Sejarah Panjang dan Potensi Besar Biodiesel Kelapa Sawit di Indonesia
Biodiesel kelapa sawit di Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pengembangannya. Seiring waktu, Indonesia telah berhasil menjadi salah satu produsen biofuel terbesar di dunia.
Biodiesel Kelapa Sawit
Hingga tahun 2022, terdapat 32 perusahaan biodiesel di Indonesia dengan total kapasitas terpasang sebesar 17,14 juta kiloliter, setara dengan investasi senilai USD 1,78 miliar. Produksi biodiesel mulai dari 190 ribu kiloliter pada tahun 2009, meningkat menjadi 3,96 juta kiloliter pada tahun 2014. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2015, produksi kembali meningkat dengan diterapkannya kebijakan pencampuran wajib (B-20, B-30).
Regulasi pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah No. 24/2015 dan Peraturan Presiden No. 61/2015, memudahkan kelanjutan program biodiesel wajib di Indonesia. Pada tahun 2022, Indonesia menargetkan alokasi 13,15 juta kiloliter biodiesel, menunjukkan potensi industri untuk kebutuhan domestik dan mengurangi ketergantungan impor.
Konsumsi Biodiesel Kelapa Sawit
Konsumsi biodiesel di Indonesia meningkat dari 119 ribu kiloliter pada tahun 2009 menjadi 10,42 juta kiloliter pada tahun 2022. Konsumen utama biodiesel sawit termasuk usaha mikro, pertanian, perikanan, transportasi, pembangkit listrik, dan sektor industri/komersial. Pada tahun 2020, konsumsi domestik mencapai 98% dari produksi, menunjukkan ketergantungan tinggi pada biodiesel untuk kebutuhan energi dalam negeri.
Selain untuk kebutuhan domestik, Indonesia juga mengekspor biodiesel untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan negara lain, dengan Uni Eropa (UE-28) sebagai destinasi signifikan (40% dari ekspor). Lima destinasi ekspor teratas (2012-2022) adalah Uni Eropa, China, Amerika Serikat, Malaysia, dan Singapura.
Volume ekspor biodiesel Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif dari 70 ribu kiloliter pada tahun 2009 menjadi 419 ribu kiloliter pada tahun 2022. Namun, ada fluktuasi yang dipengaruhi oleh kebijakan anti-dumping dari Uni Eropa dan dampak pandemi Covid-19.
Komitmen Pemerintah dalam Pengembangan Biodiesel
Komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim ekosistem yang kondusif untuk pengembangan industri biodiesel berdampak pada peningkatan industri biodiesel. Badan Litbang ESDM mencatat bahwa pada awalnya perusahaan biodiesel tidak terintegrasi dengan kepemilikan bahan baku atau perkebunan kelapa sawit. Kini, banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berinvestasi dalam hilirisasi biodiesel, menjadi salah satu Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) produsen biodiesel.
Pada The 3rd Palm Biodiesel Conference Maret 2022, APROBI (Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia) menyampaikan data mengenai perkembangan jumlah dan kapasitas perusahaan biodiesel di Indonesia. Terdapat sekitar 32 perusahaan biodiesel yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi dengan total kapasitas terpasang 17,14 juta kiloliter.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Produksi biodiesel pada awalnya mencapai 190 ribu kiloliter pada tahun 2009 (B-2.5) dan meningkat menjadi 3,96 juta kiloliter pada tahun 2014 (B-10). Produksi mengalami penurunan pada tahun 2015 akibat harga biodiesel yang lebih tinggi dibandingkan minyak diesel (solar) dan pencabutan subsidi BBN. Namun, peraturan pemerintah No. 24/2015 dan No. 61/2015 memberikan peluang untuk menggunakan dana sawit hasil pungutan ekspor produk sawit untuk insentif pengembangan biodiesel.
Dengan implementasi kebijakan mandatori B-35 pada awal Februari lalu, pemerintah menargetkan alokasi volume biodiesel tahun 2023 sebesar 13,15 juta kiloliter. Meski produksi masih di bawah kapasitas pabrik biodiesel terpasang yang mencapai 17,14 juta kiloliter, industri biodiesel Indonesia memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan domestik dan mengurangi ketergantungan impor.
Dengan dukungan regulasi dan kebijakan yang tepat, industri biodiesel Indonesia dapat terus berkembang. Tentunya akan memberi kontribusi pada ketahanan energi nasional serta sumber devisa bagi negara. Tantangan seperti fluktuasi harga dan kebijakan internasional harus terus diantisipasi. Hal ini perlu dilakukan agar Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai produsen biofuel terbesar di dunia.