Program B30 Diharapkan Dorong Target Bauran Energi Indonesia
Medanbisnisdaily.com | Sabtu, 19 Juni 2021
Program B30 Diharapkan Dorong Target Bauran Energi Indonesia
Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Irma Rachmania, mengatakan, komitmen pihaknya untuk mendukung program mandatori B30. “Karena program B30 ini diharapkan dapat mendorong tercapainya target bauran energi Indonesia serta meningkatkan kemandirian energi nasional,” katanya, Sabtu (19/6/2021). Sejauh ini, volume minyak nabati yang terserap untuk program B30 mencapai 7,226 juta ton. Sedangkan untuk tahun ini, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan volume biodiesel untuk program B30 mencapai 9,2 juta kiloliter atau setara 8 juta ton minyak sawit. Irma mengatakan, saat ini, Indonesia merupakan negara terdepan yang telah mampu terbukti mengimplementasikan B30 yang merupakan energi terbarukan dan ramah lingkungan. Tren konsumsi biodiesel di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) optimistis dengan konsumsi domestik seiring proses hilirisasi yang berjalan masif. GIMNI juga tidak mengkhawatirkan hal terkait ancaman ekspor maupun larangan Uni Eropa yang akan meniadakan minyak sawit pada 2030 mendatang. Hal ini dikarenakan, pada 2025 kebutuhan fatty acid methyl ester (FAME) untuk B30 sudah mencapai 12,7 juta ton, biohidrokarbon untuk bensin mencapai 16,5 juta ton, kebutuhan untuk makanan dan oleo mencapai 13,8 juta ton. Jika ditotal sudah mencapai 43 juta ton. “Justru yang perlu dipikirkan adalah menggenjot produksi, salah satunya melalui program peremajaan sawit rakyat,” kata Ketua GIMNI, Bernard Riedo. Saat ini, limbah sawit pun mulai dipergunakan bagi sumber energi ramah lingkungan. Sebagai limbah industri, cangkang kelapa sawit menjadi solusi dari faktor penghambat produksi biomassa. Pasokan cangkang kelapa sawit yang melimpah (mencapai 2,4 juta ton per tahun pada 2019 menurut data Badan Pusat Statistik) menjadi alasan penting penggunaan biomass ini untuk co-firing PLTU di Indonesia.
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2021/06/19/137572/program_b30_diharapkan_dorong_target_bauran_energi_indonesia/
Analisadaily.com | Jum’at, 18 Juni 2021
Hilirisasi Sawit Menguatkan Permintaan Domestik
Proses hilirisasi sawit yang kian meluas untuk sektor pangan, kosmetik, hingga energi telah mengungkit permintaan domestik. Konsumsi domestik minyak sawit diproyeksikan meningkat sebesar 6,6%, atau menjadi 18,50 juta ton pada tahun ini. Sepanjang 2020 lalu, kinerja industri sawit nasional tak hanya ditopang pasar ekspor, namun juga dari pasar domestik. Konsumsi domestik pada 2020 meningkat sebesar 3,6% jika dibandingkan tahun sebelumnya, atau menjadi sebesar 17,35 juta ton. Peningkatan sepanjang tahun tersebut dikarenakan naiknya permintaan oleokimia untuk konsumsi sabun dan bahan pembersih, serta meningkatnya permintaan konsumsi untuk biodiesel terkait kebijakan mandatori B30. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, secara umum ekspor minyak sawit Indonesia mengalami kontraksi dibandingkan tahun lalu, namun secara nilai tercatat lebih tinggi. Hingga saat ini pasar minyak sawit masih didominasi pasar ekspor mencapai 70%, namun tahun ini diperkirakan pasar ekspor akan menurun menjadi 65%. Karena itu, pasar minyak pasar domestik menjadi harapan. Apalagi sepanjang 2020 pasar domestik naik 3% akibat pandemik, yang meningkatkan konsumsi kebutuhan produk turunan CPO dari oleokimia naik 60,51% menjadi 1,695 juta ton. Ini antara lain untuk sabun dan bahan baku disinfektan, dan peningkatan konsumsi biodiesel terkait kebijakan mandatori