Peneliti: Produksi Biofuel Ganggu Kestabilan Pasokan Minyak Goreng

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Republika.co.id | Selasa, 8 Februari 2022

Peneliti: Produksi Biofuel Ganggu Kestabilan Pasokan Minyak Goreng

Meningkatnya permintaan global akan bahan bakar nabati atau biofuel berbasis minyak sawit berpotensi mengurangi pasokan crude palm oil/CPO untuk produksi minyak goreng di Indonesia. “Adanya peningkatan pangsa produksi CPO untuk bahan bakar nabati sebesar 24 persen dari tahun 2019 hingga 2020 diikuti dengan penurunan pangsa CPO yang diolah menjadi komoditas pangan seperti minyak goreng di Indonesia akan menyebabkan kelangkaan,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nisrina Nafisah, dalam keterangan resminya diterima Republika.co.id, Senin (7/2/2022). Indonesia kini menerapkan kebijakan keharusan mencampurkan minyak diesel dengan 30 persen bahan berdasar minyak sawit (B30). Produksi CPO di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2019. Produksi kembali turun di 2021 sebesar 0,9 persen menjadi 46,89 juta ton. Data rinci tentang stok akhir CPO pada tahun 2021 belum tersedia untuk umum pada saat CIPS menuliskan pernyataan ini namun. Laporan Outlook 2022 Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) menunjukkan stok akhir CPO di Indonesia tahun 2021 berada dibawah tingkat rata-rata 4 juta ton. Data kebutuhan CPO untuk produksi biofuel dapat dilihat dari jumlah konsumsi CPO untuk biofuel. Antara 2019-2021, produksi CPO untuk biofuel meningkat dari 5,83 juta ton menjadi 7,38 juta ton. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat pada 2022 seiring dengan meningkatnya konsumsi biodiesel yang diperkirakan GAPKI berjumlah 8,83 juta ton. Minyak goreng di Indonesia umumnya dihasilkan dari minyak sawit mentah (CPO) yang harganya berkorelasi langsung dengan harga CPO internasional. Sepanjang 2021, harga CPO internasional naik 36,3 persen dibandingkan 2020 dan hingga Januari 2022, sudah mencapai Rp 15.000 per kilogram. Tingginya harga tersebut disebabkan, diantaranya, oleh kekurangan pasokan di tengah meningkatnya permintaan di banyak bagian dunia karena belum pulihnya ekonomi akibat gelombang kedua Covid-19. Di Indonesia, Kementerian Perdagangan mengatakan kelangkaan pasokan disebabkan oleh penurunan produktivitas perkebunan sawit milik BUMN, swasta, dan petani kecil di kedua negara produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia dan Malaysia, yang setidaknya menyumbankan 85 persen dari pasokan global. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sempat mengatakan bahwa akses kepada pupuk yang terjangkau dan distribusi pupuk bersubsidi menjadi kunci dalam pemenuhan permintaan minyak sawit dunia yang diprediksi akan meningkat sebesar 6,5 persen pada tahun 2022. Permintaan minyak sawit yang diolah menjadi minyak goreng untuk konsumsi rumah tangga juga diperkirakan meningkat. Penelitian CIPS mengusulkan pemerintah untuk fokus kepada kebijakan terkait input pertanian, terutama pupuk bersubsidi, dengan memperbaiki mekanisme penebusan melalui Kartu Tani, dengan target penerapan secara nasional pada tahun 2024, untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit. Adopsi Kartu Tani oleh petani berjalan sangat lambat. Pada 2020, baru 6,20 juta kartu yang sudah dibagikan padahal jumlah petani yang seharusnya menerima kartu ini di e-RDKK ada sebanyak 13,90 juta. Kartu yang sudah digunakan pun baru mencapai 1,20 juta saja. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah perlu merancang mekanisme evaluasi pemberian subsidi, menetapkan indikator “kelulusan” seorang petani atau suatu wilayah penerima subsidi, serta menargetkan batas waktu pencabutan subsidi. “Namun, hal ini mensyaratkan data pertanian yang akurat yang selalu diperbarui untuk memonitor pendapatan dan harga-harga di tingkat petani. Tidak kalah penting, kebijakan di sisi suplai turut diperlukan untuk meningkatkan kompetisi antar produsen pupuk dan memastikan harga pupuk yang terjangkau berdasarkan mekanisme pasar,” kata dia.

https://www.republika.co.id/berita/r6xxsb383/peneliti-produksi-biofuel-ganggu-kestabilan-pasokan-minyak-goreng

