Perusahaan Swasta Bangun Pabrik Biodiesel Senilai Rp2 Triliun
Medcom.id | Rabu, 7 Juli 2021
Perusahaan Swasta Bangun Pabrik Biodiesel Senilai Rp2 Triliun
Perusahaan swasta di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, mulai membangun pabrik biodiesel dengan biaya total sekitar Rp2 triliun, sebagai salah satu upaya untuk memenuhi akan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di daerah tersebut. Rencananya pabrik tersebut akan mulai beroperasi pada Oktober tahun ini. “Pabrik tersebut merupakan milik PT. Jhonlin Grup yang berada di Desa Sungai Dua, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Bumbu,” kata Bupati Tanah Bumbu, Zairullah Azhar, saat meninjau ke lokasi pembangunan pabrik, dikutip dari Antara, Rabu, 7 Juli 2021. Peninjauan itu diperlukan untuk memastikan sejauh mana kesiapan terkait peresmian pabrik yang nantinya akan dihadiri Presiden Jokowi pada Juli 2021. Direktur Jhonlin Agro Raya (JAR) Zafrinal Lubis ketika mempresentasikan kondisi pabrik di hadapan Bupati dan rombongan mengatakan pembangunan pabrik tersebut menghabiskan dana sekitar Rp2 triliun. Dana tersebut dibagi menjadi dua yakni Rp1 triliun untuk pembangunan pabrik beserta prasarana pabrik, dan Rp1 triliun untuk pembangunan Jety atau pelabuhan. Pabrik ini nantinya akan memproduksi Biodiesel dan juga minyak goreng, dengan kapasitas produksi 60 ton per jam dengan memerlukan sekitar 1.600 ton per hari tandan buah segar (TBS). Untuk memenuhi bahan baku pabrik biodiesel tersebut, sekitar 30 persen akan diperoleh dari petani lokal, sisanya dipasok minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari luar daerah. “Oktober 2021 rencananya pabrik tersebut akan mulai beroperasi,” ujarnya. Dikatakan, pabrik tersebut merupakan pabrik biodiesel terbesar dari empat pabrik lainnya yang ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan juga Sulawesi. “Adapun pasar hasil produksi biodiesel nantinya akan diserap Pertamina,” katanya.
CNBCIndonesia.com | Rabu, 7 Juli 2021
RI Harus Kurangi Emisi Karbon 5x Lipat di 2030, Bisa Gak ya?
Pemerintah menargetkan penurunan emisi karbon di sektor energi sebesar 314 juta CO2e hingga 398 juta ton CO2e pada 2030, dari 2020 baru tercapai penurunan sebesar 64,4 juta ton CO2e. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, di sektor energi punya target pengurangan emisi sebesar 314 juta ton CO2e, sementara berdasarkan roadmap yang ada baru mencapai 58 juta ton CO2e. Menuju tahun 2030 hanya tinggal sembilan tahun lagi. Artinya, harus mengalikan berkali-kali lipat dari 58 juta ton CO2e ke 314 juta ton CO2e. Mau tak mau harus ada upaya luar biasa untuk mencapai target tersebut. “Kita harus mengalikan berkali-kali lipat dari 60 ke 314, maka lima kali lipat. Kita harus bekerja lebih keras lagi karena roadmap ini nanti nanjak di belakang,” ujarnya dalam diskusi daring, Rabu (07/07/2021). Dadan mengatakan, dari target 314 juta ton CO2e, sebesar 56%-nya berasal dari penerapan Energi Baru Terbarukan (EBT). “Sisanya itu, setengah dari itu dari energi efisiensi,” ujarnya. Lebih lanjut dia mengatakan upaya pengurangan gas rumah kaca selanjutnya akan berasal dari pemanfaatan teknologi bersih, bahan bakar yang lebih bersih, misal untuk jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina adalah dengan beralih dari Premium ke Pertamax. “Kalau mau capai target emisi, maka harus dilakukan pemanfaatan EBT, kontribusi diharapkan lebih dari 50%. Dari angka-angka 11,2% (bauran EBT) per tahun lalu dan kita setengah jalan sisa waktu lima tahun,” tegasnya. Menurutnya, koordinasi sudah dilakukan antara Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan PT PLN (Persero) untuk merevisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 di mana pada 2025 akan dipastikan bauran EBT untuk sektor listrik mencapai 23%. “Masih ada sektor lain bahan bakar, kan kita baru bisa isi biodiesel, angkanya lebih dari target di 2025 23%, biodiesel sudah 30%. Bagaimana dengan LPG, bensin, avtur proses beberapa sudah proses misal bensin kita sedang upayakan ke bensin sawit, kembali ke bahan baku yang punya banyak,” kata Dadan menjelaskan. Lalu untuk avtur ada A20, saat ini menurutnya masih proses uji mesin. Sementara itu, di sektor kelistrikan untuk bisa mencapai 23% pada 2025 PLN butuh 10-11 Giga Watt (GW) hanya dalam lima tahun. Padahal saat ini penambahannya hanya 500 Mega Watt (MW) per tahun. “Sehingga harus 4x lipat supaya terkendali, sisa 3 GW dari PLTS Rooftop, dan lain-lain,” ujarnya.