Sejarah Biodiesel Kelapa Sawit Dunia dan Indonesia

Sejarah biodiesel kelapa sawit tercipta pada akhir abad ke-19, dunia menyaksikan revolusi teknologi transportasi yang dipicu oleh penemuan mesin diesel oleh Dr. Rudolf Diesel. Demonstrasi pertama mesin pembakaran kompresi Diesel di World Exhibition 188 di Paris menggunakan minyak kacang tanah, menandai cikal bakal biodiesel. Diesel percaya bahwa minyak nabati akan menjadi alternatif berkelanjutan terhadap bahan bakar fosil, menjadikannya pelopor gagasan biofuel.
Sejarah Biodiesel Kelapa Sawit dan Tantangan yang Dihadapi
Pada World’s Fair 1911, Diesel kembali mendemonstrasikan mesinnya menggunakan minyak kacang tanah, menyatakan bahwa mesinnya dapat dijalankan dengan berbagai minyak nabati. Mesin diesel dirancang untuk bekerja pada suhu tinggi, memungkinkan penggunaan berbagai minyak nabati sebagai bahan bakar. Namun, ide ini meredup setelah kematian Diesel pada 1913 dan penemuan proses destilasi minyak bumi yang menghasilkan solar fosil.
Minat terhadap bahan bakar alternatif bangkit kembali pada krisis minyak 1970-an. Penemuan teknik transesterifikasi oleh G. Chavanne pada 1937 mengubah minyak nabati menjadi FAME (Fatty Acid Methyl Ester), membuatnya mirip dengan solar fosil. Biodiesel terbukti ramah lingkungan dan terbarukan, menawarkan solusi energi masa depan.
Pengembangan Biodiesel di Indonesia: Sejarah dan Kebijakan
Di Indonesia, pengembangan biodiesel dimulai pada 2006 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2006. Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar, Indonesia terus meningkatkan produksi biodiesel kelapa sawit. Pengembangan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya keberlanjutan lingkungan dan kemandirian energi nasional.
Pengembangan biodiesel kelapa sawit memiliki manfaat besar bagi lingkungan dan ekonomi, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemandirian energi. Pemerintah, produsen biodiesel, dan masyarakat bekerja sama untuk mengembangkan energi terbarukan.
Riset biodiesel di Indonesia dimulai pada 1990-an, mengeksplorasi berbagai minyak nabati sebagai bahan baku. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melakukan riset sejak 1992 dan menguji biodiesel sawit pada mesin pertanian dan kendaraan pada 2001.
Kebijakan Pemerintah dan Implementasi Mandatori Biodiesel
Perpres Nomor 5 Tahun 2006 dan Inpres Nomor 1 Tahun 2006 memacu riset inovasi biodiesel. Kebijakan mandatori biodiesel diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 32/2008, dengan target campuran biodiesel hingga 20% (B20) pada 2025. Target ini terus ditingkatkan hingga B35 pada 2023, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan blending rate biodiesel tertinggi di dunia.
Kandungan dan Manfaat Biodiesel Kelapa Sawit
Biodiesel kelapa sawit mengandung FAME, gliserol, air, dan senyawa minor. FAME memiliki sifat mirip solar fosil dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Biodiesel mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan berdampak positif pada lingkungan.
Manfaat Ekonomi
Kebijakan mandatori biodiesel mengurangi ketergantungan impor solar fosil, menghemat devisa, dan memperbaiki neraca perdagangan. Studi Jafar et al. (2010) membuktikan bahwa pencampuran solar dengan biodiesel meningkatkan energy security dan mengurangi ketergantungan impor. Pembangunan kilang biodiesel juga menciptakan lapangan kerja dan mendukung pengembangan industri kelapa sawit.
Manfaat Sosial
Biodiesel menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Kementerian ESDM (2021) mencatat, kewajiban penggunaan biodiesel B30 pada 2020 menciptakan 1,2 juta lapangan kerja. Studi Ditzel et al. (2018) menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi biodiesel di Amerika Serikat menciptakan lapangan kerja baru.
Manfaat Lingkungan
Biodiesel sawit mengurangi emisi gas rumah kaca. Penggunaan biodiesel sawit mengurangi emisi CO2 eq secara signifikan, berkontribusi pada pencapaian target Paris Agreement. Penghematan emisi dari biodiesel sawit berkisar antara 40-70%, tergantung pada pengelolaan produksi CPO dan asal diesel fosil.