B30 sebesar 24% menjadi 7,226 juta ton. Melihat kondisi yang ada dan pemulihan ekonomi yang berlangsung, industri sawit nasional memiliki potensi yang cukup besar untuk terus tumbuh pada 2021. Gapki memproyeksikan untuk konsumsi domestik akan mengalami peningkatan sebesar 6,6%, atau menjadi 18,50 juta ton pada 2021. “Tahun ini kami optimis produksi minyak sawit 2021 akan naik signifikan karena pemeliharan kebun yang baik, cuaca yang mendukung, harga yang menarik sehingga produksi 49 juta ton untuk CPO dan 4,65 juta ton untuk PKO. Pemerintah berkomitmen melaksanakan mandatori B30, di mana konsumsi biodiesel sebesar 9,2 juta kilo liter yang setara dengan 8 juta ton minyak sawit. Selain itu ada permintaan dari industri lainnya sebesar 2 juta ton untuk domestik dan ekspor 4,5 juta ton,” sebut Joko, Jumat (18/6). Sejalan dengan implementasi kebijakan mandatori B30, Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Irma Rachmania menyatakan komitmennya untuk mendukung program tersebut. “Program B30 ini diharapkan dapat mendorong tercapainya target bauran energi Indonesia serta meningkatkan kemandirian energi nasional,” ujar Irma. Sejauh ini, volume minyak nabati yang terserap untuk program B30 sepanjang 2020 mencapai 7,226 juta ton. Sedangkan untuk tahun ini, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan volume biodiesel untuk program B30 mencapai 9,2 juta kiloliter atau setara 8 juta ton minyak sawit.
Saat ini, Indonesia merupakan negara terdepan yang telah mampu terbukti mengimplementasikan B30 yang merupakan energi terbarukan dan ramah lingkungan. Tren konsumsi biodiesel di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo optimistis dengan konsumsi domestik seiring proses hilirisasi yang berjalan masif. GIMNI juga tidak mengkhawatirkan hal terkait ancaman ekspor maupun larangan Uni Eropa yang akan meniadakan minyak sawit pada 2030 mendatang. Hal ini dikarenakan, pada 2025 kebutuhan fatty acid methyl ester (FAME) untuk B30 sudah mencapai 12,7 juta ton, biohidrokarbon untuk bensin mencapai 16,5 juta ton, kebutuhan untuk makanan dan oleo mencapai 13,8 juta ton. Jika ditotal sudah mencapai 43 juta ton. “Justru yang perlu dipikirkan adalah menggenjot produksi, salah satunya melalui program peremajaan sawit rakyat [PSR],” kata Bernard. Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat menjelaskan permintaan oleokimia di dalam negeri akan meningkat antara 165 ribu-168 ribu ton setiap bulan sepanjang tahun ini. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri itu, dibutuhkan upaya hilirisasi sawit. “Pertumbuhan domestik rerata 10 persen-12 persen sehingga dalam setahun dapat mencapai 1,98 juta-2 juta ton,” ungkap Rapolo. Guru Besar IPB University, Purwiyatno Hariyadi mengungkapkan sawit sebagai bahan makanan berkontribusi dalam pemecahan masalah gizi dunia. Hingga saat ini sekitar 75%-85% penggunaan sawit untuk sektor pangan. Dia menjelaskan, sejatinya sawit memiliki tiga keunggulan, yakni bersifat versatile (produk serba guna), bebas trans fat, dan kaya fitonutrien (vitamin A dan E), yang berguna untuk mengisi kebutuhan gizi di Indonesia dan dunia. “Hal ini merupakan keunggulan olahan sawit bagi pangan,” kata Purwiyatno. Di sisi lain, limbah sawit pun kini mulai dipergunakan bagi sumber energi ramah lingkungan. Sebagai limbah industri, cangkang kelapa sawit menjadi solusi dari faktor penghambat produksi biomassa. Pasokan cangkang kelapa sawit yang melimpah (mencapai 2,4 juta ton per tahun pada 2019 menurut data Badan Pusat Statistik) menjadi alasan penting penggunaan biomass ini untuk co-firing PLTU di Indonesia.
