Mobil-Mobil Diesel Jawa Bagian Barat Jadi Pertama Nyobain Solar B35, Filter Solar Dipertanyakan

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

 

Otomotif.net | Kamis, 8 Juni 2023

Mobil-Mobil Diesel Jawa Bagian Barat Jadi Pertama Nyobain Solar B35, Filter Solar Dipertanyakan

Solar B35 sudah disalurkan ke SPBU-SPBU di wilayah Jawa Bagian Barat. Artinya mobil-mobil diesel di sana jadi pertama nyobain sensasi Solar B35. Dengan ini, kondisi filter solar dipertanyakan. Sebab beberapa mekanik menyarankan untuk mobil diesel peminum Solar B35 agar mengganti filter solar lebih cepat. Erick Budiman dari bengkel Jakarta Diesel Squad (JDS) jelaskan alasanya. “Yang perlu diperhatikan jadwal ganti filter solar, purging, penggantian oli dan kuras tangki,” jelasnya. Mungkin ada berubah soal jadwal ganti filter solar menjadi lebih cepat. Karena kandungan minyak nabati lebih banyak maka sebaiknya purging mesin diesel harus dilakukan lebih sering. Hal ini agar memastikan injektor dan ruang bakar terbebas dari kerak jelaga bahan bakar. Sedangkan kalau kuras tangki bahan bakar disarankan setiap 80.000 km. Balik soal penyaluran Solar B35 ke SPBU-SPBU di Jawa Bagian Barat, ternyata sudah sejak 1 Juni 2023. Sejalan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 208 Tahun 2022 tanggal 28 Desember 2022 mengenai Implementasi Produk Biosolar B35. Area Manager Communication, Relations, and CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat, Eko Kristiawan menjelaskan, untuk Jawa Bagian Barat, terdapat enam terminal yang akan menyalurkan produk B35. Wilayahnya mencangkup Integrated Terminal Balongan, Fuel Terminal Tanjung Gerem, Fuel Terminal Cikampek, Fuel Terminal Bandung Group dan Fuel Terminal Tasikmalaya. Terminal Pertamina tersebut dapat melakukan pola konsinyasi produk pola alternatif-emergency yang menyalurkan produk B30 atau B35 sesuai kebutuhan produk di terminal akhir. “Adapun untuk Integrated Terminal Jakarta, implementasi penyaluran perdana B35 diperkirakan tanggal 1 Agustus 2023,” kata Eko dalam keterangan resmi, (5/6/23). Ia menerangkan, setelah melalui tahap penelitian dan uji kelayakan, Biosolar B35 dinilai mampu memberikan gambaran performa yang lebih baik untuk kendaraan dan dapat menjadi salah satu solusi tepat untuk dan dapat mengatasi krisis iklim dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Eko menambahkan, Pertamina telah mempersiapkan sarana penimbunan, sarana penerimaan, sarana blending dan quality control. Produk B35 ini juga telah memperhatikan seluruh aspek, seperti daya kendaraan, mesin, dan ruang bakar. Peluncuran produk B35 juga sebagai komitmen Pertamina dalam mendistribusikan energi yang ramah lingkungan. “Penggunaan produk ini diharapkan sebagai percepatan energi yang inklusif, bersih, berkelanjutan serta mendorong investasi untuk mencapai Net Zero Emission,” kata Eko. “Terimplementasinya penyaluran perdana produk B35 harus di tahun 2023 ini juga sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo,” jelasnya lagi. Penggunaan biodiesel B35 sendiri telah diterapkan di Indonesia sejak 1 Februari 2023. B35 merupakan campuran biodiesel antara BBN berbasis minyak kelapa sawit dengan BBM diesel. Kadar minyak sawit dalam bahan bakar adalah 35 persen, sementara 65 persen sisanya merupakan BBM solar. Adapun Implementasi kebijakan B35 diperkirakan akan menghemat devisa negara sebesar 10,75 miliar USD. Kemudian, kebijakan ini juga di klaim akan meningkatkan nilai tambah industri hilir sawit sebesar Rp16,76 triliun. Lalu kebijakan B35 juga diproyeksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2.

https://otomotifnet.gridoto.com/read/233806455/mobil-mobil-diesel-jawa-bagian-barat-jadi-pertama-nyobain-solar-b35-filter-solar-dipertanyakan?page=all

 

CNNIndonesia.com | Kamis, 8 Juni 2023

Sama-sama Bahan Bakar Alternatif, Apa Bedanya Bioetanol dan Biodiesel?

