PTPN Group Kembangkan Minyak Makan Merah & Bahan Bakar B50, Jokowi Langsung Meninjau

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

JPNN.com | Kamis, 7 Juli 2022

PTPN Group Kembangkan Minyak Makan Merah & Bahan Bakar B50, Jokowi Langsung Meninjau

PTPN Group melalui Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melakukan sejumlah inovasi, khususnya penelitian dan pengembangan (Litbang) terkait Bahan Bakar Biodiesel 50% (B50) dan minyak makan merah. Pemerintah berharap, PPKS mampu menjadi lokomotif pengembangan inovasi dan riset sawit nasional. Terkait hal ini, Presiden Joko Widodo, bahkan meninjau langsung kegiatan riset dan inovasi di kantor PPKS. “PPKS menjadi tulang punggung riset dan inovasi kelapa sawit nasional. Demi meraih cita-cita tersebut, Holding Perkebunan Nusantara siap membantu dan mendukung PPKS,” ujar Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Mohammad Abdul Ghani. Inovasi ini telah berlangsung semenjak 2019 lalu. Mobil dengan bahan bakar B50 berhasil menjalani uji coba (road test) dengan rute Medan – Jakarta, pulang pergi, pada 25 hingga 31 Januari 2019 lalu. Uji coba tersebut, sukses dan menambah kepercayaan diri para peneliti dan inovator PPKS untuk mematangkan riset dan aplikasi B50 secara luas di masyarakat. PPKS turut mengembangkan teknologi sederhana produksi Minyak Makan Merah, dengan kandungan senyawa fitonutrien berkadar tinggi. Hasil inovasi Minyak Makan Merah yang diketuai oleh Dr. Frida R. Panjaitan ini memiliki kandungan fitonutrien  antara lain karoten (sebagai pro-vitamin A), tokoferol dan tokotrienol (sebagai vitamin E), dan squalene. “Minyak Makan Merah berpotensi digunakan sebagai pangan fungsional, salah satunya sebagai bahan pangan untuk anti stunting,” kata Kepala PPKS, M. Edwin S. Lubis. Edwin menjelaskan, selain sebagai sumber lemak (zat gizi dasar), Minyak Makan Merah, mengandung senyawa fitonutrien yang memiliki sifat sebagai antioksidan dan bioaktivitas lainnya. Kandungan asam oleat dan asam linoleat dalam Minyak Makan Merah, berfungsi untuk pembentukan dan perkembangan otak, transportasi dan metabolisme pada anak. Minyak Makan Merah juga sesuai digunakan untuk menumis bahan pangan, salad dressing, serta bahan baku margarin dan shortening. Teknologi produksi Minyak Makan Merah ini dapat dikembangkan pada skala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM berpotensi meningkatkan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan pekebun, melalui proses pengembangan usaha berbasis produk turunan kelapa sawit berbasis pemberdayaan koperasi. Produk inovasi ini dapat menjadi solusi untuk pemenuhan zat gizi bagi masyarakat Indonesia. Edukasi dan sosialisasi tentang manfaat dari Minyak Makan Merah perlu dilakukan agar Minyak Makan Merah dan produk diversifikasinya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. “Ke depannya kami berharap pabrik pengolahan Minyak Makan Merah dapat diintegrasikan dengan Pabrik Kelapa Sawit yang ada di wilayah kerja PTPN, sehingga kebutuhan minyak makan yang bergizi dan murah bagi karyawan dan masyarakat sekitar dapat dipenuhi,” seru Ghani. Saat ini, PPKS tengah mengembangkan pupuk hayati Bioneensis® yang bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, kesehatan dan kesuburan tanah. Pupuk hayati ini menjadi primadona di perkebunan kelapa sawit di tengah tingginya harga pupuk.

https://m.jpnn.com/news/ptpn-group-kembangkan-minyak-makan-merah-bahan-bakar-b50-jokowi-langsung-meninjau

