Pemerintah Berharap Swasta Ikut Rehabilitasi Mangrove 100 Ribu Ha

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Investor Daily Indonesia | Sabtu, 14 Agustus 2021

Pemerintah Berharap Swasta Ikut Rehabilitasi Mangrove 100 Ribu Ha

Pemerintah mengharapkan keikutsertaan pihak swasta dalam merehabilitasi mangrove hingga seluas 100 ribu hektare (ha) pada 2024. Hal itu untuk mendukung target Indonesia, seperti disampaikan Presiden RI pada Leader Summit on Climate April 2021 lalu, dalam menyumbang rehabilitasi mangrove terbesar di dunia seluas 600 ribu ha. Untuk itu, demi meningkatkan dan menggencarkan komitmen rehabilitasi mangrove di Indonesia maka Kemenko Kemaritiman dan Investasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), PT Pelindo I-FV, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) telah menandatangani kesepahaman bersama tentang kegiatan rehabilitasi mangrove sebagai program tanggung jawab sosial dan lingkungan/corporate social responsibility (CSR), belum lama ini. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, mangrove telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia dan memiliki potensi ekonomi tinggi. Pemerintah mengapresiasi KLHK, KKP, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Kementerian Desa dan Pembangunan Derah Tertinggal dan Transmigrasi (Ke-mendes dan PDTT), PT Pelindo I-IV, APHI, Gapki, dan Aprobi atas kontribusinya dalam mendukung program rehabilitasi mangrove. Selanjutnya, pemerintah mengajak seluruh perusahaan lainnya, termasuk yang tergabung dalam Kadin Indonesia untuk mendukung program nasional itu. “Pemerintah ingin dari swasta mampu mencapai target minimal 100 ribu ha untuk rehabilitasi mangrove sampai 2024,” jelas Menko Luhut dalam keterangannya. Selanjutnya, diharapkan KLHK dapat menyediakan one map mangrove secepatnya sebagai acuan, KKP dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat pesisir, dan BRGM dapat membuat roadmap penanaman mangrove 2021-2024, termasuk menyediakan bibit serta memanfaatkan teknologi demi berlangsungnya rehabilitasi ini secara maksimal. “Sinergitas dan kolaborasi dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove juga penting, ini dapat menjadi awal yang baik bagi seluruh pihak demi meningkatnya kesejahteraan lingkungan dan meningkatnya taraf hidup dan perekonomian masyarakat melalui mangrove,” ujar Luhut. Luhut menjelaskan, penggu- naan teknologi dan dukungan sains juga diperlukan untuk mempercepat target rehabilitasi yang direncanakan. Misalnya, penggunaan teknologi drone untuk mempercepat pelaksanaan rehabilitasi mangrove dan hutan di wilayah yang sulit diakses dan sulit diimplementasikan dengan skema padat karya. Di sisi lain, rehabilitasi mangrove juga terus diupayakan pemerintah dengan melaksanakan kerja sama bilateral dengan beberapa negara lainnya, seperti Uni Emirat Arab, Jerman, dan Korea Selatan.

Upaya Percepatan

Sementara itu, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, upaya menggandeng sejumlah kementerian/lembaga, instansi pemerintah, dan swasta diperlukan dalam mempercepat rehabilitasi kawasan mangrove di Indonesia. “Saya sangat mengapresiasi kerja sama antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta pihak swasta dalam upaya menjaga keberadaan kawasan ekosistem mangrove di Indonesia ini. Kerja sama ini merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendorong perekonomian masyarakat yang berdiam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujar Menteri Trenggono. Kawasan mangrove merupakan salah satu kawasan ekosistem di wilayah pesisir yang memiliki banyak manfaat dan nilai ekonomi tinggi. Mangrove juga dapat menjaga kawasan pesisir dari bencana alam seperti tsunami dan mencegah abrasi. Sebagai habitat bagi berbagai jenis biota, menjadikan kawasan mangrove sebagai kawasan yang memiliki potensi nilai produksi perikanan yang tinggi sehingga dapat menyejahterakan masyarakat di kawasan pesisir. Kawasan hutan mangrove juga merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan penting dalam siklus karbon global serta dapat menyimpan karbon minimal empat kali lebih besar dibandingkan dengan tipe hutan vegetasi lain. Saat ini, masih terdapat 637.624 ha kawasan mangrove kritis atau sekitar 19% dari total kawasan mangrove di Indonesia. Sesuai kesepakatan, upaya rehabilitasi dilakukan secara bersama-sama, KKP membenahi ekosistem mangrove di luar kawasan hutan dengan luas 64.746 ha atau 10,15% dari luasan mangrove kritis. Sepanjang 2020, KKP berhasil menanam mangrove 2.975.129 batang pada areal 449,48 ha di 18 kabupaten/kota dengan melibatkan tenaga kerja 2.645 orang dengan metode padat karya. Tahun ini, KKP akan menanam mangrove di Jawa dan luar Jawa seluas 1.373 ha sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yakni membantu perekonomian masyarakat di masa pandemi dan mengedukasi masyarakat bahwa mangrove memiliki nilai ekonomi yang tinggi

