Permintaan Kuat, Harga CPO Menguat Tiga Hari Beruntun

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Investor.id | Kamis, 9 Februari 2023

Permintaan Kuat, Harga CPO Menguat Tiga Hari Beruntun

Harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives menguat pada perdagangan Rabu (8/2/2023). Melanjutkan penguatan yang terjadi dalam tiga hari beruntun. Penguatan tersebut disebabkan permintaan CPO yang kuat. Berdasarkan data Bursa Malaysia Derivatives pada penutupan Rabu (8/2/2023), kontrak berjangka CPO untuk pengiriman Februari 2023 naik 2 Ringgit Malaysia menjadi 3.820 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka berjangka pengiriman Maret 2023 meningkat 51 Ringgit Malaysia menjadi 3.977 Ringgit Malaysia per ton. Sementara itu, kontrak berjangka pengiriman April 2023 terkerek 58 Ringgit Malaysia menjadi 3.997 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak  berjangka pengiriman Mei 2023 meningkat 54 Ringgit Malaysia menjadi 4.000 Ringgit Malaysia per ton. Serta, kontrak berjangka pengiriman Juni 2023 naik 57 Ringgit Malaysia menjadi 3.985 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka pengiriman Juli 2023 menguat 53 Ringgit Malaysia menjadi 3.961 Ringgit Malaysia per ton. Trader minyak sawit David Ng mengatakan, penguatan harga CPO tersebut disebabkan permintaan yang lebih kuat. Hal itu karena Indonesia menerapkan persyaratan biofuel yang lebih tinggi dari 35% pencampuran biodiesel (B35) dari 30% (B30) sebelumnya. “Kami menemukan support di 3.700 Ringgit Malaysia dan resistance di 4.100 Ringgit Malaysia per ton,” katanya. Menurut Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, mandat B35 akan memakan 11,44 juta ton minyak sawit tahun ini, naik dari 9,6 juta pada tahun 2022 di bawah mandat B30. Sementara itu, langkah Indonesia yang membatasi ekspor minyak sawit untuk mengamankan pasokan dalam negeri juga akan membuat minyak sawit Malaysia lebih kompetitif.

https://investor.id/market-and-corporate/321246/permintaan-kuat-harga-cpo-menguat-tiga-hari-beruntun

 

 

BERITA BIOFUEL

 

Infosawit.com | Rabu, 8 Februari 2023

Ekspansi Lahan Hantui Mandatori Biodiesel Sawit

Diungkapkan Deputi Direktur Satya Bumi, Andi Muttaqien, ancaman paling nyata yang akan muncul akibat program biodiesel sawit adalah ekspansi lahan untuk memenuhi kebutuhan energi baru tersebut. Pengembangan biodiesel punya risiko yang justru kontradiktif dengan upaya penurunan emisi dan berdampak buruk pada lingkungan. Tercatat Sebanyak 80-90 persen emisi dihasilkan pada tahap perkebunan dari alih fungsi lahan, apalagi jika dibuka di lahan gambut. Andi mengingatkan pemerintah bahwa transisi energi bukan hanya sekedar substitusi energi, namun juga harus memperhatikan aspek keberlanjutannya. “Untuk itu, menjamin penerapan prinsip sustainability dari hulu hingga hilir ini menjadi kunci penting,” ujar dia, dalam rilis yang diterima InfoSAWIT, Minggu (5/2/2023). Senada diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, sejumlah hasil studi menunjukkan bahwa program Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia berkorelasi dengan deforestasi,  ancaman terhadap keanekaragaman hayati,  dan memperburuk perubahan iklim yang telah terjadi. Studi mencerminkan peningkatan permintaan biodiesel berbasis CPO diikuti dengan peningkatan luasan kebun kelapa sawit, dimana dalam kurun waktu 2014 hingga 2020, terjadi peningkatan 4,25 juta hektare lahan sawit. “Dan laju peningkatan terbesar terjadi setelah 2016, tepat setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan insentif atau subsidi untuk sawit lewat BPDPKS,” tuturnya. Mengingat berbagai risiko yang dihadapi jika hanya mengandalkan biodiesel berbasis komoditas sawit, ujar Fabby, maka perlu pengembangan diversifikasi bahan baku selain CPO. “Negara kita ini sangat kaya, namun kita masih minim dalam mengeksplorasi pemanfaatan potensi bahan baku, nah mungkin dana BPDPKS bisa dialihkan untuk riset mencari potensi lain itu,” ujar dia. Di samping dampak lingkungan, Fabby juga menilai ada risiko dampak ekonomi dan sosial seperti konflik tenurial yang berpotensi muncul dari pengembangan biodiesel berbasis sawit. Untuk itu, ujar dia, penetapan standar keberlanjutan menjadi penting. “Parameter yang dilihat bukan hanya dampak lingkungan, tapi aspek ekonomi-sosial juga harus dimasukkan dalam standar berkelanjutan,” tuturnya.

https://www.infosawit.com/2023/02/08/ekspansi-lahan-hantui-mandatori-biodiesel-sawit/

