Program B30 Bisa Turunkan Emisi Karbon Hingga 24 Juta Ton Tahun ini

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Katadata.co.id | Selasa, 30 November 2021

Program B30 Bisa Turunkan Emisi Karbon Hingga 24 Juta Ton Tahun ini

Kementerian ESDM terus menggenjot program mandatori pemanfaatan biodiesel di Indonesia sebagai upaya untuk menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca (GRK). Bahkan program mandatori B30 atau pencampuran 30% biodiesel dengan 70% minyak solar diperkirakan dapat menurunkan emisi hingga 24 juta ton CO2. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan program B30 telah menyumbang 35% dari total bauran energi baru terbarukan (EBT) 2021 atau 3,9% dari total bauran EBT 11,2% 2020. Pengembangan dari industri ini juga mampu menyerap 910 ribu tenaga kerja. “Secara total diperkirakan tenaga kerja di industri biodiesel yang bisa diserap mencapai 910 ribu orang. Penurunan emisi gas rumah kaca dari B30 di tahun 2021 diperkirakan akan mencapai 24 juta ton CO2,” kata dia dalam Dialog Webinar B40 Majalah Sawit Indonesia, Selasa (30/11). Selain itu, Arifin menilai tingginya produksi Minyak Sawit Mentah (CPO) di Indonesia juga membutuhkan pasar domestik yang stabil yang dapat menyerap produksi nasional secara berkesinambungan. Menurut Arifin produski CPO dengan memperhatikan prinsip berkelanjutan untuk menghasilkan energi bersih merupakan suatu penciptaan pasar yang solid. Adapun program biodiesel diharapkan dapat berkontribusi terus untuk menuju pembangunan rendah karbon dan tercapainya kemandirian dengan pembangunan berkelanjutan. Kementerian ESDM sebelumnya mencatat realisasi serapan dari program mandatori B30 hingga Agustus 2021 mulai menunjukkan peningkatan. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan realisasi penyaluran program B30 hingga Agustus telah mencapai 5,72 juta kilo liter (KL). “Sampai dengan Agustus sudah 58% dari alokasi yang ditetapkan tahun ini,” kata Feby kepada Katadata.co.id, Senin (13/9). Pada semester I 2021, realisasinya baru mencapai 46,7% dari alokasi yang ditetapkan pada tahun ini Feby pun optimistis serapan B30 hingga akhir tahun ini dapat mencapai target sesuai alokasi yang telah ditetapkan pemerintah. Meskipun penyerapan biodiesel sendiri berlangsung di tengah kondisi pandemi Covid-19. Pada 2021, pemerintah menetapkan alokasi biodiesel sebesar 9,2 juta KL. Hal itu didukung oleh 20 Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU-BBN) yang mengikuti pengadaan FAME dan 20 BU-BBN yang wajib mencampur BBN jenis biodiesel dengan BBM jenis minyak solar. Rata-rata serapan setiap bulan diperkirakan sebesar 766 ribu kL. Sejak Januari hingga Juni 2021, capaian rerata pemenuhan pemesanan pembelian (purchase order) bulanan mencapai 93,03%, dengan serapan terendah pada Januari dan tertinggi pada Juni 2021. B30 akan menggantikan pemakaian BBM impor sebesar 55 juta barel. Asosiasi Produsen Biofue Indonesia (Aprobi) mencatat produksi biodiesel 2020 mencapai 8,59 juta KL, meningkat dibandingkan pada 2019 sebesar 8,4 juta KL. Secara tren, produksi biodiesel mulai meningkat pada 2017 dengan total 3.4 juta KL.

https://katadata.co.id/happyfajrian/ekonomi-hijau/61a5ccc9d5a79/program-b30-bisa-turunkan-emisi-karbon-hingga-24-juta-ton-tahun-ini