 

BERITA BIOFUEL

 

 

Infosawit.com | Sabtu, 14 Agustus 2021

5 Strategis Pengembangan Biofuel Berbasis Sawit

Dikatakan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi  (EBTKE), Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, terdapat 5 langkah strategis yang ditempuh untuk pengembangan biofuel nasional. Pertama, menjamin bahwa B30 berjalan sesuai dengan target. Kedua, adanya kajian untuk B40 dan B50 baik dari sisi teknis dan ekonomis, beserta roadtest untuk pengujian pada mesin pembangkit listrik tenaga diesel. Ketiga, adanya program Greenfuel dengan memproduksi green diesel, greengasoline dan green avtur berserta studi kebijakan, efisiensi, teknologi, pasokan, insentif dan infrastruktur pendukung, beserta pengembangan industri pendukung seperti metanol dan katalis. Keempat, pengembangan hydrogenated CPO bekerjasama dengan Pertamina dan Pupuk Indonesia. Kelima, ialah penggunaan lahan reklamasi atau bekas pertambangan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan Pemerintah Daerah dalam mengidentifikasi lahan bekas tambang untuk tanaman energi dan bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk menentukan komoditas yang paling cocok. Tutur Dadan, pengembangan Biorefinery dengan menghasilkan green diesel telah dilakukan oleh Pertamina semenjak Desember 2014 sampai Juli 2020 di refineri Dumai, Plaju dan Cilacap, serta injeksi Refine Bleach Deodorant Palm Oil (RBDPO) untuk sosialisasi D100 di Dumai. Bulan Desember 2020 lalu diadakan co-processing green avtur dan standalonebiorefinery di Cilacap, standalonebiorefinery di Plaju serta methanolrefinery di Dumai. “Sementara untuk persiapan biofuel dengan campuran minyak sawit yang lebih tinggi dilakukan persiapan SNI, kajian teknis dan tekno-ekonomi, penyiapan regulasi dan insentif, menjamin kesiapan para produsen biodiesel, menjamin sistem penanganan dan penyimpanan yang memadai, menjamin kesiapan infrastruktur dan program strategi nasional,” kata Dadan dalam acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal, yang dihadiri InfoSAWIT secara virtual, awal Desember 2020 lalu.

https://www.infosawit.com/news/11164/5-strategis-pengembangan-biofuel-berbasis-sawit

 