Kompas.com | Rabu, 8 Februari 2023

Distribusi Biodiesel B35 Dilakukan Bertahap, Berikut Rincian Pertamina

PT Pertamina (Persero) mengatakan bahwa pendistribusian bahan bakar minyak jenis Solar yang sudah dicampur bahan bakar nabati 35 persen atau B35, akan dilakukan secara bertahap. Langkah tersebut dikarenakan butuh persiapan dan penyesuaian infrastruktur untuk wilayah-wilayah tertentu supaya program dimaksud bisa berjalan optimal serta berkesinambungan. Demikian disampaikan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Pertamina Patra Niaga, Harsono Budi Santoso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI yang disiarkan secara daring, Selasa (7/2/2023). “Implementasi program B35 dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama berlaku mulai 1 Februari 2023 yang diterapkan di region 1, 2, 8, dan sebagian region 5,” kata Harsono. Rincian wilayahnya, meliputi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara selaku bagian region 5 dimaksud. “Kemudian tahap kedua dilakukan pada Agustus 2023. Jadi membutuhkan waktu hingga 6 bulan untuk penyesuaian infrastruktur dan quality control, di mana tahap kedua akan dilakukan di region 3, 4, sebagian region 5, dan region 7,” ucapnya. “Program implementasi tersebut, akan meningkatkan fatty acid methyl esters (FAME) sebesar 1,4 juta kilo liter (kl),” kata Harsono. Adapun secara pembagian wilayah, pendistribusian B35 di tahap kedua meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan Sulawesi Selatan. Meski begitu, untuk memasuki tahap kedua ada tantangan yang harus dihadapi. Paling tidak, perseroan butuh dukungan berupa insentif Rp 100 per liter untuk implementasikan B35. Investasi tambahan dimaksud untuk menekan beban pembangunan infrastruktur tambahan seperti pengadaan tempat penyimpanan, biaya operasional, sampai pada pipa penyalur dan menutup biaya atas pencampuran atau blending kilang. Sejauh ini, kata Harsono, Pertamina belum mendapatkan insentif dari implementasi biosolar, terutama pada pelaksanaan program B30 dan B35. Insentif pada program biodiesel hanya diterima oleh para pengusaha FAME ketika ada selisih harga antara harga FAME dan solar. Selisih harga ini, dilunasi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

https://otomotif.kompas.com/read/2023/02/08/090200115/distribusi-biodiesel-b35-dilakukan-bertahap-berikut-rincian-pertamina

Bisnis Indonesia | Kamis, 9 Februari 2023

Wajib B35

Pemerintah akhirnya menerapkan wajib B35 atau Solar dengan campuran 35% biodiesel dari fatty acid methyl ester (FAME) per 1 Februari 2023. Di balik manfaat besar yang ingin didapat dari program itu ada harga yang mesti dibayar. Kebijakan B35 ditargetkan menyerap 13,15 juta KL biodiesel bagi industri dalam negeri, sekaligus menghemat devisa US$10,75 miliar, meningkatkan nilai tambah industri hilir Rpl6,76 triliun, dan mengurangi emisi gas rumah kaca 34,9 juta ton CO2. Pemerintah berencana menerapkan kebijakan B35 pada awal 2023. Meski akhirnya mundur sebulan, implementasi tersebut sejatinya jauh lebih maju dibandingkan dengan pentahapan dalam Permen ESDM No 12 Tahun 2015, yang mana mandated B30 dimulai awal 2020 sampai 2025. Indonesia merupakan negara pertama yang menerapkan mandatori B30. Pemerintah terus berupaya mencapai campuran lebih tinggi, di antaranya dengan melakukan uji jalan (road test) bahan bakar nabati (BBN) B40 pada kendaraan bermesin diesel. Meski uji jalan itu tuntas pada pertengahan 2022, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak bisa langsung memutuskan implementasi B40. Pasalnya, perlu evaluasi banyak hal terkait, seperti kemampuan pasok, fasilitas blending, kesiapan rantai pasok, hingga armada distribusi. Pada akhirnya, B35 ditetap- kan menjadi jalan tengahnya. Dari sisi pasokan, kapasitas pabrik biodiesel di Indonesia saat ini mencapai 17,5 KL. Produsen memastikan pasokan kebutuhan biodiesel untuk program B35 akan aman terpenuhi. Akan tetapi, pada saat yang sama, masyarakat menghadapi kelangkaan Minyakita. biodiesel dan Minyak goreng sama-sama menggunakan bahan baku minyak sawit, hanya proses produksi dan penggunaannya yang tidak sama. Bahan bakar B35 ternyata juga berbeda dengan B40 uji coba. B35 memiliki kandungan FAME yang lebih tinggi karena hilangnya unsur 10% hydrotreated vegetable oil (HVO). Musababnya, kapasitas produksi HVO sangat kecil, sekitar 110.000 kL. HVO memiliki sifat kelarutan yang rendah terhadap aromatik sehingga meningkatkan risiko pengendapat FAME. Tantangan lainnya adalah proses pencampuran yang dilakukan secara terapung, seperti di Balikpapan. Blending dari kapal ke kapal menghadapi risiko rawan keamanan dan lingkungan. Sementara bagi pengguna, peningkatan 5 poin persentase FAME membuat biodiesel lebih intensif, yang pada gilirannya memicu potensi munculnya air di tangki bahan bakar. Ini lantaran FAME memiliki sifat menarik kadar air. Dampak berupa pengendapan dan pengentalan ini mesti diantisipasi oleh pengguna. Agen pemegang merek (APM) menyarankan agar kendaraan berbahan bakar B35 menggunakan komponen tambahan dan sering melakukan perawatan. Ada harga yang mesti dibayar.