Jawapos.com | Senin, 7 Februari 2022

GAPKI Bantah Program Biodiesel jadi Penyebab Harga Minyak Goreng Mahal

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) merespons anggapan bahwa penerapan program biodiesel mengganggu pasokan crude palm oil (CPO), sehingga harga minyak goreng melambung. Sekretaris Jendral GAPKI Eddy Martono mengatakan, tingginya harga minyak goreng disebabkan kenaikan harga minyak kelapa sawit -bahan baku minyak goreng- yang signifikan. Yang menyebabkan harga minyak goreng tinggi memang karena harga minyak nabati internasional sedang tinggi,” kata Eddy dalam keterangannya, Senin (7/2). Selain itu, Eddy juga membantah bahwa pengusaha lebih tertarik memberikan suplai untuk biodiesel ketimbang untuk minyak goreng. Sebagaimana diketahui, program biodiesel 30 (B30) sendiri bersifat perintah atau mandatory. Sehingga, volumenya telah ditentukan oleh pemerintah. “Program B30 itu bersifat mandatory dan volume ditentukan pemerintah,” ucapnya. Sementara, menurut Peneliti Senior LPEM FEB-UI Mohamad Revindo, persoalan minyak goreng disebabkan karena Kementerian Perdaganganan (Kemendag) tidak efektif dalam mengatur distribusi. “Kementerian Perdagangan seharusnya menjalankan operasi distribusi secara menyeluruh di titik-titik yang teridentifikasi sangat kekurangan pasokan dengan pengawasan yang super ketat. Tidak serta-merta menerima alasan para produsen dengan begitu saja,” tuturnya. Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VII, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, program biodiesel (B30) menjadi salah satu penyebab tingginya permintaan minyak kelapa sawit. Hal ini pada akhirnya memengaruhi harga minyak goreng.

https://www.jawapos.com/ekonomi/bisnis/07/02/2022/gapki-bantah-program-biodiesel-jadi-penyebab-harga-minyak-goreng-mahal/

Kompas.com | Senin, 7 Februari 2022

Pakai Biofuel, Tenaga Mobil Balap Formula 1 Diyakini Merosot

Formula 1 (F1) sudah berkomitmen untuk lebih ramah lingkungan, yakni dengan cara menggunakan bahan bakar biofuel. Namun, bahan bakar tersebut memiliki konsekuensi. Dikutip dari Carbuzz.com, Senin (7/2/2022), Yasuaki Asagi, mantan insinyur mesin Honda F1, mengatakan, akan sangat menantang untuk mendapatkan tenaga yang sama dengan mesin 2022, karena regulasi baru soal bahan bakar. Asagi tidak menyebutkan seberapa besar tenaga yang akan hilang. Tapi, F1 adalah olahraga balap di mana penurunan sebesar 5 persen saja sudah signifikan perbedaannya. Biofuel yang disebut E10 adalah salah satu dari banyak regulasi baru yang diperkenalkan tahun ini di F1. E10 sendiri memiliki perbandingan 90:10, campuran bahan bakar fosil dan etanol berkelanjutan. Pada 2026, semua tim sudah harus menggunakan bahan bakar berkelanjutan. Tapi, sebelumnya, perubahan akan dilakukan secara bertahap. Setiap pabrikan yang ada di F1 sudah bekerja keras pada mesin penggerak generasi berikutnya, yang pasti akan memikat lebih banyak pabrikan ke olahraga di paruh kedua dekade ini. Pengenalan biofuel mungkin tampak aneh, tapi banyak produsen percaya itu adalah kunci untuk mempertahankan mesin pembakaran internal. Bentley adalah salah satu dari produsen ini, dan menggunakan Flying Spur Hybrid untuk membuktikan seberapa baik kinerjanya. Asagi, yang masih bekerja sama dengan Red Bull saat memindahkan departemen mesin penggeraknya sendiri adalah salah satu pimpinan pertama yang mengakui tantangan tersebut. “Sepertinya perusahaan lain mengatakan itu hampir sama, tetapi sebaliknya, membuat pengumuman seperti itu berarti sulit untuk mendapatkan kekuatan yang sama seperti tahun lalu,” kata Asagi. Masalahnya berkaitan dengan campuran baru. Singkatnya, etanol membuat bahan bakar lebih berat. Selain itu, juga tidak memiliki kekuatan laten yang sama, yang berarti tangki penuh pada mobil baru akan sedikit lebih berat, tapi bahan bakarnya akan kurang kuat. Dengan aturan mesin saat ini yang ditetapkan pada tahun 2021, tim tidak dapat membuat perubahan signifikan untuk mengimbanginya. “Di sisi lain, pembakaran yang tidak normal dari bahan bakar lama akan lebih mudah dikendalikan sekarang. Kami bertujuan untuk efisiensi maksimum, tetapi dengan bahan bakar E10 tenaga mesin juga akan berkurang, dan jumlah pembangkit tenaga juga akan berkurang,” ujar Asagi. Red Bull memasuki tahun baru dengan keuntungan yang cukup besar. Juara bertahan tidak hanya akan berada di belakang kemudi Red Bull, tapi semua komponen yang digunakan di dalam mobil sekarang dibuat di pabrik yang sama, baik mesin maupun sasis. Untuk melihat efek dari bahan bakar baru ini, berbagai mobil baru akan debut selama tiga minggu ke depan, diikuti dengan sesi tes pra-musim tahunan di Barcelona, pada 23-25 Februari 2022.

