Sepanjang kuartal I, penjualan Madusari Murni (MOLI) naik 18,33%
Kontan.co.id | Kamis, 15 Juli 2021
Sepanjang kuartal I, penjualan Madusari Murni (MOLI) naik 18,33%
Sepanjang kuartal I 2021, emiten PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI) mengantongi pendapatan sebesar Rp 443,50 miliar atau meningkat 18,38% dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp 374,61 miliar. Direktur Utama Madusari Murni, Adikin Basirun mengatakan penjualan tertinggi sepanjang masa pada tahun 2020 yaitu Rp 1,47 triliun terjadi karena lonjakan permintaan etanol pada saat pandemi. Lalu, laba bruto mencapai Rp 102,93 miliar pada 31 Maret 2021, meningkat sebesar 1,60% dibandingkan 31 Maret 2020 yang mencapai Rp 101,30 miliar. Namun demikian, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menurun cukup signifikan yakni 50% menjadi Rp 10,58 miliar dari Rp 21,12 miliar. Adapun jumlah aset, liabilitas dan ekuitas masing-masing meningkat 3,96%,8,14% dan 0,52% di posisi Rp2,36 miliar, Rp1,46 miliar dan Rp894,28 miliar secara Year to Date (YTD). Adikin Basirun, melanjutkan pihaknya tetap bersyukur atas pencapaian dan kinerja yang kuat selama Kuartal I-2021. “Penjualan masih dapat tumbuh sebesar 18,40%, lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (“PDB”) Nasional yang dilaporkan sebesar -0,74% selama Kuartal I-2021.
Kami melihat permintaan yang tinggi atas produk-produk kami tidak hanya dari Sektor Kesehatan dan Farmasi, tetapi juga dari sektor lain termasuk industri juga kosmetik yang mulai menunjukkan pemulihan di industri masing-masing,” tuturnya dalam paparan publik yang berlangsung virtual, Kamis (15/7). Ia melanjutkan, sasaran Madusari Murni selanjutnya adalah fokus pada kepuasan pelanggan dengan menyediakan produk dengan mutu terbaik, pelayanan profesional, menerapkan manufacturing excellence, dan memastikan kecukupan sumber daya dengan pengelolaan maksimal untuk mendukung strategi pertumbuhan yang berkelanjutan. Saat ini bersama dengan pemerintah dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Madusari Murni mendorong dan mendukung penerapan Bioethanol di Indonesia, harapan Perseroan terbesar saat ini adalah keberpihakan kepada Industri umumnya dan produsen etanol khususnya, melalui Asosiasi Spiritus dan Etanol Indonesia (ASENDO). “Kami sangat berharap pembebasan bea masuk impor etanol menjadi 0% dari Pakistan perlu ditinjau kembali, karena akan merusak ekosistem industri terkait dan melimpahnya produk etanol di dalam negeri, selain mengharapkan jaminan ketersediaan bahan baku yang murah dan efisien sehingga melalui pengaturan ini kami mampu bersaing secara regional,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Marketing MOLI Donny Winarno menambahkan pihaknya akan mempertahankan komitmen pada strategi utamanya, yakni menargetkan segmen pasar dengan pertumbuhan tinggi, hingga mempertahankan pangsa pasar lokal dan ekspor. “Kami jug memperluas pasar pada industri yang menggunakan Etanol sebagai bahan baku maupun bahan penolong di dalam dan luar negeri, serta menambah jaringan distribusi di Asia pada umumnya dan ASEAN khususnya,”ujarnya. Tahun ini, emiten berkode MOLI ini menyiapkan belanja modal untuk tahun 2021 sebesar Rp250 miliar. Besaran ini antara lain digunakan untuk pembangunan proyek Multi-Feedstock dan juga revitalisasi untuk meningkatkan efisiensi bahan baku dan belanja modal lainnya.