https://analisadaily.com/berita/baca/2021/06/18/1019202/hilirisasi-sawit-menguatkan-permintaan-domestik/
BERITA BIOFUEL
Infosawit.com | Sabtu, 19 Juni 2021
Bangun Kebun Energi Berbasis Sawit Rakyat
Pelaku sawit sepakat, penerapan program mandatori biodiesel yang memperoleh dukungan insentif dari Badan Pengelola Dan Perkebunan kelapa Sawit (BPDP-KS), akan tetap tetap diteruskan. Dikatakan Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Musdhalifah Machmud, pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan Program B30 guna mendukung target bauran energi Indonesia sebesar 23% di tahun 2025. “Sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bapak Airlangga Hartarto, program B30 akan tetap dijalankan pada tahun 2021 dengan target penyaluran biodiesel sebesar 9,2 Juta Kiloliter,” katanya saat sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 191 /PMK.05/2020 tentang Pungutan Ekspor, yang dihadiri InfoSAWIT, akhir tahun 2020 lalu. Lebih lanjut kata Musdhalifah, Program mandatori B30 yang telah dijalankan menciptakan instrumen pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor. Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui programman datori B30, diharapkan dapat menyerap produksi CPO minimal sekitar 9 juta ton setiaptahunnya sehingga bisa menjaga keberlanjutan indutri hulu sampai hilir, menciptakan kestabilan harga CPO yang pada akhirnya juga akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar ditingkat petani. “Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan baik untuk sektor industri dengan mendorong perkembangan industri oleokimia maupun pada skala kecil di tingkat petani melalui dukungan pembentukan Pabrik Kelapa Sawit Mini yang dikelola oleh Koperasi/ Gabungan Kelompok Tani,” katanya. Saat ini pengembangan industri biodiesel terus dilakukan, tidak hanya mengandalkan dari proses esterifikasi, proses hidrogenasi pun ditempuh dengan memanfaatkan penggunaan katalis merah putih. Menjadi cara pemerintah lewat Kementerian Energi, Sumberdaya Alam dan Mineral (ESDM), untuk terus memacu pengembangan sektor industri berbasis minyak sawit nasional. Diungkapkan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, realisasi target biofuel berkembang baik dan bahkan diperkirakan realisasi target tahun 2020 akan lebih baik. Sehingga harapannya kedepan biofuel mampu menyumbang 2%-3% dari target kontribusi energi terbarukan di tahun 2025. Sampai tahun 2019, energi terbarukan sudah menyumbang 2,95% dari total energi nasional. Berdasarkan peta jalan biofuel, kontribusi biodiesel akan meningkat terus dari 2,5 juta KL pada tahun 2020, menjadi 10,5 juta KL pada tahun 2025, lantas 11,7 juta KL pada tahun 2030, dan 13,0 juta KL pada tahun 2035. “Mandatori biodiesel mencoba meningkatkan bauran minyak sawit dengan target berbeda tiap sektor,” catat Dadan dalam Indonesian Palm Oil Conference & outlook 2021, yang dilakukan secara online dihadiri InfoSAWIT, Desember 2020 lalu.