BERITA BIOFUEL

Kontan.co.id | Selasa, 30 November 2021

Pemerintah lakukan persiapan program biodiesel 40%

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini terus melakukan persiapan rencana pelaksanaan program biodiesel 40% (B40). Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, Kementerian ESDM telah melakukan kajian teknis B40. Pihaknya telah melakukan uji di lab terkait pemanfaatan B40 ini dengan tiga komposisi. Pertama, B40 dengan menggunakan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) dengan spek yang berlaku sekarang. Kedua, komposisi B30% FAME ditambah DPME (Distilled Palm Oil Methyl Ester) 10%. Ketiga, uji coba dengan B30% FAME ditambah HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) 10%. Dadan menerangkan, pihaknya melakukan uji karakteristik dari sisi fisika kimia. Baik itu yang terkait dengan aspek kinerja, lingkungan/emisi, handling/storage dan kebersihan/filter plugging. “Hasilnya secara umum bahwa semuanya juga bisa berjalan dalam engine,” ucap Dadan dalam Dialog Webinar Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel, Selasa (30/11). Dadan mengatakan, pihaknya merekomendasikan/mengusulkan B40 dengan dua opsi. Opsi pertama, adalah B30 FAME ditambah DPME 10%. Sedangkan, opsi kedua B30 FAME ditambah HVO 10%. Dia menyatakan, pelaksanaan B40 dengan produksi FAME seperti saat ini juga mencukupi untuk penerapan B40. Namun, apabila nantinya dipilih opsi B30% FAME ditambah DPME 10% ini masih perlu waktu untuk memastikan produsen bisa melengkapi fasilitasnya untuk melakukan distilasi ulang terkait dengan penurunan kandungan airnya. Kemudian terkait dengan opsi kedua, juga untuk Pertamina baru akan siap memproduksi HVO dalam jumlah besar di tahun 2024. Lebih lanjut, Dadan menerangkan, saat ini berbagai persiapan tengah dilakukan untuk mendukung program B40. Antara lain, menyusun standard nasional (SNI) terkait merevisi SNI spesifikasi biodiesel untuk B40, menyusun SNI untuk greenfuels dan menyusun SNI katalis. Melakukan kajian teknis dan tekno ekonomi terkait pemanfaatan B40, mempersiapkan kebijakan pendukung, dan mempersiapkan insentif. “Yang sedang disiapkan dalam jangka pendek adalah melakukan road test, baik itu otomotif atau untuk alat-alat yang lain seperti alat mesin pertanian, alat berat, locomotive dan perkapalan,” ungkap Dadan. Selain itu, memastikan kesiapan badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN), propee handling dan storage system. Lalu memastikan kesiapan infrastruktur, mendorong pembangunan bahan bakar hijau melalui program strategis nasional. Serta melakukan sosialisasi secara masif terkait program B40. “Kami juga terus mendorong bagaimana biodiesel ini bisa berkelanjutan,” tutur Dadan. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, pihaknya mendukung rencana penerapan B40. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu pelopor penggunaan biodiesel. Ia mencontohkan, Malaysia yang berencana menunda implementasi B20 karena pandemi Covid-19. Kukuh mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu uji jalan (road test). Hal ini agar dapat diketahui permasalahan apa yang mungkin terjadi dan dapat diantisipasi sebelum implementasi B40 secara luas. “Untuk yang biodiesel kita sudah sampai B30 cukup tinggi, belum ada negara lain yang menyamai kita karena di level global masih sekitar di B7 atau B10. Saat ini Indonesia yang masih leading penggunaan biodiesel B30,” ujar Kukuh.

https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-lakukan-persiapan-program-biodiesel-40

Kontan.co.id | Selasa, 30 November 2021

Implementasi program biodiesel, negara hemat devisa hingga Rp 176 triliun

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) mengungkapkan, penerapan program mandatori biodiesel saat ini berdampak pada penghematan devisa negara. “Penghematan devisa akibat tidak perlu impor solar sebesar Rp 176 triliun,” ujar Direktur Penyaluran Dana BPDKS, Edi Wibowo dalam Dialog Webinar Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel, Selasa (30/11). Edi menerangkan, jumlah itu didapat dari penyaluran biodiesel sejak 2015 hingga 2021. Ia menyebut, penggunaan biodiesel dari sawit sejak 2015 hingga saat ini tercatat mencapai 31,4 juta kiloliter (Kl). “Pajak yang dibayarkan kepada negara Rp 8,99 triliun,” ucap dia. Edi mengatakan, kebijakan mandatori biodiesel berdampak pada peningkatan nilai tambah industri hilir sawit, mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 46,95 juta ton CO2 equivalent. Serta berdampak pada stabilisasi harga CPO dan penyerapan tenaga kerja. “Rencana alokasi biodiesel tahun 2022 sebesar 10,15 juta kiloliter. Perkiraan kebutuhan dana untuk penyaluran FAME tahun 2022 sebesar Rp 39,11 triliun,” ucap Edi. Lebih lanjut Edi mengatakan, terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam rencana implementasi program mandatori B40. Diantaranya, kapasitas produksi DPME (Distilled Palm Oil Methyl Ester) dan HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) belum mencukupi untuk perencanaan B40 secara nasional. Perlu dikaji keekonomian-nya secara lebih komprehensif khususnya analisis yang mendalam terkait kebutuhan tambahan investasi industri HVO, khususnya DPME, yang merupakan advance processing dari FAME (Fatty Acid Methyl Ester). “Keberlanjutan industri sawit juga sangat tergantung di sektor hulu, maka penggunaan dana BPDPKS yang proporsional sesuai alokasi kebutuhan program yang sudah ditetapkan menjadi suatu keniscayaan untuk menstabilkan harga CPO dan menyejahterakan pekebun,” pungkas Edi.