https://industri.kontan.co.id/
Industry.co.id | Kamis, 15 Juli 2021
Laba MOLI Tumbuh 1,60 Persen di Kuartal 1-2021
PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI IJ atau “Perusahaan”) telah mengumumkan Laporan Keuangan Konsolidasian Kuartal-I 2021 untuk periode tiga bulan yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2021 dan 2020. Pada periode Kuartal-I 2021, total penjualan mencapai Rp 443,50 miliar, atau meningkat sebesar 18,4% dibandingkan Kuartal-I 2020. Laba Bruto mencapai Rp 102,93 miliar pada 31 Maret 2021, meningkat sebesar 1,60% dibandingkan 31 Maret 2020 yang mencapai Rp 101,30 miliar. Laba tahun berjalan mencapai Rp 13,14 miliar, mengalami penurunan sebesar 45,30% dibandingkan 31 Maret 2020 yang mencapai Rp 24,03 miliar. Perusahaan melaporkan penjualan tertinggi sepanjang masa pada tahun 2020 yaitu 1,47 Trilliun Rupiah, hal ini terjadi karena lonjakan permintaan etanol pada saat pandemi. “Kami bersyukur atas pencapaian dan kinerja yang kuat selama Kuartal I-2021,” kata Direktur Utama MOLI,Adikin Basirun, di Jakarta, Kamis (15/7/2021). Penjualan masih dapat tumbuh sebesar 18,40%, lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (“PDB”) Nasional yang dilaporkan sebesar -0,74% selama Kuartal I-2021
Kami melihat permintaan yang tinggi atas produk-produk kami tidak hanya dari Sektor Kesehatan dan Farmasi, tetapi juga dari sektor lain termasuk industri juga kosmetik yang mulai menunjukkan pemulihan di industri masing-masing, sasaran kami adalah fokus pada kepuasan pelanggan dengan menyediakan produk dengan mutu terbaik, pelayanan profesional, menerapkan manufacturing excellence, dan memastikan kecukupan sumber daya dengan pengelolaan maksimal untuk mendukung strategi pertumbuhan yang berkelanjutan, lebih jauh lagi saat ini bersama dengan pemerintah dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). “Kami mendorong dan mendukung penerapan Bioethanol di Indonesia, harapan kami terbesar saat ini adalah keberpihakan kepada Industri umumnya dan produsen etanol khususnya, melalui Asosiasi Spiritus dan Etanol Indonesia (ASENDO), kami sangat berharap pembebasan bea masuk impor etanol menjadi 0% dari Pakistan perlu ditinjau kembali, karena akan merusak ekosistim industri terkait dan melimpahnya produk etanol di dalam negeri, selain mengharapkan jaminan ketersediaan bahan baku yang murah dan efisien sehingga melalui pengaturan ini kami mampu bersaing secara regional,” katanya.
Direktur Marketing MOLI, Bapak Donny Winarno menambahkan pihaknya akan mempertahankan komitmen pada strategi kami untuk menargetkan segmen pasar dengan pertumbuhan tinggi, mempertahankan pangsa pasar lokal dan ekspor, memperluas pasar pada industri yang menggunakan Etanol sebagai bahan baku maupun bahan penolong di dalam dan luar negeri, serta menambah jaringan distribusi di Asia pada umumnya dan ASEAN khususnya. “Total rencana belanja modal untuk tahun 2021 – 2022 dianggarkan sebesar 250 Milyar Rupiah antara lain pembagunan proyek Multi-Feedstock dan juga revitalisasi untuk meningkatkan efisiensi bahan baku dan belanja modal lainnya”, imbuh Direktur Keuangan MOLI, Bapak Jose Tan.