https://www.infosawit.com/news/10922/bangun-kebun-energi-berbasis-sawit-rakyat
Harian Kontan | Sabtu, 19 Juni 2021
Bisnis Jelantah
TAK hanya minyak Kelapa Sawit mentah (CPO), produk turunannya seperti minyak goreng hingga minyak jelantah atau limbah minyak goreng, ternyata kini laris manis di pasaran, termasuk juga di pasar luar negeri. Permintaan minyak jelantah Indonesia datang dari beberapa negara Uni Eropa, yang hingga kini masih gigih menolak produk sawit Indonesia. Di Belanda, misalnya, minyak jelantah menjadi campuran biodiesel untuk balian bakar kincir angin. Menurut Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitang-gang, dalam beberapa iniiun terakhir, ekspor minyak jelantah dilakukan ke berbagai negara, salah satunya Eropa yang ternyata punya minat tinggi. Sayangnya, penggunaan mi- nyak jelantaH di dalam negeri justru banyak disalahgunakan. Minyak jelantah di dalam negeri justru dipakai untuk oplosan dengan minyak goreng dan dijual ke masyarakat. Dan, bukan untuk keperluan biodiesel. Pengamat pertanian Khudori menilai, pelaku industri perlu menjajaki peluang minyak jelan-tah untuk penggunaan biodiesel di dalam negeri secara masif. Sehingga, bukan cuma untuk keperluan ekspor saja.
Harian Kontan | Jum’at, 18 Juni 2021
Minyak (Bekas) Mahal
Pekan lalu, ada berita kemalingan sempat ramai di New York, Amerika. Bukan apa-apa, pasalnya barang yang diambil pencuri rada aneh : minyak goreng bekas alias minyak jelantah. Salah satu restoran yang kemalingan adalah Shogun. Manajer resto tersebut tak tahu, bagaimana cara maling mengambil jelantah mereka dan pakai kendaraan apa. Lou Sulindro, sang manajer bilang sebenarnya pihak resto tidak mengalami kerugian. Benar, karena yang rugi adalah perusahaan pengolah jelantah di sana, seperti Buffalo Biodiesel. Seperti dikutip NewslO, Buffalo biodiesel mengaku rugi US$15 juta atau sekitar Rp 217 miliar setahun, gara-gara ulah pencoleng jelantah ini. Mereka menuding maling jelantah ini sudah terorganisir lantaran permintaan yang makin tinggi. Kedengarannya memang lucu, bahwa permintaan jelantah meroket. Namun, belakangan jelantah atau used cooking oil, lazim digunakan untuk bahan baku biodiesel. Pamor biodiesel juga kian meningkat. Bulan lalu, misalnya, biodiesel dari jelantah digunakan oleh salah satu pesawat Air France dalam penerbangan panjang mereka. Dalam rilisnya, Air Prance-KLM berkolaborasi dengan Total, Airbus, dan ope- rator bandara Groupe ADP, menggunakan 16% campuran sustainable aviation fuel (SAF) dari biodiesel dalam penerbangan dari Charles de Gaulle, Paris ke Montreal di Kanada. Penerbangan ini makan waktu 6 jam 50 menit dan berjalan lancar. Saudi Arabia, salah satu eksportir minyak bumi di planet ini, juga akan memakai olahan jelantah untuk transportasi di Red Sea Project. Ini adalah destinasi wisata ramah lingkungan mereka. Di Indonesia, menurut catatan Gabungan Industri Minyak Nabati (Gimni), punya potensi besar untuk menghasilkan minyak jelantah. Mereka mencatat, minyak jelantah di negara kita berkisar 18%-22% dari konsumsi minyak goreng. Kalau saban tahun, Indonesia butuh 5,8 juta ton minyak goreng, berarti ada sekitar 1,1 juta ton jelantah. Ironisnya, sampai kini, belum ada upaya pengelolaan jelantah secara masif. Di tingkat rumah tangga, masyarakat mulai terbiasa mengolah sampah dapur jadi kompos dan memilah sampah plastik. Tapi, minyak jelantah entah ke mana nasibnya Bahkan, Gimni mengindikasikan penyalahgunaan jelantah yang diolah lagi untuk dijual jadi\’minyak curah dan dilepas lagi ke pasar. Sungguh sayang. Dalam skala kecil, jelantah lazim di-recycle jadi sabun. Dalam skala besar, seharusnya jadi potensi ekspor.
