Pada 2021, Program B30 Bisa Hemat 3,8 Milliar Dollar AS
Koran-Jakarta.com | Rabu, 25 Agustus 2021
Pada 2021, Program B30 Bisa Hemat 3,8 Milliar Dollar AS
Ketua Harian Asosasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyebut program biodesel 30 persen sangat berkontribusi menyehatkan neraca perdagangan RI. Selama tujuh tahun terakhir neraca perdagangan nasional selalu defisit. Pada 2020, defisit karena impor bahan bakar mencapai 6 milliar dollar AS. Saat itu, pada 2020, dengan program Biodiesel 20 persel bisa menghemat devisa negara sekitar 40 trilliun rupiah atau 2,73 milliar dollar AS. “Tahun ini (2021) dengan B30 kita targetkan bisa hemat hingga 3,8 milliar dollar AS dari impor solar,” ungkap Paulus dalam webinar di Jakarta, Rabu (25/8). Paulus menjelaskan, selama 1970-1980-an, sekitar 80 persen APBN ditopang oleh ekspor minyak dan gas bumi, tetapi sejak 2004, Indonesia menjadi net importir. Pada 2020, lifting minyak nasional hanya 707 ribu barel per hari (bph), sementara konsumsi capai 1,06 juta bph. Artinya, separuh impor telah menguras devisa negara. Hingga saat ini, kapasitas terasang pabrik biodiesel mencapai 12,3 juta kiloliter (kl). Dengan makin meningkatnya kapasitas produksi biodiesel, jaminan suplai semakin besar pula. Adapun tahun lalu produksi biodiesel untuk domestik sebesar 8,42 juta KL atau setara 40 juta barel atau sama dengan 70 hari produksi minyak Indonesia.
https://koran-jakarta.com/pada-2021-program-b30-bisa-hemat-3-8-milliar-dollar-as
BERITA BIOFUEL
Liputan6.com | Rabu, 25 Agustus 2021
Campuran Bioetanol ke BBM Jadi Alternatif Tekan Emisi Karbon
Indonesia akan mendapatkan sejumlah keuntungan jika menerapkan mandatori campuran bioetanol pada Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin, seperti yang telah diterapkan biodiesel pada solar. Ketua Pusat ITB Sustainable Development Goals (ITB SGDs Network) DR Tirto Prakoso mengatakan, camuran bioetanol pada bensin memberikan sejumlah manfaat, seperti mengurangi ketergantungan pada impor BBM atau minyak mentah, selain itu juga meningkatkan kualitas udara karena gas buang hasil pembakaran mesin sektor transportasi lebih rendah kadar emisinya. Etanol juga dapat meningkatkan kadar oktan pada bensin. “Kedepannya Indonesia tidak tergantung oleh impor bahan bakar jadi dan impor minyak mentah. Selain tentu saja ada keuntungan lingkungan,” kata Tirto, di Jakarta, Rabu (25/8/2021). Berdasarkan Climate Transparency Report 2020 tetang perkembangan upaya pengurangan emisi di negara G20, sektor transportasi di Indonesia menyumbang emisi karbon sebesar 27 persen di sektor energi, di bawah sektor kelistrikan dan industri yang masing-masing menyumbang 37 persen. Tirto mengungkapkan, sebagai negara agraris Indonesia bisa menjadi produsen bioetanol. Adapun bahan pembuat bioetanol berasal dari produk pertanian seperti tetes tebu, singkong, maupun jagung. Di sisi lain, menjadi produsen bioethanol juga mendaapt manfaat jangka panjang, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian dan merangsang pertumbuhan industri pengolahan ethanol dalam negeri. “Untuk itu, kita harus berani terlebih dahulu memperkenalkan bioetanol ke pasar domestik,” tutur Tirto.