https://www.industry.co.id/
BERITA BIOFUEL
Tempo.co.id | Kamis, 15 Juli 2021
Dukung Penggunaan Biodiesel di Indonesia, Shell Gandeng Lemigas
PT Shell Indonesia bekerja sama dengan Pusat Penelitian & Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) Lemigas dalam mengembangkan penggunaan biodiesel di Indonesia. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah yang ingin mengggunakan biodiesel untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen dari BAU (business as usual) pada tahun 2030. Dalam acara Shell ExpertConnect bertajuk “Penggunaan Biodiesel Sekarang dan Masa Depan”, Direktur Pelumas Shell Indonesia Andri Pratiwa mengatakan bahwa biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. “Untuk itu Shell mendukung agenda Pemerintah Indonesia dalam penggunaan energi yang lebih bersih dan mempersiapkan ketahanan energi,” kata Andri dalam keterangan pers yang diterima Tempo hari ini, Kamis, 15 Juli 2021. Upaya pengurangan emisi GRK dan peningkatan ketahanan energi terus mendorong Pemerintah Indnesia untuk meningkatkan pemanfaatan biodisel. Menurut Peneliti Bahan Bakar Lemigas, Riesta Anggarani, pemerintah sendiri telah menerapkan kebijakan mandatori B30, setelah melihat keberhasilan implementasi program B20. “Program B30 ini memastikan semua BBM jenis minyak solar yang ada di dalam negeri dicampur dengan biodiesel sebesar 30 persen. Sementara program B40 saat ini masih dalam tahap pengkajian baik teknis maupun keekonomian,” kata Riesta. Dalam penerapannya, Shell menganjurkan penggunaan engine oil dengan standar API-CI4 yang terbukti memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi jelaga hasil pembakaran dari bahan bakar B30 atau lebih.
Viva.co.id | Kamis, 15 Juli 2021
Sering Ada di SPBU, Ini Pengertian Biodiesel B30
Saat ini di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU, terlihat spanduk atau pengumuman terkait adanya bahan bakar Biodiesel B30. Bahan bakar minyak atau BBM tersebut disediakan khusus untuk kendaraan bermotor, yang menggunakan mesin diesel sebagai jantung pacunya. Perbedaan biodiesel B30 dengan BBM jenis Solar yang sudah tersedia sejak puluhan tahun lalu, yakni ada pada kandungannya. Biodiesel merupakan jenis BBM yang dihasilkan dari olahan minyak kelapa sawit, dan dicampur ke Solar biasa. Kode B30 menunjukkan seberapa besar komposisinya, yakni 70 persen Solar dan 30 persen biodiesel. “Pemerintah terus mendorong kesuksesan implementasi program B30, khususnya dalam memastikan semua BBM jenis Solar yang ada di dalam negeri dicampur biodiesel 30 persen,” ujar Peneliti Bahan Bakar dari LEMIGAS, Riesta Anggarani saat hadir di acara webinar Shell ExpertConnect 2021, dikutip VIVA Otomotif Kamis 15 Juli 2021. Upaya pemerintah tersebut mendapat dukungan dari PT Shell Indonesia, yang berkontribusi dalam bentuk pengembangan pelumas khusus untuk semua jenis kendaraan yang membutuhkan BBM jenis biodiesel. Direktur Pelumas Shell Indonesia, Andri Pratiwa menjelaskan bahwa biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Sifatnya yang mudah terurai, membuat emisi atau hasil pembakaran menjadi lebih rendah. “Melalui forum Shell ExpertConnect, kami berharap terjadi tukar informasi, pengetahuan dan praktik terbaik untuk mensukseskan implementasi program B30 dan persiapan implementasi mandatori B40,” tuturnya. Sementara itu, Shell Asia Pacific Product App Specialist, Mohammad Rachman Hidayat mengungkapkan bahwa pihaknya menganjurkan penggunaan oli mesin dengan standar API-CI4, yang terbukti memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi jelaga hasil pembakaran dari bahan bakar B30 atau lebih. “API CI-4 memiliki soot handling lebih baik dibandingkan engine oil monograde. Bukti di lapangan juga menunjukkan, penggunaan pelumas mesin standar API-CI4 dapat melindungi piston lebih sempurna,” jelasnya.