https://industri.kontan.co.id/news/implementasi-program-biodiesel-negara-hemat-devisa-hingga-rp-176-triliun

Katadata.co.id | Selasa, 30 November 2021

Kebutuhan Dana Penyaluran Program B30 Tahun Depan Diproyeksi Rp 39 T

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memperkirakan kebutuhan dana program mandatori biodiesel B30 pada 2022 mencapai Rp 39,11 triliun untuk menyalurkan 10,15 juta kilolter (KL) B30. Direktur Penyaluran Dana BPDPKS Edi Wibowo mengatakan target penyaluran FAME (fatty acid methyl ester) atau B30 tahun depan sebesar 10,15 juta KL. Dengan rata-rata selisih harga indeks pasar (HIP) solar HIP biodiesel sebesar Rp 3.853/liter dengan rentang Rp 3.060 hingga Rp 5.483. “Perkiraan kebutuhan dana untuk penyaluran FAME tahun 2022 yakni sebesar Rp 39,11 triliun,” ujarnya dalam Dialog Webinar B40 Majalah Sawit Indonesia, Selasa (30/11). Menurut laporan BPDPKS realisasi pendanaan untuk penyaluran program biodiesel hingga November 2021 telah mencapai Rp 44,23 triliun untuk menyalurkan biodiesel sebanyak 7,93 juta KL. Sementara itu, untuk tahun 2020 realisasi pendanaan penyaluran biodiesel telah mencapai Rp 28,09 triliun untuk penyaluran volume 8,4 juta KL. Adapun jika dilihat dari segi volume, penyaluran biodiesel dari tahun 2015 hingga 2021 mengalami tren peningkatan. Dari yang awalnya hanya 0,43 juta KL di tahun 2015 hingga November 2021 angkanya telah mencapai 7,93 juta KL. “Kalau kita perhatikan volume penyalurannya dari 2015-2021 menunjukkan tren yang meningkat cukup signifikan,” kata dia. Selain itu, Edi mengatakan implementasi pemanfaatan biodiesel melalui insentif pendanaan BPDPKS bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan. Sehingga dampak positifnya dapat mengurangi emisi CO2, menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan petani sawit. Berdasarkan data, dampak kebijakan mandatori biodiesel sejak Agustus 2015 hingga Oktober 2021 dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 46,95 juta ton CO2. Kemudian penggunaan biodiesel dari kelapa sawit 31,40 juta KL. Pajak yang dibayarkan kepada negara sebesar Rp 8,99 triliun, kemudian penghematan devisa sebab tidak perlu lagi impor solar sebesar Rp 176 triliun. Selanjutnya, peningkatan nilai tambah industri hilir sawit mencapai Rp 45,53 triliun.

https://katadata.co.id/happyfajrian/ekonomi-hijau/61a5e2190ca5d/kebutuhan-dana-penyaluran-program-b30-tahun-depan-diproyeksi-rp-39-t

