Ragam Manfaat Limbah Sawit yang Jarang Diketahui
Sindonews.com | Kamis, 23 Juni 2022
Ragam Manfaat Limbah Sawit yang Jarang Diketahui
Kelapa sawit merupakan komoditas yang semua morfologi tanamannya dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai guna dan ekonomi tinggi. CSR Officer Sinarmas Agribusiness and Food Donni Indra mengatakan kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang paling produktif untuk menjadi bahan baku biodiesel. Tidak hanya itu, limbah sawit juga dapat digunakan untuk pembuatan produk sabun dan lilin hias, aromaterapi dari minyak goreng sawit bekas. “Minyak sawit dapat ditemukan dalam semua produk turunan yang digunakan baik produk pangan, oleokimia, hingga bahan bakar,” kata dia dalam acara Kupas Tuntas Mitos dan Fakta tentang Kelapa Sawit secara hybrid, baru-baru ini. Pada kesempatan yang sama, Tim dari LP2M Universitas Negeri Makassar Moh. Ahsan S. Mandra menambahkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan lilin aromaterapi tersebut di antaranya minyak jelantah, bubuk stearin (pengeras minyak) atau paraffin (wax), crayon bekas untuk pewarna, essential oil (aromaterapi), benang katun (sumbu), gelas kaca (wadah), serta lidi atau tusuk gigi (penyangga sumbu). “Minyak jelantah juga berpotensi dijadikan sebagai bahan baku biodiesel. Bahkan, Jika minyak jelantah dikelola dengan baik maka dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional,” jelasnya. Ketua PGRI Provinsi Sulawesi Selatan Hasnawi Haris mengatakan bahwa sawit memiliki beragam manfaat. Berbagai jenis produk turunannya merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat dan negara. Hasnawi mendorong generasi muda menjadi duta sawit yang berperan penting dalam penyebaran informasi positif tentang kelapa sawit. Tidak hanya itu, juga diharapkan untuk memahami manfaat dan maslahat kelapa sawit secara luas. Sementara itu, Kepala Bidang GTK Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Muhlis menyatakan dukungannya untuk melahirkan duta-duta sawit. “Langkah ini ditempuh guna menangkis isu-isu negatif yang diterima generasi muda soal sawit,” jelasnya. Sebagai informasi kegiatan tersebut diadakan oleh BPDPKS. Hadir dalam acara tersebut perwakilan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Apkasindo, dan Aprobi.
BERITA BIOFUEL
Medcom.id | Kamis, 23 Juni 2022
Dukungan Fiskal RI ke Bahan Bakar Fosil Perlambat Transisi Energi
Lembaga riset International Institute for Sustainable Development (IISD) menyatakan dukungan fiskal dari pemerintah Indonesia masih terlalu besar ke bahan bakar fosil, sehingga berpotensi antara lain memperlambat transisi energi dan menguras anggaran publik. “Indonesia secara kritis perlu mengalihkan dukungan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan untuk memenuhi target iklim dan target bauran energi, dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang harganya tidak stabil,” kata Anissa Suharsono dari IISD, dikutip dari Antara, Kamis, 23 Juni 2022. Ia mengemukakan insentif untuk bahan bakar fosil 117 kali lebih tinggi dibanding untuk energi terbarukan. Dari dukungan energi di Indonesia yang mencapai Rp279 triliun pada tahun anggaran 2020, sekitar 88 persen (Rp246 triliun) dialokasikan untuk bahan bakar fosil. Laporan IISD mengungkapkan pemerintah menyediakan setidaknya Rp74 triliun untuk industri migas, Rp112 triliun untuk listrik berbasis fosil, dan Rp61 triliun untuk sektor batu bara. Insentif Indonesia untuk bahan bakar fosil disebut mencapai 117 kali lebih tinggi dari dukungan untuk energi terbarukan yang hanya menerima Rp2 triliun atau kurang dari satu persen dibanding total dukungan ke sektor energi, sementara Rp31 triliun untuk biofuel dan Rp19 miliar untuk kendaraan listrik. Laporan ini memperingatkan dalam konteks harga energi yang tinggi saat ini, angka-angka dukungan ini diperkirakan meningkat secara signifikan pada 2022. Studi yang dilakukan IISD mencakup dukungan yang diklasifikasikan secara resmi sebagai subsidi dan insentif yang mendukung berbagai jenis energi di Indonesia. Studi ini menyoroti dukungan luar biasa Indonesia untuk sektor bahan bakar fosil pada periode 2016-2020, dengan 94 persen rata-rata per tahun dialokasikan untuk minyak dan gas, serta listrik berbasis batu bara, dan hanya satu persen untuk energi terbarukan. Para ahli memperingatkan dukungan Indonesia yang tidak proporsional untuk bahan bakar fosil memperlambat transisi energi, menguras anggaran publik, mempercepat perubahan iklim, dan membahayakan kesehatan masyarakat. “Insentif ini mewakili biaya yang sangat besar untuk anggaran publik, terutama dalam konteks harga energi yang tinggi saat ini, dan sangat merugikan kesehatan masyarakat dan iklim,” kata Anissa. Di tengah melonjaknya harga energi dan krisis biaya hidup, lanjutnya, menargetkan dukungan kepada masyarakat miskin dan rentan menjadi kunci untuk melestarikan sumber daya publik yang langka. Untuk melakukan hal tersebut, IISD merekomendasikan agar subsidi ke PT Pertamina (Persero) untuk menjual bahan bakar di bawah harga pasar maupun subsidi ke PT PLN (Persero) untuk menyediakan listrik murah.