Simak Kinerja Emiten CPO di Tengah Tren Permintaan Biodiesel

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

 

Kontan.co.id | Kamis, 30 Mei 2024

 

Simak Kinerja Emiten CPO di Tengah Tren Permintaan Biodiesel

Tren permintaan biodiesel yang meningkat diperkirakan bisa mengerek kinerja emiten minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO).  Permintaan akan CPO untuk biodiesel ini menjadi perbincangan lantaran Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka merencanakan program biodiesel B50 atau bauran Solar dengan 50% minyak sawit bisa tercapai pada 2029.  Di tahun 2024, rencana biodiesel B40 akan dilakukan sebagai kelanjutan B35 di tahun sebelumnya. Sayangnya, kondisi ini belum berdampak secara signifikan lantaran masih banyak emiten CPO yang tidak mengolah langsung hasil ekstraksi CPO menjadi bahan utama biodiesel. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) menjelaskan, produk CPO SGRO dijual ke pembeli yang beberapa di antaranya mempunyai integrated refinery. Sehingga, tidak menutup kemungkinan beberapa dari pembeli yang melakukan proses refinery bukan hanya untuk menjadi biodiesel, tetapi ke produk-produk lainnya.  Head of Investor Relation Sampoerna Agro, Stefanus Darmagiri mengatakan, kemungkinan olahan produk refinery hasil olahan untuk kemudian diekspor juga sangat tinggi. “Pada saat ini, Perseroan masih berfokus pada penjualan produk hulu, seperti CPO dan palm kernel (PK). Seluruh penjualan CPO SGRO difokuskan untuk pasar domestik,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/5). PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) juga masih berfokus pada upstream sawit yang sebagian besar memproduksi CPO.  “Penjualan TAPG juga masih berfokus pada perusahaan refinery domestik, sehingga hingga saat ini kita tidak memiliki porsi penjualan khusus untuk biodiesel,” ujar Sekretaris Perusahaan TAPG Joni Tjeng kepada Kontan, Rabu (29/5). PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menerapkan kebijakan opportunistic sales. Presiden Direktur AALI, Santosa mengatakan, Perseroan tidak punya target atau alokasi penjualan produk CPO maupun turunannya untuk kategori tertentu.  “Kami hanya menjual sesuai harga terbaik dari trade harian,” ungkapnya kepada Kontan, Rabu (29/5). Di sisi lain, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) fokus pada bisnis biodiesel di tahun ini lewat pengolahan CPO menjadi segmen fatty acid methyl ester (FAME). Melansir laporan keuangan, segmen FAME berkontribusi Rp 758,57 miliar ke penjualan JARR di kuartal I 2024 sebesar Rp 826,99 miliar di kuartal I 2024. Sebesar 47% penjualan di kuartal I 2024 atau setara Rp 385,69 miliar dilakukan JARR kepada PT Pertamina Patra Niaga di kuartal I 2024. JARR dan Pertamina Patra Niaga sudah melakukan penandatanganan kontrak pengadaan biodiesel atau FAME pada 11 Januari 2024 lalu. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan, permintaan B35 dan B40 bisa berdampak positif bagi emiten sawit. Sebab, kedua program tersebut bisa meningkatkan permintaan atas produk sawit.  “Adanya penurunan produksi CPO dan TBS bisa membuat harga CPO naik dan emiten sawit akan diuntungkan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/5). Diketahui, produksi TBS dan CPO tengah mengalami penurunan. Misalnya saja, produksi TBS SGRO turun 3% secara tahunan alias year on year (YoY) dan turun 22% secara kuartalan ke 382.000 ton. Di sisi lain, tensi geopolitik yang masih panas juga bisa meningkatkan biaya operasional emiten sawit, mengingat harga pupuk akan terdampak dari kondisi ini. Namun, emiten CPO di tahun 2024 masih prospektif. Hal ini dorong oleh perkiraan adanya La Nina pada semester II 2024. “Pelarangan Uni Eropa (UE) untuk impor produk sawit tak terlalu berpengaruh, mengingat lebih banyak penjualan emiten CPO untuk kebutuhan domestik,” paparnya. Sayangnya, Azis masih merekomendasikan wait and see untuk emiten CPO lantaran pergerakan sahamnya tengah turun. “Jika ada teknikal rebound, investor bisa akumulasi beli,” ungkapnya. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama melihat, permintaan B35 dan B40 seharusnya bisa turut memberikan katalis positif untuk meningkatkan penjualan emiten CPO. Sayangnya, masalah pergerakan harga CPO masih bergantung dari permintaan dan penawaran di pasar global. Akibatnya harga rerata penjualan alias average selling price (ASP) CPO masih fluktuatif. “Dengan situasi geopolitik yang masih panas, kemungkinan harga CPO bisa kuat. Apalagi jika ada permintaan juga akan energi substitusi dari minyak bumi,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/5). Kebijakan larangan impor produk CPO dari UE juga menjadi penghalang bagi potensi ekspor produk CPO Tanah Air. Solusinya, adalah menggunakan diplomasi ekonomi agar UE mencabut larangan tersebut. “Kebijakan UE itu berpotensi menimbulkan perang dagang, karena pasokan yang terbatas dan melimpah di saat yang bersamaan,” paparnya. Nafan pun merekomendasikan accumulative buy untuk AALI dengan target harga terdekat Rp 6.300 per saham. Rekomendasi hold juga diberikan untuk LSIP dengan target harga Rp 810 per saham.

