Pertamina Pasok Bahan Baku Biodiesel ke Eropa
CNBCIndonesia.com | Sabtu, 1 Oktober 2022
Pertamina Pasok Bahan Baku Biodiesel ke Eropa
Pertamina Group menjalin kesepakatan memasok green diesel component (GDC) atau komponen biodiesel ke Eropa. Ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina Group dengan perusahaan Eropa, Trafigura. Di mana, hal ini merupakan bagian dari ekspansi Pertamina Group, yaitu Kilang Pertamina Internasional (KPI), Pertamina International Marketing dan Distribution (PIMD) dan Pertamina International Shipping (PIS). Penandatanganan dilakukan di London, Inggris, disaksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. “Bahan baku biodiesel ini umumnya dari virgin vegetable oil, namun dapat juga menggunakan used cooking oil (UCO/ jelantah) dan waste residue dari animal fat,” ujar Erick dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (1/10/2022). Menurutnya, permintaan GDC di Uni Eropa terbagi dalam dua kategori. Yaitu, base CPO sekitar 150.000 metrik ton per tahun dan base UCO 300.000 hingga 500.000 metrik ton per tahun. “Trafigura telah menyampaikan ketertarikan dalam membeli GDC Pertamina Group. Bahkan telah lebih dulu melakukan pembelian ke Pertamina Group. Perjanjian ini dilakukan agar penjualan GDC bisa berjalan secara long term,” katanya. Erick menjabarkan, potensi konsumsi FAME & bahan baku biodiesel Eropa akan terus meningkat seiring target European Renewable Energy Directive (RED II). Yaitu, penggunaan energi terbarukan 14% di sektor transportasi seluruh Eropa pada tahun 2030. Angka itu naik dari target RED I yang sebelumnya sebesar 10%. “Bahan baku UCO lebih disukai karena mekanisme penghitungan ganda di Eropa,” imbuhnya. “Sedangkan palm oil (minyak sawit) tertekan karena beberapa negara Eropa melarang penggunaan bahan baku palm oil dalam jangka panjang. Di mana salah satu target RED II adalah pelarangan penggunaan GDC berbasis Palm Oil di Eropa,” tambah Erick. Di sisi lain, dia berharap penetrasi pasar GDC tidak terhenti dan meminta Pertamina Group terus membuka peluang meningkatkan peluang menjadi pemain GDC internasional. “Dengan besarnya potensi yang ada di Eropa, bahkan Asia, ini menjadi kesempatan besar bagi Pertamina Group untuk terus memperluas jangkauan produk GDC,” pungkas Erick.
Kompas.com | Jum’at, 30 September 2022
Uji Jalan Program B40 Temui Kendala, ESDM Sesuaikan Pengujian
Proses Uji jalan (road test) untuk program pencampuran bahan bakar nabati ke dalam bahan bakar minyak jenis solar sebesar 40 persen (B40) yang dilakukan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menemui tantangan. Melalui keterangan tertulis, Direktur Bioenergi ESDM Edi Wibowo menyatakan bahwa kendala dimaksud terjadi ketika awal pengujian berlangsung, yaitu mengenai pengadaan sparepart setelah overhaul awal. “Namun dapat kita sampaikan bahwa saat ini seluruh kendaraan telah lakukan uji jalan,” kata dia, Rabu (28/9/2022). Tantangan tersebut pula, tidak membuat target Kementerian ESDM untuk bisa menyelesaikan proses uji jalan selesai pada Desember 2022 direvisi. Hanya saja dalam pengujiannya dilakukan penyesuaian kembali. Diketahui, pengujian ini melibatkan 3 merek kendaraan bermesin diesel dengan kapasitas kurang dari 3,5 ton masing-masing dua unit. Juga, ada tiga merek kendaraan bermesin diesel berkapasitas lebih dari 3,5 ton yang masing-masing membawa dua unit. Sehingga, total ada 12 unit kendaraan roda empat atau lebih yang ikut serta dalam pengujian B40 untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Adapun