https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/07/114200615/pakai-biofuel-tenaga-mobil-balap-formula-1-diyakini-merosot

Tribunnews.com | Senin, 7 Februari 2022

Menteri Perdagangan Salahkan Program Biodiesel Penyebab MInyak Goreng Langka, Anggota DPR RI: Ngawur

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Golkar Lamhot Sinaga menyayangkan pernyataan Menteri Perdagangan soal naiknya harga minyak goreng. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya mengatakan bahwa naiknya harga minyak goreng dan terjadi kelangkaan di masyarakat gara-gara program Biodiesel yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. “Ngawur itu Lutfi. Kita semua tahu bahwa kebijakan program biodiesel B30 pemerintah tidak ada hubungannya dengan kelangkaan minyak goreng,” kata Lamhot kepada wartawan, Senin (7/2/2022). Lamhot menjelaskan bahwa sejak dicanangkannya program biodiesel, perhitungan penggunaan CPO sudah diperhitungkan dengan matang. Lamhot menambahkan bahwa satu di antara tujuan program ini adalah untuk menstabilkan harga CPO di level petani kelapa sawit. Berdasarkan tautan Kementerian ESDM, biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses esterifikasi/transesterifikasi. Untuk saat ini, di Indonesia bahan baku biodiesel berasal dari Minyak Sawit (CPO). Selain dari CPO, tanaman lain yang berpotensi untuk bahan baku biodiesel antara lain tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung dan lain-lain. Pengakuan Menteri Perdagangan, M Lutfi bahwa meroketnya harga minyak goreng di pasaran sebagai akibat kesalahan Pemerintah sendiri telah mengagetkan banyak pihak. Pemerintah diwakili Menteri Perdaganan M Lutfi di depan DPR Komisi VI pada akhir Januari kemarin, mengakui bahwa harga minyak goreng yang tidak wajar saat ini akibat ulah Pemerintah sendiri yaitu menjalankan program B30. “Pernyataan itu seperti menampar muka Presiden. Menteri Perdagangan harus diberi teguran keras. Dia sudah membuat malu Presiden,” ujar Lambot. Lamhot menjelaskan bahwa kebijakan biofuel sama sekali tidak mengganggu persediaan bahan baku CPO untuk minyak goreng. Menurutnya, penggunaan CPO untuk program B30 ini hanya menggunakan sekitar 7,3 juta liter, dan untuk minyak goreng tersedia sekitar 32 juta liter. “Sudah ada jatah pembagian masing-masing dan tidak saling mengganggu,” katanya. Ia menjelaskan bahwa faktor utama terletak pada tingginya harga bahan baku sawit serta sinyalir adanya ketidakbecusan dalam hal distribusi. “Operasi pasar tidak akan efektif kalau tidak diikuti oleh pengawasan distribusi yang ketat. Dan ini yang terjadi,” ucap Lamhot. Penjelasan serupa juga dikemukakan oleh Eddy Martono, Sekretaris Jendral GAPKI. Ia menampik bahwa penerapan program biodiesel mengganggu pasokan atau harga minyak goreng dalam negeri. “Yang menyebabkan harga minyak goreng tinggi memang karena harga minyak nabati internasional sedang tinggi,” pungkasnya.

https://jabar.tribunnews.com/2022/02/07/menteri-perdagangan-salahkan-program-biodiesel-penyebab-minyak-goreng-langka-anggota-dpr-ri-ngawur?page=all

