Pemerintah klaim tidak ada masalah dengan ketersediaan Biodiesel

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Alinea.id | Senin, 28 Maret 2022

Pemerintah klaim tidak ada masalah dengan ketersediaan Biodiesel

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim, tidak ada masalah ketersediaan biodiesel di lapangan, hal itu berdasarkan pemantauan yang pihaknya lakukan. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. “Untuk penyediaan biodiesel, dalam pantauan kami tidak ada masalah di lapangan,” ungkapnya singkat kepada Alinea.id, Senin (28/3). Sementara Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting mengatakan, meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap solar sebagai dampak dari ekonomi yang semakin tumbuh. “Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, kegiatan di masyarakat juga ikut meningkat. Begitu juga kebutuhan akan energi khususnya solar subsidi,” ucapnya kepada Alinea.id, Jumat (25/3). Irto menjelaskan, kondisi saat ini untuk solar subsidi stoknya berada di level 20 hari. Artinya, stok Pertamina dalam kondisi aman. “Pertamina Patra Niaga sudah menyalurkan solar subsidi 10 melebihi dari kuota yang ditetapkan,” ujarnya. Menurutnya, tidak semua kendaraan berhak mendapatkan solar bersubsidi. Sebagaimana tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. “Kami mengimbau agar pelaku industri dan masyarakat mampu dapat menggunakan Solar Non Subsidi seperti Dexlite dan Pertamina Dex,” katanya. Lebih lanjut pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat agar hemat di dalam penggunaan BBM. Mengingat harga minyak mentah saat ini dalam kondisi yang tinggi. “Kami mengapresiasi pihak kepolisian yang telah melakukan penangkapan terhadap penyelewengan solar subsidi yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

https://www.alinea.id/bisnis/pemerintah-klaim-tidak-ada-masalah-ketersediaan-biodiesel-b2fgN9Cpf

 

Kompasiana.com (Opini) | Senin, 28 Maret 2022

Airlangga Hartarto dan Kebijakan Biodiesel untuk Akselerasi Energi Bersih Indonesia