Pertamina berencana meluncurkan bahan bakar jenis bioetanol bulan ini. Bioetanol merupakan bahan bakar baru dari sumber energi terbarukan, yakni campuran antara Pertamax dengan nabati etanol. Etanol yang akan digunakan nanti berasal dari molase atau tebu tetes terbaru. Pertamina mengklaim transisi energi ini bukan sekadar ambisi untuk menurunkan karbon emisi, tapi lebih penting mewujudkan kemandirian energi. Sama seperti biodiesel, bioetanol juga menjadi bahan bakar alternatif yang dicampur dengan energi yang bersumber dari nabati. Kedua bahan bakar alternatif ini memang jadi perhatian pemerintah. Sebelum bioetanol, pemerintah sudah lebih dulu menerapkan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) Biodiesel 35 persen mulai Februari lalu. Lalu apa perbedaan dari bioetanol dan biodiesel? Berikut ulasannya:

Bioetanol

Bioetanol merupakan salah satu bentuk energi terbarukan yang dapat diproduksi dari tumbuhan. Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya tebu, kentang, singkong, maupun jagung. Pada dasarnya bioetanol adalah etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bisa memiliki berbagai macam kadar, mengutip laman resmi UGM. Bioetanol dengan kadar 90-94 persen disebut bioetanol tingkat industri. Apabila bioetanol yang diperoleh berkadar 94-99,5 persen maka disebut bioetanol tingkat netral yang secara umum dipakai untuk campuran minuman keras. Terakhir ada bioetanol tingkat bahan bakar. Kadar bioetanol tingkat ini sangat tinggi, minimal 99,5 persen. Penggunaan bioetanol dapat mengurangi emisi gas CO secara signifikan. Bioetanol bisa dipakai langsung sebagai BBM atau dicampurkan ke dalam premium sebagai aditif dengan perbandingan tertentu (Gasohol atau Gasolin alcohol), jika dicampurkan ke bensin maka bioetanol bisa meningkatkan angka oktan secara signifikan. Lalu, campuran 10 persen bioetanol ke dalam bensin akan menaikkan angka oktan premium menjadi setara dengan Pertamax (angka oktan 91). Biaya produksi bioetanol juga relatif lebih rendah, karena dapat dibuat oleh siapa saja termasuk UMKM dan industri rumah tangga. Teknologi pembuatan bioetanol juga tergolong low technology sehingga masyarakat awam dengan pendidikan terbatas dapat membuat bioetanol secara mandiri. Sebelum Indonesia, sudah banyak negara di dunia yang memakai bahan bakar jenis ini. Sebagai contoh China yang sudah merilis kebijakan untuk mewajibkan penggunaan etanol di seluruh wilayah pemerintahannya pada Januari 2020, namun ada kendala akibat penolakan dari pengusaha lokal, ongkos produksi etanol yang tinggi, dan terbatasnya bahan baku. Berbeda dengan China, Amerika Serikat (AS) dan Brazil merupakan negara yang sukses menerapkan etanol sebagai komponen wajib dalam campuran bahan bakar kendaraan. Keduanya juga merupakan negara dengan tingkat produksi etanol tertinggi di dunia.

Biodiesel

Sama seperti bioetanol, biodiesel juga merupakan bahan bakar nabati (BBN), yakni salah satu energi yang dihasilkan dari bahan baku bioenergi melalui proses atau teknologi tertentu. Namun, bedanya Biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses esterifikasi/transesterifikasi. Di Indonesia bahan baku biodiesel berasal dari minyak sawit (CPO). Selain dari CPO, tanaman lain yang berpotensi untuk jadi bahan baku biodiesel di antaranya tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung, dan lainnya. Mengutip laman EBTKE ESDM, proses pembuatan biodiesel umumnya menggunakan reaksi metanolisis (transesterifikasi dengan metanol) yaitu reaksi antara minyak nabati dengan metanol dibantu katalis basa (NaOH, KOH, atau sodium methylate) untuk menghasilkan campuran ester metil asam lemak dengan produk ikutan gliserol. Sejak 2008, pemerintah menerapkan biodiesel sebagai program mandatori. Pada mulanya, campuran biodiesel sebesar 2,5 persen. Kemudian secara bertahap kadar biodiesel ditingkatkan hingga 7,5 persen selama rentang waktu 2008 sampai 2010. Kemudian sejak April 2015 persentase biodiesel kembali ditingkatkan dari 10 persen menjadi 15 persen. Lalu, pada 1 Januari 2016 ditingkatkan kembali menjadi 20 persen dan disebut B20. Berikutnya pada 2020 pemerintah mewajibkan pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen solar yang menghasilkan B30. Mulai Februari 2023, pemerintah menerapkan pemakaian B35 atau campuran 35 persen biodiesel dan 65 persen lainnya merupakan BBM jenis solar. Ke depan, pemerintah juga berencana menggunakan B100 atau 100 persen biodiesel tanpa campuran bahan bakar solar.

https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230609070121-579-959594/sama-sama-bahan-bakar-alternatif-apa-bedanya-bioetanol-dan-biodiesel