Infosawit.com | Sabtu, 14 Agustus 2021

Harga Solar Premium Berubah Usai Jokowi Revisi Aturan? Ini Kata Pertamina

PT Pertamina (persero) menunggu aturan teknis dari Peraturan Presiden (Perpres) 69 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistrusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Beleid ini diteken Presiden Jokowi pada 3 Agustus 2021. Pertamina sebagai badan usaha akan melaksanakan Perpres baru ini setelah peraturan turunannnya terbit. Pertamina belum dapat memberikan informasi lebih lanjut soal tindakan yang bakal dilakukan perseroan, termasuk soal subsidi yang selama ini diberikan untuk BBM. “Kami masih menunggu aturan turunan yang lebih teknis,” kata Sekretaris Perusahaan Commercial and Trading Subholding PT Pertamina Patra Niaga, Putut Adriatno saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 15 Agustus 2021. Adapun Perpres ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu 3 Agustus 2021. Ini adalah perubahan kedua dari Perpres 191 Tahun 2014 yang diteken Jokowi pada 13 Desember 2014. Perubahan pertama dilakukan Jokowi pada 24 Mei 2018 lewat Perpres 43 Tahun 2018.  Dalam Perpres 2021 ini, Tempo mencatat setidaknya ada 7 perubahan utama yang terjadi. Mulai dari ketentuan distribusi BBM lewat anak perusahaan badan usaha, kewajiban kilang minyak, penetapan harga, subsidi, hingga pemeriksaan auditor. Salah satu yang berubah yaitu Pasal 14. Di aturan lama, menteri menetapkan harga indeks pasar, harga dasar, dan harga jual minyak tanah, solar, dan premium. Komponen harga dasar yaitu biaya perolehan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, dan margin. Lalu, harga jual eceran minyak tanah adalah nominal tetap yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sementara, komponen harga jual solar harga dasar ditambah PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), kurangi subsidi. Lalu untuk premium, tidak ada ketentuan rinci soal formula harga jual. Beleid ini hanya menyebutkan penetapan harga jual eceran premium, termasuk juga minyak tanah dan solat, dilakukan dalam rapat koordinasi. Di aturan baru, ketentuan ini tidak masih tetap berlaku. Tapi ada beberapa perubahan di Pasal 14, salah satunya harga premium yang kini mulai diatur. Komponen harga jual ecerannya yaitu harga dasar ditambah pendistribusian di wilayah penugasan, PPN, dan PBBKB. lalu, menteri menetapkan PBBKB dalam komponen harga jual solar dan premium ini. Selain itu, harga jual eceran Pertalite dan Pertamax di Perpres 2014 diatur sesuai dengan peraturan daerah provinsi setempat. Lalu di Perpres 2018, aturan ini dicabut dan tidak ada ketentuan soal harga jual eceran Pertalite hingga Pertamax. Lalu di aturan baru pada Perpres 2021 ini, diatur ketentuan tambahan yaitu Pasal 14A. Pasal tersebut menyebutkan harga jual eceran Pertalite hingga Premium ditetapkan berdasarkan harga dasar, ditambah PPN dan PBBKB.

https://bisnis.tempo.co/read/1494786/harga-solar-premium-berubah-usai-jokowi-revisi-aturan-ini-kata-pertamina

Sawitindonesia.com | Sabtu, 14 Agustus 2021

Minyak Jelantah Indonesia Diminati Eropa

Minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku biodiesel. Tak heran, Eropa sangat memburu minyak jelantah dari Indonesia. Dalam setahun, nilai ekspor minyak jelantah mencapai US$90 juta. Dalam presentasinya, Dr. Musdhalifah Machmud, Deputi Koordinator Bidang Pangan dan Agribisnis Menko Perekonomian RI menjelaskan bahwa minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali dalam penggorengan dan merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang potensial untuk dimanfaatkan di Indonesia. “Daur ulang minyak jelantah sebagai minyak goreng sangat tidak disarankan karena proses penggorengan dengan temperatur tinggi itu berakibat kerusakan pada struktur kimia. Makanya, minyak jelantah lebih tepat digunakan untuk biodiesel,” jelas Musdhalifah saat memberikan pidato kunci dalam hybrid webinar bertemakan “Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah Dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan”, Rabu (23 Juni 2021). Acara ini diselenggarakan oleh GIMNI dan Majalah Sawit Indonesia dengan dukungan penuh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS). Kegiatan dibuka oleh Dr. Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian RI. Ada pun sambutan dari Eddy Abdurrachman, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Bernard Riedo, Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). Pembicara webinar ini adalah Sahat Sinaga (Direktur Eksekutif GIMNI), Susy Herawati (Sesditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI), Rita Endang (Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI), dan Prof. Erliza Hambali (Guru Besar IPB University). Musdhalifah menuturkan dari total konsumsi minyak goreng di Indonesia sekitar 16,2 juta kilo liter atau 13 juta ton, minyak jelantah yang berhasil dikumpulkan di Indonesia sebesar 3 juta kilo liter dan 1,6 juta kilo liter dari rumah tangga perkotaan besar (TNP2K, 2019). Dari volume tersebut, hanya kurang dari 18,5% sisa konsumsi minyak goreng yang dapat dikumpulkan sebagai bahan baku minyak jelantah. Dengan konversi 5 liter minyak jelantah menjadi 1 liter biodiesel maka potensi biodiesel menjadi 600.000 liter dari total jelantah yang dikumpulkan. Potensi ini masih lebih kecil dibandingkan total minyak jelantah yang dapat dihasilkan (minyak goreng, minyak kelapa, minyak biji kacang, minyak biji kedelai, minyak kelapa, minyak inti sawit) sebesar 28,4 juta kilo liter atau 22,7 juta ton sehingga potensi biodiesel menjadi 5,7 juta kilo liter.

https://sawitindonesia.com/minyak-jelantah-indonesia-diminati-eropa/