Nilai Ekonomi Jelantah Indonesia di Pasar Dunia
Kompas | Selasa, 7 April 2020
Minyak goreng dikenal sebagai salah satu komoditas sembilan bahan pokok atau sembako oleh masyarakat Indonesia. Sebagai kebutuhan pokok, minyak goreng banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia terutama untuk menggoreng makanan. Memiliki jumlah rumah tangga sebesar 65,5 juta, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat konsumsi minyak goreng paling banyak di dunia. Berdasar publikasi Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019 konsumsi minyak goreng rumah tangga di Indonesia mencapai 13 juta ton. Konsumsi tersebut merupakan yang terbesar di dunia. Data konsumsi minyak goreng dunia dari United StatesDepartyemen of Agriculture atau USDA menunjukkan negara pengguna minyak goreng paling banyak pada 2019 adalah Indonesia, India, China, dan Malaysia. Besar konsumsinya, besar pula limbah minyak gorengnya. Minyak yang sudah habis pakai menjadi limbah berupa minyak jelantah. Kebanyakan berupa limbah minyak goreng bekas pakai rumah tangga dan industri di Indonesia.
Jelantah memiliki nilai ekonomi yang tidak sedikit. Pada 2019, Badan Pusat Statistik mencatat ekspor jelantah Indonesia mencapai 37,3 juta dollar AS pada 2019. Nilai tersebut meningkat lebih dari tiga kali lipat jika dibandingkan dari 2012, yaitu sebesar 11,6 juta dollar AS. Salah satu kegiatan pengolahan jelantah yang menghasilkan nilai ekonomi dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes Panggung Lestari, di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Minyak jelantah dikumpulkan dari warga sekitar oleh institusi Bank Tigor atau Tilasan Gorengan. Bank Tigor membeli jelantah dari warga seharga Rp 2.000 per liter. Jelantah tersebut kemudian dijual ke BUMDes Rp 4.000 per liter. BUMDes kemudian mengolah jelantah menjadi bahan campuran biodiesel yang dibutuhkan oleh mesin-mesin pabrik. BUMdes Panggung Lestari mampu memasok jelantah terfilterasi hingga 8.000 liter per bulan dengan harga jual Rp 8.600 per liter. Dari sini terlihat nilai ekonomi jelantah. Dari harga beli rumah tangga seharga Rp 2.000 dapat dijual setelah difilterasi dengan nilai empat kali lipat. Refensi lain menunjukkan harga jelantah di pasar internasional lebih tinggi. Menurut pantauan harga dari Greenea, pada November 2019 jelantah diperdagangkan sekitar Rp 11.200 per kilogram. Sebagai perbandingan, harga minyak goreng curah di Jakarta per liter berkisar antara Rp 12.000 hingga Rp 14.000.
Pasar internasional
Minyak jelantah juga laku dijual di pasar internasional. Indonesia mengekspor minyak jelantah dari Singapura hingga ke Eropa. Menurut data perdagangan UN Comtrade dengan kode HS 151800, negara tujuan ekspor jelantah Indonesia yang bernilai besar adalah Singapura dan Belanda. Pada tahun 2018 Indonesia mengekspor jelantah ke Singapura senilai 28,8 juta dollar AS, dan senilai 22,5 juta dollar AS ke Belanda. Singapura membeli jelantah dari Indonesia untuk diolah menjadi produk atau dijual kembali. Data Dinas Lingkungan Nasional (NEA) Singapura menunjukkan terdapat 13 perusahaan pengepul dan pengolah jelantah di Singapura, salah satunya adalah Oil Village Singapore. Perusahaan ini bergerak di bidang daur ulang jelantah menjadi biodiesel, lilin, sabun, dan beragam komoditas lainnya. Produk kemudian dijual kembali di pasar domestik maupun internasional. Sejumlah 13 perusahaan di Singapura yang berkaitan dengan jelantah dapat dibedakan menjadi dua jenis perusahaan. Pertama, perusahaan yang hanya mengumpulkan dan menjual kembali jelantah. Kedua, perusahaan pengumpul jelantah sekaligus mengolahnya menjadi beragam produk. Terdapat 8 dari 13 perusahaan di Singapura yang mengumpulkan sekaligus mengolah jelantah. Sisanya, yakni 5 perusahaan hanya berperan sebagai pengepul dan menjual kembali jelantah yang terkumpul. Dengan demikian, mayoritas perusahaan pengolah jelantah di Singapura menghasilkan produk siap dikonsumsi. Menurut data perdagangan UN Comtrade dengan kode HS 382600, Singapura mengekspor biodiesel senilai 2,5 juta dollar AS.
Eropa
Pembeli jelantah dari Indonesia yang kedua terbanyak yakni Belanda. Negara kincir angin membeli minyak bekas pakai untuk diolah menjadi biodiesel. Belanda juga merupakan negara pengekspor biodiesel terbesar di dunia. Nilai ekspor biodiesel Belanda menurut data UN Comtrade pada tahun 2018 senilai 3,4 miliar dollar AS. Nilai ini meningkat sebesar 32 persen dari ekspor tahun sebelumnya. Lima negara pengekspor biodiesel terbesar didominasi oleh negara-negara Uni Eropa. Lima negara tersebut yakni Belanda, Jerman, Belgia, dan Spanyol. Negara peringkat lima pengeksor biodiesel terbanyak adalah Indonesia dengan nilai 1 miliar dollar AS pada 2018. Negara Uni Eropa sangat agresif dalam memproduksi biodiesel karena tuntutan dari Komisi Uni Eropa. Komisi Uni Eropa Bidang Energi, Perubahan Iklim, dan Lingkungan menetapkan petunjuk kualitas bahan bakar ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan manusia. Berdasar laporan organisasi non pemerintah Transport & Environment, Uni Eropa akan mengurangi penggunaan minyak bahan makanan, dalam hal ini adalah minyak sawit, untuk diolah menjadi biodiesel.
Masih dari sumber yang sama mengungkapkan bahwa Uni Eropa menggunakan 65 persen minyak sawitnya untuk bahan bakar. Sebesar 53 persen diolah untuk bahan bakar mobil dan truk, serta 12 persen lainnya untuk bahan bakar pembangkit listrik dan pemanas. Porsi minyak sawit sebagai bahan pangan mulai terdesak di Uni Eropa. Dengan kondisi demikian, negara-negara di Eropa berupaya memenuhi kebutuhan bahan biodiesel salah satunya dengan mengimpor jelantah. Nilai impor jelantah negara-negara Eropa semakin meningkat. Belanda sebagai pengimpor terbanyak tercatat membeli jelantah senilai 939 juta dollar AS di tahun 2018. Tiga tahun sebelumnya, pada 2015 membeli jelantah dengan nilai transaksi 534 juta dollar AS. Sebagai bahan campuran biodiesel yang dibutuhkan oleh mesin-mesin pabrik, limbah minyak goreng bekas pakai rumah tangga dan industri Indonesia memiliki nilai jual di pasar dunia. Keunggulannya, dimanfaatkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan. Dengan semakin banyaknya negara-negara dunia yang menerapkan kebijakan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, potensi ekspor minyak jelantah Indonesia dapat akan semakin luas. Namun, tanpa diimbangi manajemen pengawasan yang memadai, celah penyelundupan ke luar negeri juga berpotensi marak mengingat nilai jual jelantah yang terus dicari di pasar global.
https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/07/nilai-ekonomi-jelantah-indonesia-di-pasar-dunia/