Industry.co.id | Kamis, 15 Juli 2021
Penggunaan Biodiesel di Indonesia Sekarang dan Masa Depan
Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan pengembangan dan penggunaan biodiesel sebagai upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dari BAU (business as usual) pada tahun 2030. Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia tersebut, PT Shell Indonesia kembali menggelar acara Shell ExpertConnect dengan topik “Penggunaan Biodiesel Sekarang dan Masa Depan” pada Selasa (13/7). Acara yang merupakan wadah kolaborasi dan forum diskusi tentang topik tren industri saat ini tersebut dibuka oleh Andri Pratiwa, Direktur Pelumas Shell Indonesia dan dihadiri oleh lebih dari 700 pelaku usaha. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Sifatnya yang degradable (mudah terurai) dengan emisi yang lebih rendah dibanding dari emisi hasil pembakaran bahan bakar fosil, menjadikan penggunaan biodiesel dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Indonesia sendiri telah memanfaatkan biodiesel sejak tahun 2008, dan pemanfaatannya secara nasional terus dikembangkan, baik dari segi volume, campuran ataupun jumlah perusahaan yang terlibat dalam bidang ini. Andri Pratiwa dalam sambutannya mengatakan, “Sebagai perusahaan energi dunia, Shell senantiasa mendukung penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, hal ini sejalan dengan strategi global Shell ‘Powering Progress’. Untuk itu Shell berkomitmen untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya mendukung agenda Pemerintah Indonesia dalam penggunaan energi yang lebih bersih dan mempersiapkan ketahanan energi. Melalui forum Shell ExpertConnect ini kami berharap terjadi tukar informasi, pengetahuan dan praktek terbaik untuk mensukseskan implementasi program B30 dan persiapan implementasi mandatori B40.” Hadir sebagai pembicara dalam Shell ExpertConnect kali ini Dr. Riesta Anggarani, Peneliti Bahan Bakar – LEMIGAS, Mohammad Rachman Hidayat, Product Apllication Specialist – Shell Global Commercial Technology, Fahmi Azhari Mukhlis, Deputy GM Quality Assurance Dept. Komatsu Indonesia, dan Devi Ari Suryadi, Service Manager Komatsu Marketing and Support Indonesia.
Perkembangan teknologi mesin, upaya pengurangan emisi GRK dan peningkatan ketahanan energi Indonesia telah mendorong Pemerintah Indonesia meningkatkan pemanfaatan biodiesel. Melihat keberhasilan implementasi program B20, Pemerintah telah menerapkan kebijakan mandatori B30 (campuran 30% biodiesel dan 70% bahan bakar minyak jenis solar) sejak Januari 2020. Dalam pemaparannya, Riesta Anggarani menegaskan,“Pemerintah terus mendorong kesuksesan implementasi program B30, khususnya dalam memastikan semua BBM jenis minyak solar yang ada di dalam negeri dicampur dengan biodiesel sebesar 30%. Sementara untuk program mandatori B40 hingga saat ini masih dalam tahap pengkajian baik teknis maupun keekonomian, sehingga penerapannya diperkirakan tidak akan dalam waktu dekat.” Di kesempatan yang sama, Shell sebagai produsen pelumas dunia berbagi pengetahuan mengenai produk pelumas yang dapat mendukung pemanfaatan bahan bakar B30. Mohammad Rachman Hidayat, Shell Asia Pacific Product App Specialist mengatakan, “Berdasarkan data dan pengalaman, Shell menganjurkan untuk menggunakan engine oil dengan standar API-CI4 yang terbukti memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi jelaga hasil pembakaran dari bahan bakar B30 atau lebih. Hal ini disebabkan API CI-4 memiliki soot handling lebih baik dibandingkan engine oil monograde. Bukti di lapangan juga menunjukkan penggunaan pelumas mesin standar API-CI4 dapat melindungi piston lebih sempurna.” Implementasi mandatori B30 juga dilakukan oleh produsen alat berat Komatsu. Menurut Fahmi Azhari Mukhlis, “Komatsu senantiasa mendukung kebijakan pemerintah termasuk dalam implementasi B30. Untuk itu Komatsu telah mendisain ulang dan memproduksi setiap material dengan komponen yang sesuai (compatible) untuk penggunaan B30 di semua mesin, baik Convention Diesel Engine maupun CRI Diesel Engine.” Devi Ari Suryadi pun menegaskan tentang jaminan kualitas mesin. “Komatsu memberikan jaminan kualitas mesin yang menggunakan bahan bakar biodiesel (B20 hingga B30) dengan standar SNI 7182. Untuk membantu customer dalam pengaplikasian B30, kami memberikan ‘Service Tips’ dan juga menyarankan kepada setiap customer untuk merujuk kepada buku ‘Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Biodiesel dan Campuran Biodiesel’ yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM.” Sementara dalam penutupan kata sambutannya, Andri Pratiwa berharap kolaborasi antara pelaku usaha dan institusi terkait dapat terus berjalan dengan baik, dan semakin banyak forum-forum serupa Shell ExpertConnect digelar sehingga memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha memahami informasi-informasi teknis yang didukung oleh data dalam membantu meningkatkan produktivitas. “Forum-forum diskusi semacam ini dapat membangun kolaborasi, dan juga membantu para pelaku usaha memahami kebijakan-kebijakan Pemerintah yang diwajibkan sehingga dapat mempercepat dan mensukseskan implementasi program pemanfaatan biodiesel di Tanah Air.”
