Mengolah Tebu Menjadi Bioetanol: Solusi Ramah Lingkungan Tanpa Mengganggu Produksi Gula

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp
Mengolah Tebu Menjadi Bioetanol: Solusi Ramah Lingkungan Tanpa Mengganggu Produksi Gula. Sumber: Omnicane

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memastikan bahwa rencana pemerintah untuk mengolah tebu menjadi etanol sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan mengganggu produksi gula untuk pangan. Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, menyatakan bahwa proses ini memanfaatkan tetes tebu atau molase yang dihasilkan sebagai produk samping dari pengolahan tebu.

“Soemitro menjelaskan bahwa menggunakan molase untuk BBM tidak akan mengganggu produksi gula karena yang digunakan adalah produk samping,” ujarnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Jumat (8/12/2023).

Dengan tidak terganggunya produksi gula, Soemitro mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam menjalankan program pengolahan tebu menjadi bioetanol. “Kami ingin pemerintah lebih serius menggarap kebutuhan ini. Bisa menggunakan molase atau langsung tebu setelah kebutuhan gula terpenuhi,” tambah Soemitro.

Kebutuhan Produksi Bioetanol di Indonesia

Soemitro menyatakan bahwa kebutuhan produksi bioetanol di Indonesia tidak terlalu besar. Saat ini, Indonesia baru bisa memproduksi 40 ribu kiloliter bioetanol untuk energi BBM. Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah untuk serius dalam menggarap program ini. Indonesia dapat mencapai energi hijau sesuai target yang ditetapkan.

Indonesia telah berhasil mengolah tebu menjadi BBM, khususnya bensin, dengan memanfaatkan bioetanol berbasis tetes tebu (molase). Upaya ini menunjukkan bahwa Indonesia mulai mengimplementasikan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai sumber bahan bakar kendaraan, bukan lagi sekadar wacana.

Implementasi Tebu Menjadi Bioetanol dalam Produk Pertamax Green 95

Pertamax Green 95, produk BBM yang dijual PT Pertamina (Persero), menggunakan bioetanol berbasis tebu. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, menjelaskan bahwa perusahaan telah bekerja sama dengan PT Energi Agro Utama (Enero) untuk mendapatkan pasokan bioetanol berbasis molase. Produksi bioetanol telah mencapai 30.000 kiloliter per tahun, sebagian digunakan untuk pencampuran pada bensin Pertamax (RON 92), sehingga produk BBM menjadi Pertamax Green 95 dengan campuran bioetanol 5% (E5).

Riva menekankan bahwa proses produksi molase menjadi bioetanol tidak beririsan dengan produksi gula untuk pangan. Produksi bioetanol dari tebu sesuai dengan upaya pemerintah mencapai swasembada gula seperti tertuang dalam Peraturan Presiden No.40 tahun 2023.

Penelitian Lebih Lanjut untuk Sumber Bioetanol

Pertamina terus melakukan riset untuk memanfaatkan tumbuhan lain selain tebu sebagai bahan baku bioetanol. Beberapa tanaman potensial termasuk jagung, sorghum, dan tandan sawit. Riva menyebutkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menemukan sumber bahan baku yang memberikan nilai keekonomian terbaik.

“Pertamina juga melakukan riset dan penelitian dengan lembaga terkait untuk melihat potensi-potensi lainnya di luar tebu. Mungkin dari jagung, sorghum, atau tandan sawit,” jelasnya.

Dengan memanfaatkan berbagai jenis tanaman untuk produksi bioetanol sebagai campuran BBM, Pertamina akan mencari solusi yang paling ekonomis dan bernilai tinggi. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendalami hal tersebut dan memastikan implementasi yang optimal.

Program pengolahan tebu menjadi bioetanol ini adalah langkah signifikan menuju penggunaan energi hijau dan ramah lingkungan. Dengan dukungan semua pihak, kita dapat mempercepat transisi ke energi bersih dan mencapai target swasembada energi.