Pemerintah Godok Implementasi E5, Diterapkan ke Pertalite?
Katadata.co.id | Selasa, 10 Januari 2023
Pemerintah Godok Implementasi E5, Diterapkan ke Pertalite?
Kementerian ESDM menyiapkan implementasi bahan bakar nabati (BBN) bioetanol dengan komposisi bauran 5% dan campuran 95% bensin atau E5 yang akan terapkan di wilayah Surabaya, Jawa Timur. Pemerintah sebelumnya pernah berencana untuk menerapkan E5 pada BBM Pertalite, namun program tersebut ditunda karena perubahan status Pertalite menjadi jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana, mengatakan produksi Bioetanol berasal dari tiga pabrik. Diantaranya dua pabrik di wilayah Jawa Timur, yakni PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto dengan 30.000 kilo liter (kl), PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang dengan 10.000 kl dan 3.600 kl dari PT Madu Baru yang berlokasi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. “Dengan kapasitas tersebut rencana akan diimplementasikan E5 di wilayah Surabaya dan sekitarnya dan saat ini masih dibahas dan dipastikan kembali kesiapan implementasinya,” kata Dadan lewat pesan singkat pada Selasa (10/1). Dadan menjelaskan, pemerintah sejauh ini belum menetapkan alokasi pengadaaan tahunan kepada BBN bioetanol sebagaimana yang telah dilakukan pada penyediaan biodiesel sebanyak 13,15 juta kl untuk program B35 di tahun 2023. “Untuk rencana implementasi bioetanol tidak sama dengan mekanisme pengadaan Biodiesel. Karena tidak ada insentif, maka tidak ada proses penetapan alokasi,” ujar Dadan. Hal serupa juga dikatakan oleh Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo. Dia menyampaikan bahwa sejauh ini pemerintah belum menetapkan alokasi produksi tahunan untuk BBM bioetanol. “Untuk bioetanol karena tidak ada subsidi maka tidak ada proses penetapan seperti biodiesel,” kata Edi. Kendati demikian, Edi menyampaikan bahwa implementasi E5 pada campuran BBM jenis bensin akan segera dilaksanakan secepatnya. Penerapan E5 di Indonesia sejatinya mungkin dilakukan mengingat pemerintah pernah berencana untuk menerapkannya pada BBM Pertalite. “E5 masih disiapkan dan dibahas kerena adanya perubahan asumsi status Pertalite yang tadinya jenis bahan bakar umum menjadi JBKP yang mendapat subsidi,” ujar Edi.
Koran-Jakarta.com | Selasa, 10 Januari 2023
Program Biodiesel Belum Efektif
Pemerintah akan meningkatkan persentase pencampuran bahan bakar nabati (BBN) ke dalam bahan bakar minyak (BBM) jenis minyak solar dari 30 persen (B30) menjadi 35 persen (B35) mulai 1 Februari mendatang. Namun, langkah pencampuran biodiesel itu dipandang tak memberi manfaat terhadap devisa negara dan juga belum sesuai keinginan pasar. Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, menegaskan pemanfaatan biodiesel, baik itu B20 ataupun B35 sampai saat ini belum berdampak pada devisa negara. Kebijakan itu, lanjutnya, justru menimbulkan masalah kenaikan minyak goreng. Menurutnya, sawit yang seharusnya untuk pangan, justru dijual untuk produksi biodiesel. Sebab, harga sawit untuk produksi biodiesel lebih mahal daripada untuk minyak goreng. “Seharusnya produksi biodiesel ini didasarkan pada market driven. Jadi bukan kita pingin produksi apa, tetapi kita harus berpikir produksi berdasarkan permintaan pasar sehingga B35 kalau ingin diproduksi harus sesuai dengan kebutuhan pasar,” tandas Esther pada Koran Jakarta, Senin (9/1). Esther mengaku permintaan pasar terhadap B35 masih belum jelas sehingga belum punya kontribusi signifikan terhadap devisa negara. Dalam rencana pemerintah setelah diterapkan B35, persentase pencampuran ini nantinya akan ditingkatkan menjadi 40 persen (B40). Selain mendukung kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, rencana implementasi B35 dan B40 juga diharapkan dapat memberi pengaruh positif pada ekonomi domestik. “Substitusi BBM ke BBN adalah upaya strategis dalam hal penghematan devisa akibat menurunnya impor minyak solar, peningkatan nilai tambah crude palm oil (CPO), membuka lapangan kerja sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca dan meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia,” tutur Direktur Bioenergi, Edi Wibowo, pekan lalu. Untuk program B35 pada 2023, imbuh Edi, target penyaluran biodiesel sebesar lebih dari 13,15 juta kiloliter (kl), yang akan menghemat devisa sekitar 10,75 miliar dollar AS atau setara 161 triliun rupiah. Program B35 ini diproyeksi akan menyerap tenaga kerja sekitar 1.653.974 orang serta pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 34,9 juta ton CO2e. Lebih lanjut, Edi mengungkapkan Indonesia saat ini masih merupakan negara terdepan dalam menerapkan pencampuran BBN jenis Biodiesel. Indonesia sudah memulainya pada 2006 dengan B2,5, kemudian 2016 dengan B20, terakhir mencapai program B30 pada 2020 secara nasional. “Dengan implementasi B35 yang akan kita mulai per 1 Februari 2023, sekali lagi Indonesia menjadi yang terdepan dalam pemanfaatan BBN jenis biodiesel,” tandas Edi.