CNCBIndonesia.com | Selasa, 30 November 2021

Sisa 1 Juta KL, Serapan Biodiesel Domestik akan Tembus Target

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan penyerapan biodiesel hingga akhir tahun ini akan melebihi target, dipicu karena meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) pada akhir tahun. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian SDM Dadan Kusdiana mengatakan, sejak dimulainya program mandatori biodiesel 30% atau B30, serapan biodiesel di dalam negeri semakin meningkat. Dia mengatakan, dari alokasi biodiesel domestik pada tahun ini sebesar 9,2 juta kilo liter (kl), hingga saat ini sudah terserap 8,1 juta kl. Meski masih tersisa sekitar 1,1 juta kl lagi, namun menurutnya semua alokasi ini akan terserap dipicu oleh peningkatan konsumsi BBM di akhir tahun ini. Pada 2020 karena terjadinya awal pandemi Covid-19 dan banyaknya pembatasan mobilitas masyarakat, serapan biodiesel dalam negeri hanya sebesar 8,4 juta kl. “Memang masih ada satu bulan lagi dari proyeksi kami. Tapi di satu bulan ini mengalami kenaikan besar dari konsumsi BBM di masyarakat jadi dimungkinkan pada 2021 ini akan melebihi dari 9,2 juta kilo liter,” kata Dadan dalam Webinar ‘Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40’, Selasa (30/11/2021). Sebelumnya, pemerintah telah menunjuk 20 Badan Usaha (BU) BBM dan BU BBN sebagai pemasok biodiesel pada 2021. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 252.K/10/MEM/2020 yang ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2020. Adapun Badan Usaha pemasok biodiesel, antara lain PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan alokasi sebesar 1,37 juta kl diikuti oleh PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar 1,32 juta kl. Kemudian, ada PT Musim Mas dan PT Cemerlang Energi Perkasa yang akan mendistribusikan biodiesel masing-masing sebesar 882 ribu kl dan 483 ribu kl. Sebagai informasi, saat ini telah terdaftar 41 BU BBN yang telah memiliki Izin Usaha Niaga BBN dengan total kapasitas 14,75 juta kl, yang terdiri dari 27 BU BBN yang aktif dan 14 BU BBN yang tidak aktif. Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Wibowo mengatakan, rencana alokasi biodiesel pada 2022 sebesar 10,15 juta kilo liter (kl). Dari rencana itu, kebutuhan dana penyaluran subsidi biodiesel diperkirakan mencapai Rp 39,11 triliun. Adapun dari rencana ini, Harga Indeks Pasar (HIP) biodiesel pada tahun depan diperkirakan berkisar Rp 9.938 per liter – Rp 12.391 per liter. Selain itu, penerapan B40 sampai saat ini masih dalam tahapan kajian dan masih terus berjalan. Pemerintah belum memastikan kapan implementasi program mandatori biodiesel B40 ini diberlakukan. Dadan menjelaskan, dari hasil kajian teknis, ada empat komposisi penggunaan B40, yakni pertama dengan menggunakan FAME spesifikasi saat ini atau B30, lalu ditambah Ethil Oil 10%, atau dengan B30 + HVO 10%.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20211130142336-4-295503/sisa-1-juta-kl-serapan-biodiesel-domestik-akan-tembus-target

CNBCIndonesia.com | Selasa, 30 November 2021

Di Depan Bos-bos Migas, Airlangga Minta Energi Fosil Diganti

Pemerintah meminta industri untuk segera mengganti energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan. Ini untuk mendukung Indonesia mengurangi emisi karbon yang mengancam lingkungan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perubahan ini sejalan dengan era transisi energi menuju energi hijau yang digaungkan oleh banyak negara di dunia. Sehingga mau tidak mau Indonesia harus ikut guna menjaga lingkungan. “Pemerintah memperhatikan kecukupan energi guna mendukung kegiatan perekonomian dengan demikian Indonesia dapat membuat terobosan dengan percepatan energi terbarukan dibanding rencana awal namun kita tetap membutuhkan minyak dan gas bumi sebagai sumber energi dan bahan baku utama,” jelasnya dalam acara International Convention Indonesian Upstream Oil and Gas 2021, Selasa, (30/11/2021). “Bahkan gas sebagai sumber daya energi yang emisinya rendah tentunya mempunyai peran yang dapat ditingkatkan untuk menggantikan energi fosil lainnya. Persiapan matang perlu dilakukan agar Indonesia bisa terus mendukung pertumbuhan ekonomi dan energinya betul-betul tersedia dengan harga yang bisa terjangkau,” terang Airlangga. Menurutnya, di Indonesia sudah banyak kebijakan yang dilakukan untuk memulai transisi energi ini, seperti pengembangan B30, B100 hingga Biovaktur yang harus terus dilakukan serta penggunaan teknologi ramah lingkungan untuk sektor transportasi. Diharapkan badan usaha atau industri juga bisa melakukan perubahan energi menjadi lebih ramah lingkungan seperti yang dilakukan oleh pemerintah. “Kunci dari seluruh hal tersebut adalah bekerja maksimal dengan menggunakan teknologi hijau sehingga produk yang dihasilkan adalah yang ramah lingkungan dan tentunya bisa mendukung capaian pengurangan emisi karbon,” kata dia. Sebagai informasi, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dioksida sebanyak 29% dengan usaha sendiri dan sebanyak 41% dengan bantuan Internasional pada tahun 2030 mendatang. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka langkah konkrit untuk mengurangi energi fosil harus dilakukan sejak dini. Serta kerjasama dengan banyak negara di dunia juga terus diperkuat untuk bisa mendanai mitigasi perubahan energi ini. “Ini adalah sebuah topik yang sangat menantang terlebih saat ini Indonesia menghadapi era transisi energi menuju energi hijau. Di berbagai kesempatan bapak Presiden selalu mengingatkan agar kita semua bersiap menghadapi era baru tersebut,” pungkasnya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20211130151039-4-295520/di-depan-bos-bos-migas-airlangga-minta-energi-fosil-diganti

