-pada-cn-235-220-pesawat-tak-batuk-batuk

 

Tempo.co | Selasa, 7 September 2021

Indonesia Uji Terbang Perdana Pesawat Berbahan Bakar Bioavtur Besok

Indonesia memulai babak baru penggunaan bahan bakar nabati untuk pesawat terbang. Bioavtur hasil riset tim Institut Teknologi Bandung (ITB) dan PT Pertamina akan diuji terbang perdana oleh pesawat tes khusus CN235-220 milik PT Dirgantara Indonesia. “Rencana hari Rabu besok akan uji coba terbang,” kata Iman Kartolaksono Reksowardojo, dosen periset dari Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Selasa 7 September 2021. Bioavtur itu, Iman menerangkan, ada dua jenis, yaitu campuran 2 persen dan 2,4 persen bahan nabati dengan metode co-processing di kilang Pertamina dengan kode J 2.0 dan J 2.4. Bahan nabati yang dicampur berupa minyak dari inti biji kelapa sawit. Pembuatnya yaitu tim dari Pusat Rekayasa Katalisis pimpinan Profesor Subagyo yang menghasilkan katalis Merah Putih bersama Pertamina. “Bioavtur ini dibuat sama persis dengan bahan bakar pesawat sebelumnya,” ujar Iman sambil menambahkan standar mengacu pada keamanan pesawat terbang. Sebelum uji terbang, bioavtur telah diuji di darat pada mesin pesawat (ground test). Rangkaian ujinya dimulai pada Desember 2020 dan Mei 2021 pada pesawat Boeing 737 di Garuda Maintenance Facility. “Hasilnya baik, kita bisa lakukan itu karena jumlah bioavtur-nya besar,” kata dia. Uji bioavtur ketiga pada pesawat di darat dilakukan Senin, 6 September 2021, di hanggar PT Dirgantara Indonesia. Pesawat yang digunakan yaitu CN235 khusus untuk berbagai uji coba komponen seperti roda juga bahan bakar. Pengujian bioavtur dilakukan dengan beragam kondisi pesawat ketika terbang, misalnya saat akselerasi dinaikkan tiba-tiba. “Apakah ada ada flame out atau mesin mati? apakah ada batuk-batuk? ternyata tidak,” kata Iman.

Dari hasil yang dinilai baik itu, pengujian akan berlanjut ke kondisi yang sesungguhnya ketika terbang di angkasa. Rencananya dimulai Rabu, 8 September 2021. “Rencana terbang di ketinggian 10 ribu, 16 ribu kaki atau 3000 sampai hampir 5000 meter,” ujar Iman. Sepekan kemudian, 15 September 2021, direncanakan pengujian seremoni bersama menteri terkait dengan tujuan terbang Bandara Internasional Sukarno-Hatta di Cengkareng, Jakarta. “Ini tonggak penting perkembangan bahan bakar nabati di Indonesia, kita masuk ke transportasi udara,” ujarnya. Menurut dosen dari kelompok keahlian Konversi Energi itu, tren pesawat terbang dunia akan mengarah ke penggunaan bioavtur. Maskapai penerbangan Eropa malah disebutnya telah lebih dulu menggunakan bioavtur. Penelitinya pun mengembangkan dengan beragam cara dan bahan mentah. “Ada yang pakai bekas minyak goreng,” kata Iman. Target tertingginya bahan nabati bisa dicampur hingga 50 persen. Penggunaan nabati pada bahan bakar bertujuan mengurangi emisi dan polusi dari gas karbondioksida (CO2). Amerika Serikat dan negara maju lain, kata Iman, bersiap menghitung berapa karbon yang dihasilkan pesawat yang mendarat diwilayahnya untuk dikenai pajak. “Kalau nabati tidak kena pajak karena sumber energi baru dan terbarukan,” ujarnya. Di sisi lain, kata Iman, harga bioavtur akan lebih mahal daripada bahan bakar fosil. Alasannya karena bahan mentahnya harus ditanam dulu hingga panen, sementara bahan bakar minyak hanya tinggal ditambang.

https://tekno.tempo.co/read/1503538/indonesia-uji-terbang-perdana-pesawat-berbahan-bakar-bioavtur-besok/full&view=ok

 

Investor.id | Selasa, 7 September 2021

Implementasi Bioavtur Topang Target Energi Terbarukan 23%

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan penggunaan bahan bakar pesawata berbasis nabati atau bioavtur akan menopang pencapaian target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Langkah ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca. Direktur Bio Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Adriah Feby Misnah menuturkan, tes ground run bioavtur J2.4 telah berjalan sukses. Upaya implementasi bioavtur ini akan berdampak positif dalam pencapaian kontribusi energi terbarukan sebesar 23% pada 2025 sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN). “Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam COP ke 21 di Paris, Perancis, telah menargetkan penurunan emisi sebesar 29% pada 2030, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari sektor energi dan transportasi,” kata dia dalam keterangan resminya, Selasa (7/9). Feby menambahkan, pemanfaatan bioavtur harus segera diaplikasikan terutama untuk penerbangan internasional yang telah mensyaratkan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) dalam dalam rangka penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). “Untuk itu, Ditjen EBTKE berkomitmen mendukung keberlanjutan pengujian Bioavtur serta pembahasan roadmap Bioavtur melalui fasilitasi dan koordinasi dengan kementerian, Lembaga, dan stakeholder terkait,” tuturnya. Direktur Niaga, Teknologi, dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (DI) Gita Amperiawan mengatakan, pemakaian bioavtur J2.4 di pesawat CN 235 untuk melihat bagaimana penggunaannya sebagai bahan bakar. Tes yang dilakukan sebanyak dua kali ground run. Tes yang sama juga dilakukan pada bahan bakar avtur. Hasilnya, tidak timbul masalah apapun dalam tes ini. “Tadi saya sudah berbicara kepada Ibu Feby dan perwakilan dari Indonesia Military Airworthiness Authority (IMAA), mungkin dalam satu hingga dua hari ke depan special flight permit untuk kami terbang ke Cengkareng nanti diterbitkan oleh IMAA,” tambah Gita. Bioavtur ini merupakan produksi PT Pertamina (Persero) bersama ITB dan didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Bioavtur ini dihasilkan dari bahan baku 2,4% minyak inti sawit atau refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis merupakan produk hasil kerjasama ITB dengan Pertamina. Bioavtur yang diproduksi di Unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) Kilang Cilacap tersebut dinamai Jet Avtur 2,4 (J2,4).

https://investor.id/business/262266/implementasi-bioavtur-topang-target-energi-terbarukan-23