Pemerintah Diminta Ciptakan Kebijakan Kondusif

Agroindonesia.co.id | Kamis, 30 Maret 2023
Pemerintah Diminta Ciptakan Kebijakan Kondusif
Industri hilir sawit akan menghadapi tantangan berat baik di dalam dan luar negeri sebagai dampak resesi global dan kondisi perekonomian masyarakat. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan kebijakan dan dukungan terutama mengantisipasi dampak hambatan dagang di negara tujuan ekspor. Update perkembangan bisnis hilir sawit ini disampaikan dalam buka puasa bersama antara Forum Wartawan Pertanian dengan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) di Jakarta, kemarin. Selain itu, tiga asosiasi hilir sawit ini berkolaborasi dengan Forum Wartawan Pertanian untuk memberikan bantuan kepada anak yatim dan masyarakat kurang mampu melalui yayasan sosial di sekitar Jabodetabek. “Peranan media sangat luar biasa untuk mendukung berjalannya industri hilir sawit termasuk program biodiesel. Makanya kami harapkan kerjasama ini dapat terus berlanjut,” ujar Paulus Tjakrawan, Ketua Harian APROBI. Ia menjelaskan bahwa program biodiesel telah mencapai bauran 35 persen yang diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Pada 2023, target penggunaan biodiesel akan mencapai 13,15 juta kiloliter yang mampu mengurangi impor minyak solar hingga Rp 140 triliun. “Program biodiesel merupakan bagian dari upaya mencapai target nol emisi pada 2060. Karena itulah, perlu didorong program bioenergy lainnya seperti bioavtur, bioethanol, dan bensin sawit,” ujarnya. Rapolo Hutabarat, Ketua Umum APOLIN , mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi pandemi karena perlu kehati-hatian dalam penetapan kebijakan. Indonesia perlu bersyukur dianugerahi kelapa sawit sebagai sumber bahan baku utama dari produk oleokimia yang membantu daya saing industri. “Indonesia telah menjadi produsen terbesar dari produk oleokimia di dunia. Saat ini, kapasitas produksi oleokimia Indonesia mencapai 11,38 juta ton di mana lebih tinggi dari Malaysia sebesar 2,5 juta sampai 3 juta ton yang berbasis minyak sawit,” ujar Rapolo. Menurutnya Indonesia sangat beruntung memiliki sentra produksi oleokimia di dalam negeri karena sangat bermanfaat di masa pandemic kemarin terutama bagi produk disinfektan dan kebersihan tubuh seperti sabun. Sejalan dengan pemulihan ekonomi, volume ekspor oleokimia mencapai 4,2 juta ton pada 2022. Negara tujuan utama ekspor adalah India, Tiongkok, dan Eropa. “Tahun lalu nilai ekspor oleokimia mencapai 5,4 miliar dolar atau rerata Rp 83 triliun lebih. Ini sebuah pencapaian bersama terutama keberpihakan pemerintah yang mendukung hilirisasi di Indonesia,” ujarnya. Kinerja positif oleokimia, diakui Rapolo, juga ditopang keberpihakan pemerintah melalui kebijakan gas murah. Jadi, industri oleokimia mendapatkan insentif gas murah sampai 2024. ”Semoga kebijakan ini terus bergulir dan kami lihat Kementerian ESDM, Perindustrian sangat mendukung implementasi harga gas 6 dolar per mmbtu bagi oleokimia. Hingga sekarang, tidak ada PHK di sektor oleokimia bahkan terus bertambah penyerapan tenaga kerja,” jelasnya. Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI, menjelaskan di kuartal pertama tahun ini tren masih di bawah tren periode sama tahun lalu. Di pasar global, terjadi penurunan tren produksi 17 minyak nabati sebesar 2 persen menjadi sekitar 58 juta ton dari target awal 61 juta ton. Begitupula di dalam negeri, harga sawit tidak seperti tahun lalu di atas 1000 dolar AS /ton. “Saat ini ekspor sawit menurun akibat dampak resesi global. Imbasnya, target Domestic Market Obligation sulit dicapai. Lemahnya ekspor ini mulai terjadi di akhir 2022 di mana hak ekspor sawit sebesar 6,1 juta ton tidak sepenuhnya terealisasi. Dampak berikutnya, pasokan minyakita berkurang lantaran dana subsidi minyakita itu dari ekspor,” ujarnya.