Harian Kontan | Rabu, 1 Desember 2021

Program B40 Bakal Masuk Uji Jalan untuk Kendaraan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini terus melakukan persiapan rencana pelaksanaan program biodiesel 40% (B40). Salah satu persiapan yang terdekat adalah ujicoba ke mesin dan kendaraan. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, Kementerian ESDM telah melakukan kajian teknis B40. Pihaknya telah melakukan uji di lab terkait pemanfaatan B40 ini dengan tiga komposisi. Pertama, B40 dengan menggunakan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dengan spesifikasi yang berlaku sekarang. Kedua, komposisi campuran 30% FAME ditambah Distilled Palm Oil Methyl Ester (DPOME) 10%. Ketiga, uji coba dengan B30 FAME ditambah Hydrogenated Vegetable Oil (HVO) 10%. Dadan mengklaim ketiga komposisi tersebut, bisa berjalan dalam mesin. Rekomendasinya adalah di opsi pertama dan ketiga. Saat ini berbagai persiapan tengah dilakukan untuk mendukung program B40. Antara lain, menyusun standar nasional Indonesia (SNI) terkait merevisi SNI spesifikasi biodiesel untuk B40, menyusun SNI imtuk greenfuels dan\menyusun SNI katalis. “Persiapan jangka pendek adalah melakukan mad test, baik itu otomotif atau untuk alat-alat mesin lainnya,” ujar Dadan, Selasa (30/11). Edi Wibowo, Direktur Penyaluran dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) mencatat, dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2021 ini, biodiesel yang sudah tersalurkan mencapai 31,4 juta kiloliter serta pajak Rp 8,99 triliun.

