Kolaborasi Program B35 dan Bursa Harga Acuan Bakal Perkuat Industri Sawit Indonesia

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Merdeka.com | Jum’at, 20 Januari 2023

Kolaborasi Program B35 dan Bursa Harga Acuan Bakal Perkuat Industri Sawit Indonesia

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga menilai pembentukan indeks/bursa harga acuan komoditas plus program B35 bakal memperkuat posisi industri sawit Indonesia di tingkat global. Program B35 sebagai campuran minyak sawit 35 persen dan 65 persen BBM jenis solar ini rencana mulai diterapkan per 1 Februari 2023. Sahat meyakini, program B35 akan mengangkat konsumsi minyak sawit mentah (CPO) di dalam negeri, yang selama ini lebih sering dilempar ke pasar ekspor. “Sangat bagus itu (B35), tambah konsumsi dalam negeri. Kalau porsi ekspor bisa berubah enggak masalah, karena harga lebih bagus lagi,” kata Sahat di Kantor KPPU, Jakarta, Jumat (20/1). Menurut catatannya, saat ini dunia butuh suplai minyak sawit sekitar 248 juta ton per tahun. Jumlah itu terus bertambah 3 persen setiap tahunnya, atau sekitar 7 juta ton. Oleh karenanya, dia mengajak para produsen sawit Tanah Air untuk menjemput peluang tersebut, dan tidak mengeluhkan kebijakan B35 yang dicanangkan pemerintah. “Mereka harus bisa tingkatkan produktivitas, sekarang itu paling tidak 25 ton tandan buah sawit per hektar per tahun. Jangan cuma 12 ton, apalagi petani kita itu perlu dibantu,” ungkap Sahat. Di sisi lain, Sahat juga mendukung keras rencana pembentukan bursa harga acuan komoditas, termasuk harga acuan sawit. Dengan catatan pengelola bursa komoditi itu berasal dari pihak independen yang tidak menggeluti bisnis sawit. “Saya sangat setuju. Itu perlu didukung. Yang persoalannya adalah kalau ada bursa komoditi ini, itu pengelolanya jangan ikut campur yang berbisnis sawit. Jadi harus ada independent party,” kata Sahat. “Kalau tidak (dikelola oleh pengusaha non-sawit), ya itu udah tidak benar. Itu yang perlu dicegah,” tegas dia.

https://m.merdeka.com/uang/kolaborasi-program-b35-dan-bursa-harga-acuan-bakal-perkuat-industri-sawit-indonesia.html?page=2

 

Kumparan.com | Sabtu, 21 Januari 2023

Pemerintah Masih Godok Penerapan Bioetanol untuk BBM, Berapa Harganya?

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini masih menggodok implementasi bahan bakar nabati (BBN) bioetanol 5 persen (E5) yang berasal dari tebu untuk campuran BBM. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan hingga saat ini belum ada penambahan kapasitas produksi bioetanol fuel grade di Indonesia, yaitu masih di angka 40.000 kiloliter (KL). Adapun produksi bioetanol tersebut akan dipasok sekitar 30.000 KL dari pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto, sementara 10.000 KL sisanya dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang. Dengan kapasitas tersebut, lanjut Edi, rencananya E5 akan diimplementasikan terlebih dahulu di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Pihaknya masih menunggu kesiapan badan usaha (BU) BBN maupun BU BBM. “Saat ini masih dibahas dan dipastikan kembali kesiapan implementasinya, baik kesiapan BU BBN dan BU BBM serta harganya,” ujarnya saat dihubungi kumparan, Senin (23/1). Adapun untuk bocoran harga BBM campuran bioetanol tersebut, Edi tidak membeberkan dengan detail, namun dia berharap harganya sama dengan BBM kadar oktan (RON) 92 seperti Pertalite. “Diharapkan seperti harga BBM gasoline RON 92,” ungkapnya. Selain tebu, dia menuturkan pada dasarnya produksi bioetanol untuk BBM bisa dari singkong, sorgum, batang sawit, sagu, dan lain-lain. Namun, pemerintah harus memastikan keekonomiannya, sehingga campuran E5 masih diproduksi dari tebu. “Betul (hanya tebu), dulu di Lampung ada dari Singkong, tetapi kalah untuk pangan atau makanan keekonomiannya,” kata Edi. Sebelumnya, Edi memaparkan total kebutuhan atau konsumsi BBM gasoline nasional adalah sekitar 40-45 juta KL setiap tahunnya. Dengan demikian, pasokan 40.000 KL dari campuran bioetanol hanya mencakup 0,1 persen dari total kebutuhan. Edi melanjutkan, pemerintah akan menyiapkan rencana jangka panjang mengenai pengembangan pabrik tebu maupun penyediaan lahan kebunnya. Hal ini untuk mendukung pengembangan produk bioetanol hingga E20. Hal tersebut seiring dengan regulasi pemerintah terakhir tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 mengatur pengembangan bioetanol E5 pada 2020 dan secara bertahap meningkat ke E20 pada 2025. Meski begitu, dia menjelaskan pengembangan ini sempat terkendala masalah harga di tahun 2015, sehingga target kadar bioetanol yang akan diluncurkan sempat diturunkan menjadi 2,5 persen. Hal ini lantaran tidak ada insentif seperti biodiesel yang dibantu oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). “Kebetulan pengembangan bioetanol itu tidak ada insentif seperti biodiesel kan, mekanisme APBN juga tidak ada, kalau biodiesel masih ada dari dana sawit, kalau bioetanol ini tidak ada,” jelas Edi kepada wartawan di kantor Lemigas, Senin (21/11/2022). Dengan demikian, kata Edi, pemerintah juga akan mencoba mencari kombinasi pendanaan dan insentif yang terbaik agar program ini terimplementasi dengan baik dan tidak memberatkan para pihak terkait.

