Anjlok! Krisis Ekspor Biodiesel ke Eropa akibat EUDR

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp
Krisis Ekspor Biodiesel ke Eropa akibat EUDR. Sumber: Tirto

Krisis Ekspor Biodiesel ke Eropa akibat EUDR sedang ramai diperbincangkan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa ekspor biodiesel ke Uni Eropa (EU) mengalami penurunan drastis hingga 70%. Penurunan ini dampak dari Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR).

EUDR merupakan regulasi yang dirancang oleh Uni Eropa untuk menguji keberlanjutan dari 7 komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang masuk ke pasar Eropa bebas dari deforestasi.

Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Jisman P Hutajulu, menyampaikan bahwa tantangan dalam pemanfaatan bioenergi tidak hanya datang dari dalam negeri. Pasar internasional juga menjadi tantangan dalam pemanfaatan bioenergi. Uni Eropa, sebagai contoh, menggunakan berbagai metode untuk mencoba mengurangi penggunaan produk biofuel Indonesia melalui kampanye negatif Renewable Energy Directive (RED).

“Selain itu, ada tuduhan anti-dumping yang menambah biaya impor untuk produk bioenergi, khususnya kelapa sawit. Dan yang terbaru adalah penerapan EUDR,” ujarnya dalam Seminar Tantangan Industri Bioenergi di Jakarta.

Krisis Ekspor Biodiesel ke Eropa akibat EUDR Turun Drastis 70%

Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, menjelaskan bahwa tambahan pajak yang tinggi membuat pengusaha enggan menjual biodieselnya ke Eropa.

“Kenaikan pajak tambahan berkisar antara 15% hingga 20%,” jelasnya.

Meskipun demikian, Edi menyatakan harapannya bahwa ekspor biodiesel tahun ini bisa sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Direktur KSIA Amerop Kementerian Luar Negeri, Nidya Kartikasari, mengungkapkan bahwa terjadi penurunan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa akibat berbagai regulasi yang diterapkan oleh Uni Eropa.

“Ekspor biofuel terus mengalami penurunan dan belum pulih setelah dampak pandemi Covid-19,” katanya.

Data dari Trademap menunjukkan bahwa ekspor produk sawit pada tahun 2022 sebesar US$ 89 juta. Data ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekspor pada tahun 2018 yang mencapai US$ 532,50 juta.

Nidya menjelaskan kebijakan Eropa yang mendiskriminasi produk sawit Indonesia dapat berdampak pada nilai ekspor rata-rata minyak sawit sebesar US$ 4 miliar. Tentunya, hal ini akan mengancam ekspor produk komoditas lainnya seperti karet.

Salah satu tantangan dari regulasi EUDR adalah tuntutan ketelusuran (traceability). Kemampuan untuk melacak asal-usul produk dari bahan baku hingga barang jadi. Hal ini membutuhkan investasi yang besar untuk membuktikan ketelusuran tersebut.

“Kami khawatir bahwa ketika Indonesia dikategorikan sebagai risiko tinggi, kebijakan EUDR ini akan berdampak pada petani kecil, di mana sekitar 37%-41% lahan dimiliki oleh small holders,” tandasnya.