Menjadi negara dengan total luas hutan salah satu yang terbesar di dunia, memberi peluang bagi Indonesia menjadi pemain utama dunia untuk energi bersih.  Kesempatan yang pada saat bersamaan jika disejajarkan dengan kampanye zero emisi, bisa menjadi pendorong tambahan bagi pelaksanaan konsep pembangunan berkelanjutan.  Apalagi jika aturan pajak karbon bagi setiap jenis usaha mulai diberlakukan pada tahun 2025, membuka potensi lebih besar bagi pendapatan negara dalam lingkup rencana besar pembangunan green economy tersebut. Namun sebelum program ekonomi hijau itu menjadi program yang masuk dalam konsep Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development Goals), Indonesia sudah lebih dahulu punya program sendiri untuk sejumlah sektor. Salah satunya dari bidang perkebunan kelapa sawit. Seperti diketahui, Indonesia adalah produsen utama minyak nabati dari bahan baku pohon kelapa sawit. Bersama Malaysia, Indonesia menjadi dua negara yang menjadi pemasok utama minyak nabati ke seluruh dunia.   Minyak dari kelapa sawit atau Crued Palm Oil ini, Indonesia memasok tidak kurang dari 40 persen kebutuhan minyak nabati dunia.  Sisanya, diisi oleh minyak dari bunga matahari,  bunga olive kacang kedelai yang jumlah produksi total  di dunia masih jauh dibawah yang dibutuhkan. Pada saat banyak negara masih disibukkan dengan upaya pemenuhan kebutuhan minyak untuk konsumsi manusia, Indonesia sudah melangkah lebih jauh, yakni menjadikan minyak kelapa sawit  untuk kendaraan bermotor atau yang disebut biodiesel. Program ini sendiri sudah berjalan selama 14 tahun.   Tak sekedar bertujuan untuk pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan serta ekonomi. Program biodiesel Indonesia ini menjadin yang terbesar, karena memadukan  jumlah, serta waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya dibanding  program mandatori  serupa di negara-negara lain. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, mandatory biodiesel ini secara ekonomi dan lingkungan sangat menjanjikan, apalagi trend di masa depan, dunia mulai mengurangi penggunaan energi fosil. Sementara peralihan ke energi listrik yang belum sepenuhnya merata, menjadikan biodiesel sebagai perantaranya.  Kondisi yang pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi biofuel di dunia, dan membuat permintaan pasokan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit hampir pasti akan selalu tinggi. Sekarang dengan menjadi presidensi G20,  melalui program biodiesel Indonesia punya panggung berikut untuk memperlihatkan komitmen serta kerja nyata tentang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.  “Kami ingin menunjukkan mandatori biodiesel sebagai bagian dari event Road to G20 yang diadakan bersamaan dengan meeting G20 Energy Transitions Working Group di Yogyakarta,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu. Dengan mandatory biodiesel,menjadi penegas bagi Indonesia dalam komitmennya untuk akselerasi transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel untuk meraih net zero emission.  Komitmen menggunakan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel akan mendukung Indonesia mencapai target keamanan energi dan bauran energi sebesar 23% di 2025.  “Industri minyak sawit siap mendukung visi tersebut, karena penggunaan B30 di 2021 saja diperkirakan sudah menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebanyak 24,6 juta ton CO2, dan jumlah ini setara dengan 7,8% dari target pencapaian energi terbarukan di 2030,” jelas Menko Airlangga. Saat ini  produksi B30 di 2021 mencapai sekitar 9,4 juta kiloliter atau setara dengan 64,14 juta barel. Konversi dari CPO ke B20 telah meningkatkan nilai tambah hingga Rp13,19 triliun, untuk menjaga cadangan devisa senilai US$2,64 miliar, dari pengurangan impor bahan bakar fosil.  “Saya ingin menekankan peran kebijakan biodiesel yang berpengaruh terhadap ekonomi, misalnya untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, ekonomi hijau, stabilitas harga minyak sawit, dan pendapatan petani kecil, yang nantinya akan berkontribusi dalam pencapaian United Nations 2030 Sustainable Development Goals,” papar Menko Airlangga. Indonesia tidak akan berhenti hanya sampai kepada B30, tetapi juga mengejar green fuel dapat menggantikan minyak diesel, lalu green gasoline dapat menggantikan gasoline, dan bioavtur dapat menggantikan fossil avtur. Indonesia percaya, program dan percepatan yang dilakukan saat ini, pada gilirannya akan sejajar dengan apa yang diinginkan masyarakat dunia… Pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan pelestarian alam, dengan menempatkan manusia dan alam sebagai subjek setara. Ini bukan cita-cita utopia, karena dengan biodisel sebagai langkah pembuka, impian tersebut sebenarnya mulai menemukan bentuknya.

https://www.kompasiana.com/wempiefauzi7990/62413a06274a7a75c5349e83/airlangga-hartarto-dan-kebikajan-biodiesel-untuk-akselerasi-energi-bersih-indonesia?page=all#sectionall

CNNIndonesia.com | Senin, 28 Maret 2022

2 Alternatif BBM Diesel Saat Solar Langka Jelang Euro 4

Masyarakat yang tak kebagian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan diesel jenis Solar dari merek Pertamina dapat memilih alternatif lain. Ada dua rekomendasi yang juga produk Pertamina, yaitu Dexlite dan Dex. Seperti diketahui BBM diesel bersubsidi dari Pertamina, Solar, dikabarkan saat ini mengalami kelangkaan di sejumlah daerah sehingga menimbulkan antrean pengemudi di banyak SPBU. Kondisi ini terjadi jelang penerapan standar gas buang Euro 4 bakal kendaraan diesel yang akan berlaku serentak 12 April. Lantas seperti apa rincian dari Dexlite dan Pertamina Dex? Dua rekomendasi BBM diesel, Dexlite dan Dex, sebetulnya bukan barang baru karena sudah disediakan Pertamina sejak beberapa tahun lalu. Dexlite dikatakan lebih baik dari Solar dan memiliki angka cetane 51 serta kandungan sulfur maksimal 1.200. Angka ini cukup tinggi dibanding Solar. Angka cetane tinggi diklaim membuat sistem pembakaran menjadi lebih baik dan menambah tenaga mesin. Sedangkan kandungan sulfur yang cukup rendah membuat mesin dan emisi lebih bersih. Harga Dexlite cukup terjangkau sekitar Rp9.500. Sementara Dex disebut lebih baik dari keduanya karena memiliki angka cetane 53 dan kandungan sulfur maksimal 300. Kandungan cetane yang terdapat lebih tinggi dibandingkan dengan Dexlite dan Solar. Hal ini diklaim memberikan kelebihan, yaitu menjadikan sistem pembakaran lebih baik dan efisien serta membuat mesin lebih bertenaga dan emisinya lebih rendah. Harga Dex memang sedikit lebih mahal, yaitu Rp11.350 per liter, namun dengan angka cetane yang tinggi dan kandungan sulfur rendah, ini sangat direkomendasikan, terlebih buat kendaraan diesel dengan teknologi terkini, menurut situs Pertamina. Solar saat ini masih sering digunakan, terutama bagi kendaraan operasional, karena harganya lebih terjangkau dari Dexlite maupun Dex. Selain murah, Solar juga kerap jadi favorit lantaran bisa digunakan pada mesin diesel berteknologi lawas di area yang minim pasokan Dexlite dan Dex. Solar atau Biosolar juga menjadi merupakan bahan bakar destilasi yang mengandung minyak nabati atau Biodiesel yang besar campurannya sesuai dengan regulasi lewat peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2015. Mulai 1 Januari 2020 campurannya sebesar 30 persen menjadi B30.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220328154142-384-777066/2-alternatif-bbm-diesel-saat-solar-langka-jelang-euro-4