http://agroindonesia.co.id/
Infosawit.com | Kamis, 30 Maret 2023
Industri Hilir Sawit Indonesia Tumbuh, Kapasitas Terus Bertambah
Pengembangan industry hilir nasional masih tetapa berjalan, kendati masih ada beberapa tantangan yang muncul, sebab itu guna mengupdate perkembangan bisnis hilir sawit ini disampaikan dalam buka puasa bersama antara Forum Wartawan Pertanian dengan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) di Jakarta, Senin (27 Maret 2023). Selain itu, tiga asosiasi hilir sawit ini berkolaborasi dengan Forum Wartawan Pertanian untuk memberikan bantuan kepada anak yatim dan masyarakat kurang mampu melalui yayasan sosial di sekitar Jabodetabek. “Peranan media sangat luar biasa untuk mendukung berjalannya industri hilir sawit termasuk program biodiesel. Makanya kami harapkan kerjasama ini dapat terus berlanjut,” ujar Ketua Harian APROBI, Paulus Tjakrawan dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Kamis (30/3/2023). Ia menjelaskan bahwa program biodiesel telah mencapai bauran 35% yang diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Pada 2023, target penggunaan biodiesel akan mencapai 13,15 Juta Kiloliter yang mampu mengurangi impor minyak solar hingga Rp 140 triliun. Sementara Ketua Umum APOLIN , mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi pandemi karena perlu kehati-hatian dalam penetapan kebijakan. Indonesia perlu bersyukur dianugerahi kelapa sawit sebagai sumber bahan baku utama dari produk oleokimia yang membantu daya saing industri. “Indonesia telah menjadi produsen terbesar dari produk oleokimia di dunia. Saat ini, kapasitas produksi oleokimia Indonesia mencapai 11,38 juta ton di mana lebih tinggi dari Malaysia sebesar 2,5 juta sampai 3 juta ton yang berbasis minyak sawit,” ujar Rapolo. Menurutnya Indonesia sangat beruntung memiliki sentra produksi oleokimia di dalam negeri karena sangat bermanfaat di masa pandemik kemarin terutama bagi produk disinfektan dan kebersihan tubuh seperti sabun. Seiring pemulihan ekonomi, volume ekspor oleokimia mencapai 4,2 juta ton bernilai US$ 5,4 miliar pada 2022. Negara tujuan utama ekspor adalah India, Tiongkok, dan Eropa. Lantas, Direktur Eksekutif GIMNI, menjelaskan bahwa di kuartal pertama tahun ini tren masih di bawah tren periode sama tahun lalu. Di pasar global, terjadi penurunan tren produksi 17 minyak nabati sebesar 2% menjadi sekitar 58 juta ton dari target awal 61 juta ton. Begitupula di dalam negeri, harga sawit tidak seperti tahun lalu di atas US$ 1000/ton. “Saat ini ekspor sawit menurun akibat dampak resesi global. Imbasnya, target Domestic Market Obligation sulit dicapai. Lemahnya ekspor ini mulai terjadi di akhir 2022 di mana hak ekspor sawit sebesar 6,1 juta ton tidak sepenuhnya terealisasi. Dampak berikutnya, pasokan minyakita berkurang lantaran dana subsidi minyakita itu dari ekspor,” ujarnya. Sahat mengusulkan DMO tidak lagi tepat menggerakkan pemenuhan kebutuhan minyak goreng. Sebaiknya pemerintah fokus membantu masyarakat kurang mampu sekitar 33 juta orang di mana kebutuhan minyak goreng murah sekitar 42 juta kiloliter. Syaratnya, pemerintah melalui Bulog yang memegang distribusi minyak goreng kepada masyarakat kurang mampu.
Beritasatu.com | Kamis, 30 Maret 2023
Program Biodiesel Ditargetkan Kurangi Impor Solar Rp 140 Triliun
Program biodiesel telah mencapai bauran 35% yang diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Pada 2023, target penggunaan biodiesel akan mencapai 13,15 juta kiloliter (KL) yang mampu mengurangi impor minyak solar hingga Rp 140 triliun. “Program biodiesel merupakan bagian dari upaya mencapai target nol emisi pada 2060. Karena itu, perlu didorong program bioenergy lainnya seperti bioavtur, bioethanol, dan bensin sawit,” ujar Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan dalam buka bersama media dikutip Antara, Rabu (29/3/2023). Program B35 merupakan campuran bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit. Program B35 terdiri dari campuran minyak sawit 35% dan 65% lainnya BBM jenis solar. Dia mengatakan industri hilir minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) akan menghadapi tantangan berat baik di dalam dan luar negeri sebagai dampak resesi global. Untuk itu pemerintah diharapkan mampu menciptakan kebijakan dan dukungan terutama mengantisipasi dampak hambatan dagang di negara tujuan ekspor. Sementara dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan Indonesia telah menjadi produsen terbesar produk oleokimia di dunia. “Saat ini, kapasitas produksi oleokimia Indonesia mencapai 11,38 juta ton, lebih tinggi dari Malaysia sebesar 2,5 juta sampai 3 juta ton yang berbasis minyak sawit,” ujar Rapolo. Menurut dia, Indonesia beruntung memiliki sentra produksi oleokimia di dalam negeri karena bermanfaat di masa pandemi terutama produk disinfektan dan kebersihan tubuh seperti sabun. Seiring pemulihan ekonomi, volume ekspor oleokimia mencapai 4,2 juta ton pada 2022. Adapun negara tujuan utama ekspor adalah India, Tiongkok, dan Eropa. “Tahun lalu nilai ekspor oleokimia mencapai US$ 5,4 miliar atau Rp 83 triliun lebih,” ujarnya. Kinerja positif oleokimia, diakui Rapolo, ditopang keberpihakan pemerintah melalui kebijakan gas murah US$ 6 per MMBTU sampai 2024. Sedangkan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, menjelaskan bahwa di kuartal pertama 2022 produksi minyak nabati masih di bawah tren periode sama tahun lalu. Di pasar global, terjadi penurunan tren produksi 17 minyak nabati sebesar 2% menjadi sekitar 58 juta ton dari target awal 61 juta ton. Begitu pula di dalam negeri, harga sawit tidak seperti tahun lalu di atas US$ 1.000 per ton. “Saat ini ekspor sawit menurun akibat dampak resesi global. Imbasnya, target domestic market obligation sulit dicapai. Lemahnya ekspor ini mulai terjadi di akhir 2022 di mana hak ekspor sawit sebesar 6,1 juta ton tidak sepenuhnya terealisasi. Dampak berikutnya, pasokan minyakita berkurang lantaran dana subsidi minyakita itu dari ekspor,” ujarnya.
