Risiko Pemakaian Biodiesel Kadar Tinggi: Korosi hingga Turun Mesin
Kontan.co.id | Selasa, 2 Agustus 2022
Risiko Pemakaian Biodiesel Kadar Tinggi: Korosi hingga Turun Mesin
Kementerian ESDM melaksanakan uji jalan Biodiesel B40 pada Rabu pekan lalu. Upaya ini adalah langkah awal untuk implementasi B40 yang diharap bisa meminimalkan defisit neraca keuangan Indonesia akibat cadangan bahan bakar fosil yang kian menipis. Manager Process Engineering Yayasan Lengis Hijau Tri Hermawan menyebut bahwa pengembangan B40 merupakan sebuah proyek yang cenderung ambisius. Namun penggunaan biodiesel dengan campuran minyak sawit yang tinggi berpotensi untuk merusak mesin. Hal tersebut berdampak pada rendahnya serapan biodiesel di dalam negeri. “Pemakaian biodiesel kebanyakan yang saya tahu, misal untuk alat berat seperti Caterpillar atau Komatsu saja itu mereka mensyaratkan B5,” kata Tri kepada Katadata.co.id, Senin (1/8). Sebagai informasi, Yayasan Lengis Hijau merupakan salah satu produsen B100 yang bermarkas di Pulau Bali. Dalam sehari, Yayasan Lengis Hijau bisa mengolah 1.000 liter minyak goreng bekas menjadi bahan bakar nabati. Produk tersebut disalurkan ke sejumlah hotel, rumah makan, dan sekolah yang telah menjadi konsumen tetap. Di sana, bahan bakar nabati (BNN) tersebut digunakan sebagai pengganti solar untuk tranportasi bus dan genset. Tri menjelaskan, biodiesel yang diproduksi Yayasan Lengis Hijau oleh hanya berjalan normal pada mesin generator atau genset. Sementara, untuk mesin kendaraan atau transportasi, penggunaan biodiesel dengan campuran minyak sawit tinggi berpotensi besar menimbulkan turun mesin. Lebih lanjut ia menyampaikan, genset merupakan mesin yang memiliki tekanan stabil dan kecepatan rendah. Dari awal dinyalakan hingga dimatikan, mesin genset akan akan bergerak konstan tanpa adanya penambangan tekanan pada mesin. Hal ini berbeda pada mesin kendaraan yang memerlukan tekanan tinggi pada momen tertentu. “Genset untuk listrik kalau dinyalakan itu kan stabil saja, gak perlu digas lagi seperti mesin kendaraan yang butuh kecepatan dan performa. Kadang untuk kecepatan tinggi, kadang untuk kecepatan rendah,” jelasnya. Tri menjelaskan, saat itu Yayasan Lengis Hijau memiliki konsumen yang bergerak di sektor industri alat berat. Tri memperoleh informasi bahwa mesin kendaraan tersebut hanya mampu bertahan di Biodiesel B5. Konon, penggunaan biodiesel dengan bauran tinggi dalam jangka panjang bisa menimbulkan korosi. “Mereka menunjukkan ke kami, mereka maksimal B5. Lebih dari itu mesinnya jebol, turun mesin. Ada penyumbatan di filter mesin,” ujar Tri