Wartaekonomi.co.id | Senin, 28 Maret 2022

Komitmen Capai Energi Bersih, Menko Airlangga Tegaskan Program Biodiesel Bagian dari Road to G20

Program mandatori biodiesel di Indonesia hingga saat ini sudah berjalan selama 14 tahun. Program tersebut memberikan pengaruh yang baik untuk ekonomi, masyarakat, dan lingkungan. Program biodiesel Indonesia juga menjadi yang terbesar, perpaduan tertinggi, dan terlama dibandingkan program mandatori sejenis di negara-negara lainnya. “Program mandatori biodiesel di negara kita merupakan inisiatif dan pencapaian yang luar biasa, dan bagaimana perkembangan ke depannya patut kita perhatikan. Bersama dengan negara-negara produsen minyak sawit lainnya, kami ingin menunjukkan mandatori biodiesel sebagai bagian dari event Road to G20 yang diadakan bersamaan dengan meeting G20 Energy Transitions Working Group di Yogyakarta,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dilansir dari laman resmi Kemenko Perekonomian RI, Senin (28/3/2022).  Menko Airlangga menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen mengakselerasi transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel untuk meraih net zero emission. Komitmen menggunakan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel akan mendukung Indonesia mencapai target keamanan energi dan bauran energi sebesar 23 persen di 2025. Dalam 21st United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2015 di Paris, Presiden Joko Widodo juga telah menyatakan determinasi Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen melalui business as usual pada 2030, dan bisa mencapai 41 persen jika mendapatkan bantuan pihak internasional. “Industri minyak sawit siap mendukung visi tersebut, karena penggunaan B30 di 2021 saja diperkirakan sudah menurunkan emisi GRK sebanyak 24,6 juta ton CO2, dan jumlah ini setara dengan 7,8 persen dari target pencapaian energi terbarukan di 2030,” jelas Menko Airlangga. Produksi B30 di 2021 mencapai sekitar 9,4 juta kiloliter atau setara dengan 64,14 juta barel. Konversi dari CPO ke B20 telah meningkatkan nilai tambah hingga Rp13,19 triliun, untuk menjaga cadangan devisa senilai US$2,64 miliar, dari pengurangan impor bahan bakar fosil. “Saya ingin menekankan peran kebijakan biodiesel yang berpengaruh terhadap ekonomi, misalnya untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, ekonomi hijau, stabilitas harga minyak sawit, dan pendapatan petani kecil, yang nantinya akan berkontribusi dalam pencapaian United Nations 2030 Sustainable Development Goals,” papar Menko Airlangga. Biodiesel, ungkap Menko Airlangga, tidak akan berhenti sampai B30 saja, tetapi juga tetap dikejar agar green fuel dapat menggantikan minyak diesel, lalu green gasoline dapat menggantikan gasoline, dan bioavtur dapat menggantikan fosil avtur.

https://wartaekonomi.co.id/read402901/komitmen-capai-energi-bersih-menko-airlangga-tegaskan-program-biodiesel-bagian-dari-road-to-g20