Investor Daily Indonesia | Rabu, 1 Desember 2021

Program Mandatori biodiesel Harus Naik Kelas

Pendiri dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan, program mandatori biodiesel harus segera naik kelas dari B30 menjadi B40. Sebab, ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil hingga saat ini masih tinggi, di sisi lain sudah banyak manfaat yang dirasakan Indonesia dari program biodiesel, mulai dari penghematan devisa hingga stabilitas harga sawit. “Indonesia butuh naik kelas dari B30 ke B40 mengingat ketergantungan pada energi fosil masih tinggi, terbukti banyak manfaat yang dirasakan dari B30, jika diganti menjadi B40 manfaatnya akan lebih besar lagi,” jelas dia. Dalam seminar daring bertema Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40, Selasa (30/11), Tungkot menuturkan, tantangan baru dalam melaksanakan program mandatori B30 adalah bagaimana program itu tetap berjalan konsisten di tengah harga sawit yang terus meningkat. “Kemudian, mandatori B30 ini apakah naik kelas menuju mandatori B40 atau masih stagnan di B30, kondisi inilah yang harus diperhatikan,” ujar dia. Menjaga keberlanjutan mandatori biodiesel sama dengan menjaga ketahanan energi nasional, hilirisasi sawit, pengu- rangan emisi gas rumah kaca (GRK), stabilisasi harga, dan menjaga daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia. biodiesel sawit berpeluang besar menjadi biodiesel berkelanjutan dengan peningkatan produktivitas kebun sawit. Menurut Tungkot, dengan kondisi harga sawit yang lagi bagus, banyak yang berpendapat bahwa lepas saja program mandatori biodiesel dan ini sejatinya merupakan pernyataan yang salah. Biofuel merupakan salah satu jalur hilirisasi sawit Indonesia dan salah satu contoh produknya adalah biodiesel, selama ini banyak yang beranggapan industri sawit Indonesia hanya menghasilkan produk mentah namun itu bisa dipatahkan dengan berjalannya hilirisasi produk sawit. “Manfaat utama dari program mandatori biodiesel adalah menciptakan ketahanan energi terutama pengurangan ketergantungan pada energi fosil, kemudian biodiesel bisa menciptakan energi baru terbarukan dan menghemat energi fosil untuk sampai generasi cicit,” kata dia. Program mandatori biodiesel juga bisa menurunkan emisi GRK dan memenuhi komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang sudah tercantum dalam Paris Agreement. “Salah satu penyumbang emisi terbesar dari sektor energi maka dari itu dengan mandatori biodiesel penurunan emisi secara perlahan bisa dilakukan,” ujar dia. Di sisi lain, salah satu yang membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit adalah migas, kehadiran B30 mampu memperbaiki secara langsung neraca perdagangan migas. Tahun lalu, apabila tidak ada B30 maka defisit neraca perdagangan migas US$ 8,60 miliar tetapi dengan B30 maka defisit itu bisa turun menjadi US$ 5 miliar. Volume biodiesel yang akan digunakan pada 2021 sekitar 9,20 juta kiloliter (kl) dan penghematan devisa mencapai Rp 56,24 triliun. Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan, dampak positif implementasi pemanfaatan biodiesel melalui insentif pendanaan BPDPKS adalah mengurangi karbondioksida, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan petani. Sejak 2015-Oktober 2021, emisi GRK yang diturunkan 46,95 juta ton CO2e, penggunaan biodiesel dari sawit 31 juta kl, pajak yang dibayarkan kepada negara Rp 8,99 triliun, penghematan devisa Rp 176 triliun, dan peningkatan nilai tambah industri hilir sawit mencapai Rp 45 triliun.

Katadata.co.id | Selasa, 30 November 2021

Setop Impor BBM, RI Andalkan Biodiesel & Kendaraan Listrik Mulai 2027

Pemerintah optimistis Indonesia dapat menyetop impor bahan bakar minyak (BBM) pada 2027. Beberapa strateginya antara lain menggenjot produksi bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel dan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan guna menurunkan impor BBM, pemerintah telah merencanakan pegembangan pegguanaan kendaraan listrik dan mengoptimalkan produksi BBN dalam negeri. Pemerintah saat ini telah menerapkan kebijakan mandatori B30 atau pencampuran 30% biodiesel dengan 70% minyak solar. “Dengan kebijakan tersebut 2027 kita tidak impor BBM. Sehingga kita bisa menghemat devisa serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit melalui mandatori BBN,” ujarnya dalam Dialog Webinar B40 Majalah Sawit Indonesia, Selasa (30/11). Implementasi dari program biodiesel ini menurut Arifin telah berjalan sukses selama 15 tahun dan menjadikan Indonesia sebagai pionir. Beberapa waktu lalu pemerintah juga berhasil mengujicoba terbang perdana pesawat CN 235-220 Flying Test Bed (FTB) dari Bandung ke Jakarta menggunakan bahan bakar nabati bioavtur 2,4% (J2.4). “Ternyata hasilnya cukup memuaskan sehingga harus kita tingkatkan. Ada sektor baru yang akan kita kembangkan apakah bioavtur kita akan masuk pasar internasional,” kata dia. Saat ini Kementerian ESDM bersama pihak terkait tengah menyusun rencana pengembangan B40 dengan penerapan bahan bakar hijau. Beberapa strategi untuk mencapai target tersebut antara lain, pengembangan green diesel melalui co-processing di Kilang Pertamina RU II Dumai yang diperkirakan masuk pada 2022. Kemudian, Pertamina juga akan membangun dua standalone biorefinery lainnya yaitu di Cilacap Jawa Tengah, dan Plaju Sumatera Selatan. Adapun Kedua standalone biorefinery tersebut akan memproduksi Green Diesel dan Green Avtur dengan bahan baku 100% minyak nabati. Selanjutnya, pengembangan bensin sawit rakyat yang melibatkan koperasi “Saat ini sedang disiapkan percobaan pilot demonstration plan yang terus dicoba di Bandung, ini nanti akan menghasilkan unit kecil diharapkan bisa dipakai di daerah-daera nanti bisa mandiri energi dengan sawit,” ujarnya.