https://www.industry.co.id/
Tempo.co | Kamis, 15 Juli 2021
Dukung Biodiesel, Komatsu Ubah Mesin Alat Beratnya
Produsen alat berat Komatsu akan melakukan penyesuaian mesin dan komponen pada produknya demi mendukung penggunaan biodiesel. Langkah ini sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) lewat penggunaan biodiesel. Deputy GM Quality Assurance Dept. Komatsu Indonesia Fahmi Azhari Mukhlis menjelaskan penyesuaian mesin alat berat ini untuk semua mesin, termasuk Convention Diesel Engine dan CRI Diesel Engine. “Komatsu telah mendesain ulang dan memproduksi setiap material dengan komponen yang sesuai untuk penggunaan B30 di semua mesin diesel,” ujar Fahmi dalam keterangan pers yang diterima Tempo hari ini, Kamis, 15 Juli 2021. Adapun Service Manager Komatsu Marketing and Support Indonesia Devi Ari Suryadi mengatakan Komatsu memberikan jaminan kualitas mesin diesel bahan bakar biodiesel, mulai dari B20 sampai B30 dengan standar SNI 7182. “Kami memberikan service tips dan juga menyarankan kepada setiap customer untuk merujuk kepada buku Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Biodiesel dan Campuran Biodiesel yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM,” ujarnya. Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan pengembangan dan penggunaan biodiesel sebagai upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen dari BAU (business as usual) pada tahun 2030.
Medcom.id | Kamis, 15 Juli 2021
Aplikasi Solar Biosolar Perlu Kerja Sama Semua Pihak
Biosolar merupakan bahan bakar nabati yang menjadi energi alternatif sebagai sumber energi. Sifatnya yang degradable (mudah terurai) dengan emisi yang lebih rendah dibanding dari emisi hasil pembakaran bahan bakar fosil, menjadikan penggunaan biosolar dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Indonesia telah memanfaatkan biosolar sejak tahun 2008, dan pemanfaatannya secara nasional terus dikembangkan, baik dari segi volume, campuran ataupun jumlah perusahaan yang terlibat dalam bidang ini. Pemerintah bahkan telah mengamanatkan pengembangan dan penggunaan biosolar sebagai upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen dari BAU (business as usual) pada tahun 2030. Perkembangan teknologi mesin, upaya pengurangan emisi GRK dan peningkatan ketahanan energi Indonesia telah mendorong Pemerintah Indonesia meningkatkan pemanfaatan biosolar. Melihat keberhasilan implementasi program biosolar 20 persen (B20), Pemerintah telah menerapkan kebijakan mandatori biosolar 30 persen (B30), campuran 30 persen FAME dan 70 persen solar, sejak Januari 2020. “Pemerintah terus mendorong kesuksesan implementasi program B30, khususnya dalam memastikan semua BBM jenis minyak solar yang ada di dalam negeri dicampur dengan Fatty Acid Methyl Esters (FAME) sebesar 30 persen.