Pencampuran Bioetanol
Menurut Tirto, negara lain seperti Australia, Amerika Serikat, Thailand dan Filipina telah menerapkan pencampuran bioetanol pada bensin dan telah menunjukan hasil. Seperti implementasi bioetanol di Filipina selama 2009 sampai2016 telah memberikan dampak positif seperti pengurangan emisi karbon sebesar 10 metrics ton atau sekitar 55,5 persen lebih rendah dibanding emisi dari bensin murni campuran MTBE, penghematan forex sebesar 48 miliar peso Filipina, penghentian penggunaan MBTE pada bensin, dan terciptanya lapangan pekerja di pedesaan di sektor pertanian hingga 1,2 juta pekerja. Sedangkan di Australia, implementasi program bioetanol pada 6 pabrik bioethanol berkapasitas masing-masing 100 juta liter memiliki dampak yang positif. Dampak itu antara lain pengurangan gas emisi sebesar 2,6 juta ton per tahun, menciptakan lapangan pekerjaan hingga 4.000 secara total, yang terdiri dari sekitar 1.000 pekerjaan di wilayah sekitar pabrik pengolahan (direct jobs) dan sekitar 3.000 indirect jobs, meningkatkan modal investasi daerah hingga USD720 juta dan pendapatan tahunan sebesar USD500 juta, serta meningkatkan kapasitas produksi baru etanol dalam negeri yang diproyeksikan sekitar 550 juta liter per tahunnya. “Mereka harus menjadi pembelajaran untuk Indonesia agar dapat memperkenalkan bioethanol di pasar domestik. Bioetanol bisa membantu agenda pemerintah dalam mengurangi emisi karbon di sektor transportasi,” ujar Tirto.
Sindonews.com | Rabu, 25 Agustus 2021
Mengembangkan Bioetanol, Pak Jokowi Bisa Tiru Los Angeles Nih!
Tingginya emisi karbon di sektor transportasi di Indonesia akibat penggunaan bahan bakar fosil wajib menjadi perhatian serius pemerintah untuk mewujudkan janji yang dituangkan dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) 2015 silam. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi gas emisi karbon secara menyeluruh sebanyak 29 persen pada 2030 melalui berbagai program salah satunya pengembangan bioetanol untuk kendaraan. Namun pengembangan bioetanol untuk kendaraan tak ada kabar, bahkan boleh dibilang jalan ditempat. Padahal jika ditulusuri, pengembangan bioetanol di dalam negeri telah diluncurkan sejak enam tahun lalu. “Saat ini komponen terbarukan dalam campuran bensin di Indonesia belum ada. Ini adalah saat yang tepat untuk memperkenalkan bioetanol dalam produk bensin di Indonesia. Belum lagi Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki potensi bahan baku ethanol cukup besar harus dikembangkan dengan baik,” ujar Ketua Pusat ITB Sustainable Development Goals Tirto Prakoso di acara webinar Bioenergy Australia dan U.S. Grains Council (USGC) bertajuk Etanol: Dekarbonisasi Bahan Bakar Kendaraan dalam Bioekonomi yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (25/8/2021). Menurut dia Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi bahan baku etanol cukup besar. Namun kenyataannya soal pengembangan etanol RI kalah dengan Thailand, Filipina, Australia dan New York. Sejumlah negara tersebut telah berhasil dengan baik mengembangkan bioetanol di pasar domestik. “Penerapan bioetanol di negara tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi Indonesia agar dapat memperkenalkan bioetanol di pasar domestik. Bioetanol dapat membantu mengurangi emisi karbon di sektor transportasi,” kata dia. Di samping memperoleh dampak udara bersih, ke depan Indonesia bisa terlepas dari impor minyak mentah atau bahan bakar minyak (BBM). Secara jangka panjang, pengembangan bioetanol dapat menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian dan juga merangsang pertumbuhan industri pengolahan etanol domestik. Bahan pembuat bioetanol ini sendiri dapat berasal dari produk-produk pertanian di antara lain adalah tetes tebu, singkong, jagung. Indonesia sebagai negara dengan modal sektor pertanian yang berlimpah sesungguhnya dapat menjadi salah satu negara yang dapat mengimplementasikan program bioetanol ini di pasar energi. “Untuk itu, kita harus berani terlebih dahulu memperkenalkan bioetanol ke pasar domestik. Jangan sampai industri dalam negeri kehilangan appetite untuk menumbuhkan industri bahan bakar berbasis etanol,” tandas dia.