https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/61a5b4cbbf10c/setop-impor-bbm-ri-andalkan-biodiesel-kendaraan-listrik-mulai-2027

Katadata.co.id | Selasa, 30 November 2021

Gaikindo Dorong Pemanfaatan Bioetanol untuk Turunkan Emisi Karbon

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mendorong agar pengembangan bioetanol dalam bauran energi bersih dapat digenjot sebagai alternatif untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi selain biodiesel. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara menjelaskan pengembangan biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) di Indonesia selama ini hanya berfokus pada biodiesel. Padahal sejak 2006, Indonesia sudah mulai mengembangkan bioetanol. “Sudah kita perkenalkan bioetanol namun belum banyak berkembang,” kata dia dalam Dialog Webinar B40 Majalah Sawit Indonesia, Selasa (30/11). Padahal menurut Kukuh RI telah mampu memproduksi mesin yang dapat menggunakan bahan bakar etanol sebagai campuran bahan bakar bensin. Karena itu, pihaknya berharap bahwa bioetanol sebagai bagian dari bahan bakar nabati dapat dikembangkan dan digunakan di Indonesia. Mengingat sebagian besar kendaraan di Indonesia didominasi oleh kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin. Sementara kendaraan dengan jenis bahan bakar diesel cenderung relatif sedikit. “Sehingga kalau bisa kita kembangkan BBN yang dapat digunakan gasoline ini dapat bermanfaat bagi kita semua,” ujarnya. Setidaknya, dari jumlah kendaraan yang diproduksi di Indonesia saat ini, sekitar 75% produksinya menggunakan mesin yang berbahan bakar bensin. Sedangkan 24% berbahan bakar diesel dan sisanya 1% jenis kendaraan dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari gas yakni CNG dan kendaraan listrik. Engineering Manager, TFA Project Group, Australia, Keith Sharp sebelumnya menyadari tren sektor transportasi saat ini mulai mengarah pada penggunaan ke kendaraan listrik yang memproduksi zero gas emisi karbon. Namun ia menilai tren tersebut sulit terealisasi setidaknya hingga 10 tahun, bahkan 20 tahun ke depan, karena kendala pada keekonomian kendaraan listrik. Di samping itu, suplai listriknya pun masih didominasi dari energi fosil seperti batu bara dan gas alam. Sehingga tak ideal dari perspektif perubahan iklim. “Sebelum menuju ke tren EV (kendaraan listrik) dalam 10 hingga 20 tahun ke depan bioetanol dapat menjadi alternatif dekarbonisasi di sektor transportasi,” ujarnya dalam Webinar secara virtual “Etanol: Dekarbonisasi Bahan Bakar Kendaraan dalam Bioekonomi”, Rabu (25/8). Beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia merupakan negara yang sukses dalam menerapkan etanol sebagai campuran bahan bakar kendaraan. Sharp menuturkan, di Australia implementasi program bioetanol pada 6 pabrik bioetanol berkapasitas masing-masing 100 juta liter, memiliki dampak yang sangat positif. Misalnya gas emisi berkurang hingga 2,6 juta ton per tahun dan membuka hingga 4.000 lapangan pekerjaan. Kemudian meningkatkan modal investasi daerah hingga US$ 720 juta (sekitar Rp 10,4 triliun) dan pendapatan tahunan sebesar US$ 500 juta (Rp 7,2 triliun), serta meningkatkan kapasitas produksi baru etanol negeri Kanguru yang diproyeksikan sekitar 550 juta liter per tahunnya. Sedangkan di AS, berdasarkan studi Environmental Health & Engineering, Inc pada 2020, program E10 (etanol 10%) dalam campuran bensin dapat meningkatkan nilai oktan hingga 3-4 tingkatan. Program E10 juga menurunkan 46% gas emisi karbon dibandingkan dengan bensin murni, dari hulu ke hilir. Berdasarkan laporan Climate Transparency Report 2020 tentang perkembangan upaya pengurangan emisi di negara G20 berdasarkan target Nationally Determined Contribution (NDC). Transportasi menyumbang 27% emisi sektor energi.

https://katadata.co.id/happyfajrian/ekonomi-hijau/61a5d9834387f/gaikindo-dorong-pemanfaatan-bioetanol-untuk-turunkan-emisi-karbon