Sementara untuk program mandatori B40 hingga saat ini masih dalam tahap pengkajian baik teknis maupun keekonomian, sehingga penerapannya diperkirakan tidak akan dalam waktu dekat,” ungkap Peneliti Bahan Bakar LEMIGAS, Riesta Anggarani, di acara Shell Expert Connect.. Demi kesuksesan program pemerintah dalam memaksimalkan energi alternatif dengan bahan dasar minyak sawit tersebut perlu mendapatkan dukungan dan kerja sama dari semua pihak terkait. Shell sebagai salah satu produsen bahan bakar siap untuk menghadirkan bahan bakar dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. “Shell senantiasa mendukung penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, sejalan dengan strategi global Powering Progress. Untuk itu Shell berkomitmen untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya mendukung agenda Pemerintah Indonesia dalam penggunaan energi yang lebih bersih dan mempersiapkan ketahanan energi,” ungkap Direktur Pelumas Shell Indonesia, Andri Pratiwa, di kesempatan yang sama. Produsen alat berat, Komatsu, mengakui sudah mengaplikasikan biosolar 30 produk-produk mereka. Hal ini menurut mereka menjadi bagian dari dukungan mereka terhadap pemerintah. “Untuk itu Komatsu telah mendesain ulang dan memproduksi setiap material dengan komponen yang sesuai (compatible) untuk penggunaan B30 di semua mesin, baik Convention Diesel Engine maupun CRI Diesel Engine,” Deputy GM Quality Assurance Dept. Komatsu Indonesia, Fahmi Azhari Mukhlis. “Kami memberikan jaminan kualitas mesin yang menggunakan bahan bakar biosolar (B20 hingga B30) dengan standar SNI 7182. Untuk membantu customer dalam pengaplikasian B30, kami memberikan Service Tips dan menyarankan kepada setiap customer untuk merujuk kepada buku Pedoman Penanganan dan Penyimpanan biosolar dan Campuran Biosolar yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM,” tambah Service Manager Komatsu Marketing and Support Indonesia, Devi Ari Suryadi. Shell Asia Pacific Product App Specialist, Mohammad Rachman Hidayat, menjelaskan penggunaan biosolar ini juga membutuhkan pelumas yang tepat. Dia pun merekomendasikan kepada pengguna kendaraan berbahan bakar biosolar untuk menggunakan oli mesin dengan standar API-CI4. “API CI-4 memiliki soot handling lebih baik dibandingkan engine oil monograde. Bukti di lapangan juga menunjukkan penggunaan pelumas mesin standar API-CI4 dapat melindungi piston lebih sempurna,” bebernya.
Wartaekonomi.co.id | Jum’at, 16 Juli 2021
PT Pertamina: Siap Produksi B40 Berbahan Sawit Dengan Syarat…
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan kesiapan pihaknya untuk menaikkan produksi biodiesel dari blending rate 30 persen (B30) menjadi biodiesel 40 persen (B40) sebagaimana target pemerintah. Sesuai dengan hal tersebut, Nicke meminta adanya kepastian keberlanjutan suplai minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Pasalnya, jika memproduksi B40 atau bahkan hingga B100, maka keberlanjutan suplai CPO menjadi hal yang sangat penting. “Kalau mau naikkan B30 jadi B40, kami sangat siap. Tinggal bagaimana sekarang kontinuitas suplai. Oleh karena itu, dengan BUMN lain seperti PTPN, integrasikan dari hulu ke hilir. Kalau terintegrasi, ini akan naikkan keekonomian dan jaminan dari suplai hulu,” kata Nicke. Lebih lanjut Nicke mengatakan, PT Pertamina akan mencoba memproduksi bahan bakar minyak (BBM) berbasis sawit (biofuel) terintegrasi dari hulu sampai hilir. Dia pun menyarankan agar harga CPO untuk biofuel ini tidak perlu mengikuti harga pasar dunia, terutama ketika diproduksi di dalam negeri. “Kita integrasikan dengan PTPN. Terobosan yang harus kita lakukan kalau CPO digunakan bahan baku energi, maka penetapan harganya tidak perlu mengikuti harga pasar CPO dunia. Karena ini produksi kita dan akan diproduksi biofuel di Indonesia,” kata Nicke. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengatakan, ke depan, serapan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) akan terus mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan program biodiesel. Dijelaskan Dadan, program biodiesel sudah dimulai sejak tahun 2006 dan mulai komersial pada tahun 2008. Dimulai dari 2,5 persen, naik menjadi 7,5 persen, 10 persen, 15 persen, 20 persen di tahun 2016 dan tahun 2020 menjadi 30 persen sampai sekarang. “Bahwa di 2019 sebanyak 6,6 juta kiloliter berhasil dicampurkan dengan minyak solar; 2020 8,4 juta kiloliter; tahun ini 9,2 juta kiloliter dalam pemanfaatan B30 dan akan terus naik dengan pertumbuhan konsumsi di masyarakat,” terang Dadan.