penyesuaian uji jalan yang dilakukan setelah mengalami tantangan dimaksud, ialah penambahan jarak dan rute menjadi sebagai berikut: 1. Untuk kendaraan uji kurang dari 3,5 ton, jarak tempuh yang semula ditargetkan 560 km per hari menjadi 650 km per hari dengan rute perubahan menjadi Balitsa – Tol Cileunyi – Ciamis – Kuningan – P3GL – Pemalang (putar balik) – Subang -Balitsa 2. Untuk kendaraan uji lebih dari 3,5 ton jarak tempuh yang semula ditargetkan 400 km per hari menjadi 550 km per hari dengan rute perubahan menjadi Balitsa – Pasteur – Cikampek – Cipali – P3GL – Tegal (putar balik) -Cipali – Subang – Balitsa Pengujian yang dilaksanakan mencangkup penanganan dan analisis konsumsi bahan bakar, pengujian kualitas mutu bahan bakar dan pelumas, pengujian kinerja pada Chassis Dynamometer. Kemudian juga untuk pengujian Merit Rating komponen kendaraan, pengujian stabilitas penyimpanan bahan bakar uji, dan uji startability dan presipitasi bahan bakar uji. “Road Test B40 ditargetkan dapat selesai dilaksanakan pada Desember 2022 untuk menghasilkan rekomendasi teknis kebijakan implementasi B40,” tutur Edi.
Infosawit.com | Sabtu, 1 Oktober 2022
Mengenal Cellulosic Ethanol: Biofuel Generasi Kedua dari Limbah Sawit
Cellulosic Ethanol, biofuel generasi kedua berbasis limbah sawit bisa menjadi salah satu solusi ketersediaan bahan bakar nabati ramah lingkungan di masa mendatang, hanya saja pengembangannya butuh dukungan pemerintah. Bahan bakar nabati berasal perkebunan kelapa sawit ternyata bisa dikembangkan tidak hanya menjadi biodiesel saja, ini lantaran perkembangan teknologi kian pesat. Lewat teknologi biofuel generasi kedua, bahan baku dari perkebunan kelapa sawit bahkan bisa diubah menjadi bioethanol yang bisa dicampur dengan bensin, dan pula mampu diubah menjadi greendiesel. Diungkapkan peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT), Tenny Kristiana, sejak 2016 di Indonesia tercatat tidak ada produksi dan konsumsi bahan bakar bioetanol, walaupun pemerintah telah mendorong pemanfaatan bioetanol dengan target pencampuran sebesar 2% (E2) di beberapa kota di Indonesia. Dalam perkembangannya menunjukkan, justru konsumsi bensin di Indonesia selama periode tahun 2010-2019 terus meningkat hingga melebihi konsumsi solar di tahun 2015 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 48%. Untuk memenuhi permintaan bahan bakar bensin, Indonesia diprediksi akan terus meningkatkan impor BBM dan dalam penelitian yang dilakukan ICCT, memproyeksikan bahwa permintaan BBM dan impor akan terus mengalami peningkatan kedepannya. “Padahal sebenarnya Indonesia memiliki bahan baku yang melimpah untuk Cellulosic Ethanol yang bisa di campur (blanding) dengan bensin dan bisa mengurangi impor bensin nasional,” katanya dalam sebuah webinar yang dihadiri InfoSAWIT, akhir Maret 2021 lalu. Tenny menjelaskan, bahan bakar nabati generansi kedua ini tercatat menggunakan teknologi maju dibanding proses etanol konvensional, dimana bahan baku yang biasa digunakan adalah biomasa selulosa seperti residu pertanian, termasuk perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit. Dengan luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia, industri cellulosic ethanol diharapkan bisa memanfaatkan kelebihan residu sawit yang diproduksi dari industri minyak sawit di Indonesia. Dalam studi ICCT, tutur Tenny, sebelumnya mengevaluasi residu dari proses pengolahan kelapa sawit dan residu di kebun kelapa sawit serta penggunaannya di Indonesia.
https://www.infosawit.com/