Pada kesempatan yang sama, pembicara dari Australia, Keith Sharp menyebutkan bahwa tren sektor transportasi dewasa ini mengarah ke Electronic Vehicle (EV) yang memproduksi zero gas emisi karbon. Namun perlu disadari tren tersebut sulit terealisasi dalam 10 hingga 20 tahun mendatang karena kendala di dalam pengembangan keekonomian dari EV, harga EV masih sangat mahal. “Isu lain adalah suplai listrik untuk EV masih didominasi dari energi fosil seperti batubara dan gas alam. Ini jelas tidak ideal dari perspektif perubahan iklim. Maka dari itu, sebelum menujuk ke tren EV dalam 10-20 tahun kedepan bioetanol bisa menjadi alternatif dekarbonisasi disektor transportasi,” kata dia. Keith menyebut Australia telah membangun enam pabrik bioetanol mampu menghasilkan kapasitas produksi masing-masing sebanyak 100 juta liter. Adapun dampak positif bagi Australia mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 2,6 juta ton per tahun, menciptakan lapangan pekerjaan hingga 4.000 orang yang terdiri dari 1.000 pekerjaan di wilayah sekitar pabrik pengolahan (direct jobs) dan sekitar 3.000 indirect jobs. Tidak hanya itu, pengembangan bioetanol juga meningkatkan modal investasi daerah hingga USD720 juta dan pendapatan tahunan sebesar USD500 juta serta meningkatkan kapasitas produksi baru etanol dalam negeri yang diproyeksikan sekitar 550 juta liter per tahunnya. Sementara itu, di Amerika Serikat, studi yang dilakukan oleh Environmental Health & Engineering, Inc pada 2020 menemukan program E10 dalam campuran bensin dapat meningkatkan nilai oktan hingga 3-4 tingkatan dan program E10 dapat mengurangi 46 persen gas emisi karbon dibandingkan dengan bensin murni dari hulu ke hilir. Di samping itu, pengurangan emisi juga dapat mengurangi polusi di udara, hal Ini terlihat dari pengurangan emisi di Los Angeles. Penggunaan etanol di sektor transportasi dapat meningkatkan kualitas udara di kota Los Angeles tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2007 ketika penggunaan bahan bakar berbasis fosil masih masif. Studi dari AS tersebut juga menyebutkan bahwa penggunaan dan produksi etanol secara global dapat mengurangi gas emisi karbon hingga 110 juta ton per tahun, atau setara dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor di jalan sebanyak 20 juta unit.
Selain pengalaman Amerika, konteks yang paling dekat dengan Indonesia adalah pengalaman Filipina dalam hal implementasi bioetanol dengan mandat pemerintahnya yang sudah berlaku sejak 2009. Dukungan dari pemerintah Filipina terkait mandat bioetanol di dalam negeri telah tercantum ke dalam program nasional dan diproyeksikan untuk terus dilakukan hingga 2030. Berjalannya mandat pemerintah Filipina untuk implementasi bioetanol selama 2009 sampai 2016 telah memberikan dampak positif seperti pengurangan emisi karbon sebesar 10 metrik ton atau sekitar 55,5 persen lebih rendah dibanding emisi dari bensin murni campuran MTBE penghematan forex sebesar 48 miliar peso Filipina, penghentian penggunaan MBTE pada bensin, dan terciptanya lapangan pekerja di pedesaan di sektor pertanian hingga 1,2 juta pekerja. Di samping itu, studi dari Universitas Filipina Los Blanos tahun 2020 mengenai skenario implementasi bioetanol pada tahun 2020-2030, menyatakan bahwa skenario terbaik adalah pada implementasi E20-E untuk 2020 dengan menggunakan impor etanol yang lebih murah untuk melengkapi stok lokal. Adapun beberapa manfaat yang didapat dari hasil studi tersebut, antara lain pengurangan 3.4 metrik ton gas emisi pada 2020 dan pengurangan 28,2 juta ton gas emisi untuk jangka waktu 2020-2030, penghematan forex sebesar 18 miliar peso Filipina, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan juga perbaikan neraca perdagangan. Sebagai informasi, berdasarkan Climate Transparency Report 2020 mengenai perkembangan upaya pengurangan emisi di negara G20, sektor transportasi di Indonesia menyumbang emisi karbon sebesar 27 persen. Pemerintah juga menargetkan pencapaian bauran energi baru dan terbarukan (Energy Mix) di Indonesia sebesar 23 persen hingga 2025. Namun saat ini komitmen tersebut baru berhasil tercapai di angka 11,5 persen di tahun 2020, di mana angka ini berada di bawah target semula, yaitu 13 persen. Pemerintah masih harus terus menggenjot pencapaian bauran energi lebih baik lagi mengingat tersisa empat tahun untuk target di 2025.