Bisnis Indonesia | Jum’at, 8 Juli 2022

TARIF PUNGUTAN EKSPOR DIPANGKAS

Pemerintah berupaya mengerek harga tandan buah segar atau TBS kelapa sawit yang sedang anjlok beberapa bulan terakhir dengan menurunkan tarif pungutan ekspor atau PE minyak sawit mentah dan menggenjot program pencampuran biodiesel B40. Menteri Koordinator Ke-maritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penurunan tarif pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) akan dibarengi dengan percepatan ekspor komoditas tersebut. Rencana penurunan tarif PE kelapa sawit, Luhut sudah berbicara dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu (6/7) malam. Namun, besaran penurunan tarif PE tidak dijelaskan secara detail. “Saya bicara pada Menteri Keuangan PE-nya akan kita bawa sampai ke bawah. Kita kasih insentif untuk ekspor. Kalau ekspor tangkinya kosong, dia ambil TBS, nanti TBS harganya naik,” kata Luhut dalam Pertemuan Koordinasi Asosiasi Kabupaten Penghasil Kelapa Sawit Indonesia (AKPSI) di Jakarta, Kamis {7/7). Sejauh ini, tarif pungutan ekspor maksimum untuk minyak sawit mentah sebesar US$200 per ton dan bea keluar (BK) US$288 per ton seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 98/PMK.010/2022. Peraturan itu berlaku efektif hingga 31 Juli 2022. Namun, ketetapan tersebut tidak berlaku bagi produsen minyak sawit yang tidak mengikuti kebijakan domestic market obligation (DM0). Upaya mengerek naik harga TBS juga dilakukan dengan cara menggenjot pencampuran biodiesel 40% (B40) dari sebelumnya B30. Luhut menjelaskan penggunaan minyak sawit untuk campuran bahan bakar kendaraan bermotor saat ini telah mencapai 2,5 juta ton dan akan terus ditingkatkan menjadi 3 juta ton. “Untuk Solar juga nanti akan diberikan CPO untuk mengurangi sulfurnya, sehingga bisa total 3 juta ton CPO terserap, dengan demikian harga [TBS] bisa naik.” Industri kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu industri strategis kare- na ada 16,4 juta orang yang bergantung dalam industri itu. Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk dilakukan audit terhadap tata kelola yang berjalan dan perbaikan yang dibutuhkan. Hasil audit akan memberi gambaran menyeluruh soal tata kelola dan perbaikan yang diperlukan. Sementara itu, Ketua Umum AKPSI Yul-haidir mengatakan pemerintah kabupaten penghasil kelapa sawit berharap dapat memungut retribusi dari harga TBS sawit minimal Rp25 per kilogram. Hasil pungutan retribusi untuk kabupaten guna memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapat asli daerah (PAD) sehingga bisa digunakan untuk pembangunan. “Itu [pungutan] paling rendah ya kami minta. Kami tidak mau membebankan rakyat juga. Kami merasa kurang adil karena sebagai kabupaten penghasil, [justru] selama ini tidak ada bagi hasil,” ujar Yulhaidair yang merupakan Bupati Seruyan Kalimantan Tengah. Saat ini, AKPSI memiliki anggota 160 kabupaten sentra sawit di Indonesia yang berperan dalam menggerakkan roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, Yulhaidir mendukung penuh upaya audit terhadap pengusaha kelapa sawit yang dicanangkan pemerintah. Selain itu, dia meminta kepada Menteri Pertanian untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/ KB. 120/1/2018 tentang pedoman penetapan TBS kelapa sawit produksi perkebunan dengan memasukkan komponen cangkang kamei dalam perhitungan penentuan harga TBS.

SERAPAN TENAGA KERJA

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh menyebutkan perlu pembenahan di industri sawit dari hulu sampai dengan hilir guna mendongkrak peranan kelapa sawit bagi perekonomian. Menurutnya, sawit merupakan komoditas andalan dengan total nilai ekspor mencapai US$35 miliar atau menjadi ekspor terbesar, bahkan lebih besar dari migas. “Industri sawit menyerap banyak tenaga kerja diantaranya 4,2 juta lapangan kerja langsung dan 12 juta lapangan kerja tidak langsung,” katanya. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung melaporkan harga TBS kelapa sawit makin turun bahkan telah anjlok hingga 75%. Dalam laporan Apkasindo terkait harga TBS petani di 22 provinsi per 6 Juli 2022, harga TBS di tingkat petani swadaya hanya sebesar Rp811 per kilogram. Padahal, harga dari penetapan dinas perkebunan setempat berkisar antara Rp 1.400 per kg hingga Rp3.314 per kg, sementara harga pokok produksi atau HPP senilai Rp2.250 per kg. Saat ini, TBS masih minim terserap sehingga petani enggan untuk memanen hasil dari kelapa sawit tersebut. “Makin sedikit yang terserap PKS [pabrik kelapa sawit], dan petani banyak yang malas memanen karena semakin di panen semakin tekor,” ujarnya. Gulat menyampaikan anjloknya harga TBS akibat kebijakan-kebijakan seperti pungutan ekspor yang dipatok terlalu tinggi sehingga menekan harga TBS. Adanya, kebijakan DM0 dan domestic price obligation (DPO) dirasa sudah tidak relevan mengingat pasokan CPO yang melimpah.