Medcom.id | Senin, 7 Februari 2022

Penggunaan CPO untuk Program B30 hanya Sekitar 7,3 Juta Liter

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi sempat menyalahkan program biodiesel (B30) sebagai penyebab kenaikan harga minyak goreng. Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR pekan lalu, Mendag Lutfi mengatakan lonjakan harga Crude Palm Oil (CPO) saat ini tidak terlepas dari dampak kebijakan Indonesia, yang mendorong penggunaan biodiesel. Sehingga menjadi penyebab lonjakan harga CPO dan menguntungkan Indonesia. Melalui program B30, konsumsi CPO pun meningkat. Serta akan semakin bertambah jika B40 dilaksanakan. “Yang buat CPO ini tinggi adalah Republik Indonesia. Sebagai penghasil CPO terbesar dunia, bikin B30, harganya meloncat. Dan ini sangat menguntungkan Indonesia,” kata Lutfi. Hal senada juga dikemukakan oleh pengamat ekonomi Faisal Basri yang menilai kenaikan harga minyak goreng di tengah penurunan produksi dan ekspor CPO karena pergeseran besar dalam konsumsi CPO di dalam negeri. Di masa lalu, pengguna CPO yang dominan di dalam negeri adalah industri pangan, termasuk minyak goreng. Namun sejak pemerintah menerapkan kebijakan mandatori biodiesel, alokasi CPO untuk campuran solar berangsur naik. Peningkatan tajam terjadi pada 2020 dan 2021 dengan diterapkannya Program B20 (20 persen kandungan CPO dalam biosolar). “Pengusaha cenderung menyalurkan CPO-nya ke pabrik biodiesel karena pemerintah menjamin perusahaan biodiesel tidak bakal merugi karena ada kucuran subsidi jika harga patokan di dalam negeri lebih rendah dari harga internasional. Sedangkan jika dijual ke pabrik minyak goreng tidak ada insentif seperti itu,” jelas Faisal.

CPO di B30 tak ganggu produksi minyak goreng

Namun hal tersebut dibantah oleh Anggota Komisi VII Mukhtarudin. “Menteri Perdagangan tidak boleh menyalahkan program B30 ini yang sudah dimandatkan oleh Presiden Jokowi. Seharusnya Mendag tahu penggunaan CPO untuk program B30 ini hanya menggunakan sekitar 7,3 juta liter, dan untuk minyak goreng tersedia sekitar 32 juta liter. Ini tidak mengganggu produksi minyak goreng,” tegas Mukhtarudin. Mukhtarudin juga menyorot Mendag yang curhat kepada salah satu media. Menurutnya, jika alasan kelangkaan minyak goreng ini penyebabnya adalah karena kebijakan B30, seharusnya Mendag itu mengetahui jika program B30 adalah mandatory. “Jadi Menteri, apalagi Dirjen, tidak etis curhat ke media mengkritik program presiden sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng. Apalagi dari 47 juta liter produksi CPO kita, hanya tujuh juta liter yang dialokasikan untuk biodieasel B30. Menteri perdagangan harus fokus kepada tugas dan kewenangannya. Jangan malah buang badan mengkritik kementerian lain. Kalau sudah buang badan begini jangan-jangan memang tanda-tanda inkompetensi,” ujarnya.

Harga minyak nabati internasional sedang tinggi

Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menampik penerapan program biodiesel mengganggu pasokan atau harga minyak goreng dalam negeri. “Yang menyebabkan harga minyak goreng tinggi memang karena harga minyak nabati internasional sedang tinggi,” jelasnya, dikutip Senin, 7 Februari 2022. Eddy juga membantah pengusaha lebih suka menyuplai ke biodiesel ketimbang minyak goreng. “Program B30 itu bersifat mandatory dan volume ditentukan pemerintah,” ujarnya. Hal ini dikuatkan oleh Peneliti Senior LPEM FEB-UI, Mohamad Revindo, saat dihubungi juga menjelaskan permasalahan harga minyak goreng yang tak kunjung turun disebabkan karena ketidakmampuan Kementerian Perdaganganan melakukan distribusi dengan baik. “Kementerian Perdagangan seharusnya menjalankan operasi distribusi secara menyeluruh di titik-titik yang teridentifikasi sangat kekurangan pasokan dengan pengawasan yang super ketat, tidak serta-merta menerima alasan para produsen dengan begitu saja,” ungkap peneliti senior LPEM FEB-UI Mohamad Revindo. Menurut Revindo, pemerintah juga tidak cukup hanya menunggu produsen dan distributor menjalankan kebijakan. Langkah keras ataupun tangan besi melalui pengawasan hingga penjatuhan sanksi harus dilakukan. “Menko Perekonomian juga harus memberikan peringatan kepada Menteri Perdagangan atas kegagalan implementasi kebijakan dan berbagai perubahan tanpa kejelasan,” tutup Revindo.

https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/0kpvVGnN-penggunaan-cpo-untuk-program-b30-hanya-sekitar-7-3-juta-liter