https://kumparan.com/kumparanbisnis/pemerintah-masih-godok-penerapan-bioetanol-untuk-bbm-berapa-harganya-1zgzQFppjoT/full

 

CNNIndonesia.com | Jum’at, 20 Januari 2023

Apakah Sawit Bisa Jadi Alternatif Bahan Bakar Kendaraan?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Indonesia akan sepenuhnya mengandalkan minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif kendaraan mulai 2045. Menurut Luhut pada tahun tersebut Indonesia diprediksi mampu memproduksi sekitar 100 juta ton minyak sawit yang sebagian dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif.Hal tersebut, menurut Luhut juga menyusul rencana Indonesia menyetop impor bahan bakar fosil. “30 persennya akan diarahkan untuk pangan dan sisa 70 persennya kita bisa lakukan riset dan bisa bikin etanol. Jadi kita tidak perlu mengimpor minyak fosil pada saat itu,” kata Luhut, Selasa (17/1) waktu setempat. Lantas, apakah minyak sawit bisa digunakan menjadi bahan bakar kendaraan? Penggunaan minyak sawit Crude Palm Oil/CPObakal bahan bakar kendaraan sudah dimulai di Indonesia secara bertahap. Namun sifatnya masih sebagai campuran dari solar sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel.Bahan bakar ekstraksi minyak sawit ini dikenal sebagai Biodiesel. Pada masa awal, pemerintah mewajibkan pencampuran 20 persen Biodiesel dengan 80 persen bahan bakar minyak jenis Solar. Pencampuran ini menghasilkan produk Biosolar B20. Program ini mulai diberlakukan sejak Januari 2016 sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati(Biofuel)sebagai Bahan Bakar Lain. Kemudian pada 2020, pemerintah mewajibkan pencampuran 30 persen Biodiesel dengan 70 persen solar yang menghasilkan B30. Penggunaan bahan bakar ini namun membutuhkan penyesuaian pada kendaraan, terutama pada sektor mesin. Sedangkan saat ini pemerintah tengah menguji coba B40 yang berarti pencampuran 40 persen biodiesel dengan 60 persen bahan bakar solar. Ke depan pemerintah juga berencana menggunakan B100 atau 100 persen biodiesel tanpa campuran bahan bakar fosil.

Bagaimana dengan etanol?

Bahan bakar jenis etanol disebut bisa digunakan sebagai alternatif bahan bakar kendaraan mobil mesin bensin. Agus Haryono, Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Kimia-LIPI) mengatakan etanol bisa dimanfaatkan khususnya bioetanol berbasis lignoselulosa. Menurut Agus penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar minyak (BBM). Antaranya kandungan oksigen tinggi (35 persen) sehingga saat dibakar sangat bersih, kedua ramah lingkungan karena emisi gas karbon-mono-oksida lebih rendah 19-25 persen ketimbang BBM yang terbuat dari fosil. Kemudian angka oktan Etanol tersebut cukup tinggi, yaitu 129. Ini diklaim dapat menghasilkan kestabilan dan penyempurnaan proses pembakaran karenan daya yang diperolehnya lebih stabil. Menurut Agus campuran bioetanol tiga persen saja mampu menurunkan emisi karbonmonoksida menjadi hanya 1,3 persen. Agus menambahkan salah satu sumber biomasa lignoselulosa non pangan di Indonesia yang kini tersedia melimpah adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) atau Oil Palm Empty Fruit Bunch dan pelepah kelapa sawit.

Sawit untuk mobil bensin

Mengutip keterangan ITB, Indonesia melalui Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (TIB) dikabarkan tengah mengembangkan bahan bakar bensin dari kelapa sawit sebagai bahan alternatif pengganti minyak bumi. Para ahli menyebutnya sebagai proyek percontohan bensin biohidrokarbon dengan bahan baku dasar minyak kelapa sawit. Uji coba sudah dilakukan pada kendaraan roda dua dan roda empat, mendapati, Bensa (bensin sawit) disebut bekerja pada kendaraan bermotor mesin bensin. Uji coba dilakukan di Workshop PT Pura Engineering, Kudus, Jawa Tengah. Untuk diketahui, negara lain yang tertarik mengembangkan sawit menjadi bensin, yakni Amerika Serikat, Italia, dan Uni Emirat Arab.

https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230119152719-579-902590/apakah-sawit-bisa-jadi-alternatif-bahan-bakar-kendaraan