Tak ada Kendala
Edi menjelaskan program implementasi B30 dapat berjalan dengan baik selama kurang lebih tiga tahun karena tidak ada kendala signifikan dalam pelaksanaannya. Terdapat dukungan program biodiesel yang meliputi kecukupan pasokan, program insentif dari sawit berupa pungutan ekspor CPO dan turunannya yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), serta monitoring dan evaluasi secara berkala. Sebelum dilaksanakannya peningkatan persentase pencampuran biodiesel, telah dilakukan beberapa persiapan teknis untuk memastikan performa penggunaan campuran BBN. Di antaranya pengujian pengaruh penggunaan campuran biodiesel 35 persen (B35) terhadap sistem filtrasi mesin diesel, dengan hasil tidak terjadi indikasi pemblokiran filter pada pengujian Filter Blocking Tendency (FBT) maupun pengujian Filter Rig Test. Rekomendasinya tidak ada pengaruh signifikan atas penggunaan B35.
https://koran-jakarta.com/
Kompas.com | Selasa, 10 Januari 2023
Berlaku 1 Februari 2023, Harga B35 Mengikuti Solar
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan jika mulai 1 Februari 2023 akan diterapkan penggunaan biodiesel B35. “Mulai Februari tahun ini, implementasi program Bahan Bakar Nabati B35 resmi digunakan!” tulis Kementerian ESDM lewat unggahan di Instagram resminya @kesdm, pada Kamis (5/1/2023). Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Edi Wibowo mengatakan, jika nantinya semua Badan Usaha (BU) BBM wajib menyalurkan biodiesel B35 kepada masyarakat Indonesia. “Mandatori implementasi B35 wajib dilakukan oleh semua BU BBM yang mana saat ini ada 22 BU BBM yang akan menyalurkan minyak solar dengan cetane number di bawah 51.Kalau yang dijual Pertamina dengan merek dagang biosolar dan Dexlite sudah mengandung biodiesel 35 persen mulai 1 februari 2023,” kata Edi kepada Kompas.com, Senin (9/1/2022). B35 merupakan campuran biodiesel antara bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit dengan BBM diesel. Dari campuran tersebut, kadar minyak sawit dalam bahan bakar adalah 35 persen, sementara 65 persen sisanya merupakan BBM solar. Kehadiran B35 sendiri bertujuan untuk meningkatkan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan, serta upaya mengurangi angka impor solar di tengah situasi global yang terancam krisis. Perihal harga, Edi menyebutkan jika B35 akan mengikuti harga pasar solar di Indonesia. “Harga B35 sesuai harga solar,” kata Edi. Di sisi lain, sejalan dengan penetapan dan penerapan B35, Kementerian ESDM turut menaikkan alokasi biodiesel pada tahun ini menjadi 13.148.594 kiloliter. Artinya ada peningkatan sekitar 19 persen dibandingkan alokasi tahun 2022 yang hanya sebesar 11.025.604 kiloliter. Di sisi lain, penjualan Biosolar di tahun ini diperkirakan akan mencapai angka 37.567.411 kiloliter. Torehan tersebut mengacu pada proyeksi penyaluran Biosolar pada 2022 yaitu 36.475.050 kiloliter dan adanya asumsi pertumbuhan permintaan sebesar 3 persen.
Voi.id | Selasa, 10 Januari 2023
Pengamat: Pembatasan Ekspor CPO dan Mandatori Program B35 Mendorong Kebangkitan Industri Sawit
Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Dr.Eddy Suratman menilai kebijakan pembatasan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan mandatori program campuran biodiesel 35 persen (B35) menguntungkan petani sawit di Kalimantan Barat. “Kebijakan yang ada sudah diperhitungkan pemerintah. Pembatasan CPO sangat baik yang juga sejalan dengan B35 di mana membutuhkan minyak mentah sawit tersebut dalam jumlah cukup besar. Kebijakan yang ada bisa menstabilkan harga dan petani tentu diuntungkan,” ujarnya dikutip Antara, Selasa 10 Januari. Ia mengatakan kebijakan yang ada juga sangat didukung Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) dan petani sehingga hal itu semakin meyakinkan ke depan industri sawit kembali bangkit. “Harga sawit akan kembali naik. Apalagi dikaitkan dalam produksi sawit di Indonesia termasuk di negara Malaysia. Negara tetangga produksi turun kita bisa mengambil pasarnya,” papar dia. Terkait Kalbar, sawit sudah menjadi merek bagi daerah ini karena sudah menjadi nyawa ekonomi Kalbar. Kehadiran perkebunan sawit saat ini bukan hanya diusahakan perusahaan tapi petani swadaya. Sehingga maju dan mundurnya ekonomi tidak terlepas dari peran sawit. “Untuk itu lah kebijakan terkait sawit harus dicermati jangan sampai mengganggu perekonomian kita. Kalau ada perkembangan pemintaan dunia menurun dan mendorong permintaan harga harus diperhatikan betul. Pemerintah provinsi harus cermat betul perekonomian dan kebijakan menjaga stabilisasi sawit. Hal ini karena stabilitas harga bisa menjaga ekonomi Kalbar,” papar dia. Ia menambahkan, sawit bakal menjadi komoditi bagi hasil dan Kalbar sangat diuntungkan sebagai daerah penghasil. Namun harus terus dicermati dari Peraturan Pemerintah (PP) dana bagi hasil baik itu bagaimana hasilnya apakah berdasarkan luas kebun, produksi atau kombinasi luas dan produksi. Kemudian cermati, bagaimana keuangannya untuk masuk provinsi dan kabupaten. “Kalau PP itu terealisasi pada 2023, akan ada tambahan pendapatan daerah di Kalbar. Berharap pemerintah provinsi dan kabupaten bisa memanfaatkan ini untuk kemajuan petani dan daerah,” jelas dia.