Infosawit.com | Kamis, 30 Maret 2023
Biodiesel B35 Tahun 2023, Diproyeksi Hemat Devisa Rp 140 Triliun
Program mandatori biodiesel sawit yang mencapai bauran 35% dengan minyak solar yang tren dikenal sebagai B35, telah mendorong konsumsi domestik minyak sawit mentah (CPO). Lantaran, serapan pasar domestik akan CPO yang sebagian besar masih digunakan sebagai minyak goreng sawit, akan terus bertambah, sejalan dengan konsumsi biodiesel nasional. Sejak digunakan sebagai biodiesel pada tahun 2005 silam, awalnya dikenalkan sebagai campuran 2,5% atau B2,5. Kian bertumbuh, pada 2010 mencapai B7,5 atau B7,5 hingga mencapai program B35 pada tahun 2023. Demikian pula dengan pasar domestik yang bertumbuh, semula hanya pasar yang bersumber dari Public Service Obligation (PSO), kini sudah merambah pasar komersil umum. Pantauan redaksi InfoSAWIT, keberadaan B35 ini, juga sudah melewati uji coba penggunaan sebagai bahan bakar minyak (bbm) pada mobil selama periode waktu tertentu. Kisah suksesnya, tentu menjadi rujukan akan penggunaan biodiesel B35 sebagai BBM pada berbagai jenis mobil hingga mesin pabrik yang menggunakan mesin diesel. Secara fiskal negara, penggunaan biodiesel juga turut mendukung efisiensi keuangan negara, dimana nilai impor bbm bisa berkurang sehingga menghemat devisa negara. Menurut Menko Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, keberadaan biodiesel berbahan baku minyak sawit merupakan program energi terbarukan pemerintah yang berasal dari minyak nabati dan konsisten terus dilakukan Pemerintah RI. Keberadaan biodiesel juga dapat menjadi benchmark bagi negara-negara G20 akan penggunaan BBM berbasis energi terbarukan. Lantaran, ketergantungan BBM berbasis petroleum masih sangat besar hingga dewasa ini. Sebab itu, menurut Airlangga, keberadaan biodiesel secara konsisten terus dilakukan guna kemandirian energi nasional. “Dibandingkan negara lain di seluruh dunia, Indonesia sebagai negara yang paling konsisten melakukan program pencampuran energi terbarukan yang berasal dari minyak nabati,” kata Airlangga kepada media massa nasional beberapa waktu lalu. Kemandirian energi nasional berbasis energi terbarukan dan ramah lingkungan yang konsisten dilakukan pemerintah ini, secara langsung juga menghemat devisa negara, lantaran turunnya jumlah impor BBM. Senada dengan itu, diungkapkan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, akan keberhasilan program biodiesel yang dilakukan pemerintah dan dukungan industri biodiesel nasional yang berhasil memasok kebutuhan biodiesel nasional. Tercatat keberhasilan biodiesel mendorong kemandirian energi nasional dan juga penghematan devisa negara. “Program biodiesel telah mencapai bauran 35%, yang diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang, lantas di 2023, target penggunaan biodiesel akan mencapai 13,15 Juta Kiloliter, yang mampu mengurangi impor minyak solar hingga mencapai Rp 140 triliun,” kata Paulus Tjakrawan. Sebagai informasi, mandatori biodiesel merupakan program energi terbarukan Pemerintah Indonesia, yang menggunakan produk turunan CPO yaitu Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dalam prosentase tertentu dan dicampurkan ke dalam BBM minyak solar berbasis petroleum. Program ini terus mengalami pertumbuhan campuran, dari 2,5% hingga mencapai 35% pada tahun 2023 ini. Diperkirakan, kebutuhan program biodiesel B35 tahun ini, akan menyerap konsumsi minyak sawit mentah (CPO) hingga mencapai lebih dari 13 juta ton. Sehingga, konsumsi domestik CPO akan terus bertumbuh, sejalan dengan pertumbuhan konsumsi biodiesel nasional.