Kontan.co.id | Kamis, 15 Juli 2021
Pupuk Kaltim (PKT) tengah kaji pengembangan industri oleokimia
PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) mengembangkan produk olahan dari komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) menjadi berbagai produk oleokimia. Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi, mengatakan dalam rangka melakukan diversifikasi usaha, PKT akan melakukan pengembangan industri oleochemical dan turunannya yang merupakan produk lanjutan dari CPO atau kelapa sawit. “Langkah ini juga menjadi salah satu strategi pengembangan PKT, guna turut memaksimalkan potensi sektor kelapa sawit dan memastikan proses peningkatan nilai tambah dari hilirisasi industri sawit bisa dilakukan sepenuhnya secara in-house di Indonesia,” terang Rahmad dalam rilis yag diterima Kontan.co.id, Kamis (15/7). Diketahui, terdapat berbagai produk Oleokimia turunan CPO, dimulai dari kegunaannya untuk bahan bakar alternatif seperti biodiesel, bahan industri sabun, bahan penghasil busa, bahan pelumas, industri tekstil, kosmetik, hingga minyak goreng dan margarin. Data dari Gabungan pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa ekspor minyak sawit mentah atau CPO mencapai 28,27 juta ton di 2020, sedangkan produk turunan oleokimia yang diekspor hasil produksi dalam negeri tercatat hanya 3,87 juta ton, sehingga dapat dilihat hilirisasi produk CPO dalam negeri masih menyimpan potensi lebih. Sehingga produk oleokimia turunannya akan digencarkan untuk dilakukan di dalam negeri, baik untuk kebutuhan substitusi impor di ranah domestik maupun promosi ekspor. Upaya hilirisasi industri kelapa sawit di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jalur hilirisasi yakni oleopangan, oleokimia dan biofuel.
PKT saat ini tengah melakukan penyusunan kajian untuk membangun pabrik oleokimia yang akan menghasilkan produk turunan berupa fatty acid dengan potensi kapasitas produksi sebesar 100 ribu ton per tahun. Rencana pengembangan fatty acid tersebut menjadi tahap awal bagi PKT untuk melakukan pengembangan produk turunan oleokimia lainnya berbasis fatty acid seperti fatty alcohol dan fatty amine pada tahap selanjutnya. Fatty acid dan fatty alcohol sendiri merupakan bahan baku berbagai produk, seperti sabun dan detergen, plastik, karet, kertas, lubricant, coating, makanan, lilin dan lain-lain. Menurut Asosiasi Oleokimia Indonesia (APOLIN), total kapasitas produksi fatty acid Indonesia mencapai sebesar 5,26 juta metrik ton dan tidak ada pertumbuhan signifikan dari 2017-2020. Potensi dari industri oleokimia yang tengah dikaji oleh PKT ini juga turut diperkuat dengan kepemilikan berbagai fasilitas pendukung yang saat ini telah dimiliki oleh perusahaan, seperti lokasi pabrik yang berdekatan dengan sumber bahan baku CPO, tersedianya utilitas termasuk hydrogen, serta dermaga dengan draught, sehingga dapat memasok bahan baku dan ekspor produk dengan kapasitas kapal yang cukup besar.
https://industri.kontan.co.id/