CNBCindonesia.com | Sabtu, 19 Juni 2021
Libatkan Pemuda, Kementerian ESDM Relaunching Patriot Energi
Dalam upaya melibatkan generasi muda, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral berinisiasi melaksanakan kembali Program Patriot Energi dengan tujuan mendorong keterlibatan generasi muda dalam pendampingan, pengembangan, pembangunan dan pengelolaan pembangkit EBT secara berkelanjutan melalui pemanfaatan potensi EBT setempat. “Patriot Energi akan memberikan akses listrik kepada masyarakat yang bersih, andal, dan kontinyu, khususnya di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan wilayah Transmigrasi,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif saat melaunching Program Patriot Energi yang dilangsungkan secara hybrid, Jumat (18/6). Arifin menuturkan, generasi muda tersebut nantinya direkrut, dilatih dan dididik untuk memiliki 4 kompetensi dasar, yaitu kompetensi keteknisan, kompetensi kejuangan, kompetensi kerakyatan, dan kompetensi keikhlasan sehingga diharapkan mampu mengatasi segala hambatan dan tantangan pada saat diterjunkan ke lapangan. “Generasi muda Patriot Energi ini juga dibekali kemampuan untuk dapat mengedukasi masyarakat tentang EBT dan mempersiapkan organisasi pengelola fasilitas pembangkit EBT yang akan atau sedang dibangun agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara berkelanjutan,” lanjut Arifin. Setelah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan, selanjutnya generasi muda Patriot Energi ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang membutuhkan, baik oleh Kementerian ESDM atau pihak lain untuk menjangkau daerah-daerah 3T atau badan usaha lainnya yang berkeinginan mengembangkan pembangkit EBT.
Terkait pengembangan EBT, Menteri ESDM menjelaskan, bauran EBT pada bauran energi primer nasional di tahun 2020 baru mencapai 11,2% atau dibutuhkan dua kali lipat dari kondisi saat ini untuk memenuhi target 23% pada tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional. Dalam upaya mencapai target tersebut, Kementerian ESDM tengah menjalankan beberapa program percepatan pengembangan EBT, yaitu dengan melakukan substitusi energi primer dengan tetap menggunakan eksisting teknologi seperti program B30, cofiring dan pemanfaatan Refused Derivative Fuel (RDF); konversi energi primer fosil melalui penggantian PLTD atau PLTU dengan pembangkit EBT, biogas dan pellet untuk memasak; penambahan kapasitas pembangkit EBT untuk memenuhi demand baru dengan fokus pengembangan PLTS; dan pemanfaatan EBT non listrik/non BBN seperti briket dan pengeringan produk pertanian biogas. Program Patriot Energi sebelumnya pernah dilaksanakan Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal EBTKE pada tahun 2015 – 2016. Program tersebut mendayagunakan 160 orang generasi muda yang telah dididik dan dilatih oleh Kementerian ESDM bekerjasama dengan Inisiatif Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) dengan pembiayaan APBN, yang ditugaskan di 160 desa, di 39 Kabupaten, di 18 Provinsi selama 5 bulan hingga 1 tahun. Lokasi penugasan tersebar dari Kepulauan Mentawai hingga Keerom, Papua. Program Patriot Energi yang akan dimulai di tahun 2021 akan bekerja sama dengan IBEKA, menjaring 100 pemuda-pemudi yang akan bertindak sebagai fasilitator lapangan di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan wilayah Transmigrasi, melaksanakan survei potensi EBT di daerah, membantu program de-Dieselisasi PT PLN (Persero), dan membantu kemandirian listrik desa.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210618204140-4-254323/libatkan-pemuda-kementerian-esdm-relaunching-patriot-energi