https://investasi.kontan.co.id/news/simak-kinerja-emiten-cpo-di-tengah-tren-permintaan-biodiesel

Antaranews.com | Kamis, 30 Mei 2024

 

LEMIGAS uji penggunaan biodiesel B40 untuk alat dan mesin pertanian

 

LEMIGAS Kementerian ESDM melakukan uji penggunaan bahan bakar minyak solar, yang dicampur 40 persen bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel B40 untuk alat dan mesin pertanian (alsintan). Kepala LEMIGAS Kementerian ESDM Mustafid Gunawan mengatakan proses uji cold startability itu bertujuan untuk menguji mampu nyala diesel penggerak traktor setelah didiamkan (soaking) pada temperatur rendah. “Selama pengujian selama enam bulan yakni sejak 27 Mei sampai 27 November 2024, setiap hari bakal dilakukan monitoring terhadap temperatur lingkungan, kelembaban lingkungan, temperatur bahan bakar, dan temperatur oli,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Menurut dia, LEMIGAS berperan sebagai pelaksana uji yang dikoordinatori oleh Direktorat Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM serta pendanaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) . Untuk lebih memastikan kinerja B40 pada alsintan, lanjut Mustafid, LEMIGAS bersama PT Yanmar Diesel Indonesia, PT Kubota Indonesia, dan PT Tri Ratna Diesel Indonesia, yang berkontribusi dalam mesin uji, serta PT Pertamina (Persero) dan Aprobi, yang berkontribusi dalam penyediaan bahan bakar, melakukan uji cold startability, sehingga masyarakat nantinya dapat merasakan performa yang maksimal dari B40. Pengujian tersebut dilakukan menggunakan 10 unit mesin diesel penggerak traktor dari dua merek yang umum di pasaran. Mustafid juga menjelaskan dalam uji cold startability, seluruh mesin traktor yang akan diuji tangkinya dikosongkan terlebih dahulu, lalu diisikan bahan bakar B40. Setelah tangki terisi bahan bakar B40, mesin lalu dinyalakan selama 30 menit dan kemudian dilakukan hot startability sebelum di-soaking. “Tahapan selanjutnya dilakukan soaking. Pada tahap ini mesin traktor dikelompokkan dan didiamkan selama enam bulan. Dilakukan pengecekan temperatur bahan bakar dan oli secara berkala,” sebutnya. Setelah melalui tahap soaking, selanjutnya tahap starting dengan penyalaan mesin secara paralel dan waktu penyalaan diukur dengan stopwatch. “Setiap pengujian cold startability dilaksanakan, akan disaksikan secara bersama-sama oleh semua stakeholder, agar keterbukaan dan keberterimaan hasil uji tetap terjaga untuk menumbuhkan keyakinan akan kredibilitas mutu pengujian,” ujar Mustafid.

https://www.antaranews.com/berita/4128267/lemigasuji-penggunaan-biodiesel-b40-untuk-alat-dan-mesin-pertanian

CNBCIndonesia.com | Kamis, 30 Mei 2024

 

Tahun Depan RI Bakal Punya BBM Baru, Dicampur Etanol 10%

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan akan meningkatkan penggunaan bioetanol untuk campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 10% pada 2025 mendatang. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah mengurangi impor BBM.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan saat ini Pertamina telah mengimplementasikan campuran antara BBM dengan bioetanol sebanyak 5% (E5) yang menghasilkan produk Pertamax Green 95. “Kementerian ESDM sudah punya regulasi. E5 itu sudah sekarang. Nanti E10 pun sudah 2025. Tetapi belum ada yang berjalan kan selama ini. Jadi industri kita tuh gak ngejar. Regulasi sudah well done tetapi etanol itu justru potensi kita mengurangi BBM impor itu sangat besar,” kata Eniya usai acara Green Economic Forum 2024 dikutip, Kamis (30/5/2024). Menurut Eniya, selain dapat menekan impor BBM, pencampuran BBM dan etanol dapat meningkatkan performa mesin menjadi lebih maksimal. Ini berbeda dengan bahan bakar biodiesel yang memberikan dampak signifikan terhadap komponen mesin. “Kalau biodiesel bisa menggelembung, bisa kerak, bisa pengendapan. Sehingga ganti filternya cepat. Kalau ini justru menambah oktan. Nah malah lebih bagus. Cuman problemnya satu cukai,” kata Eniya. Namun demikian, ia membeberkan bahwa pemerintah telah sepakat untuk menghilangkan pungutan bea cukai untuk etanol fuel grade yang akan digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM). “Cukai tadi disepakati memang regulasinya sudah memungkinkan untuk cukai itu tidak perlu dibayarkan. Memang sudah ada. Tadi penjelasan dari Kementerian Keuangan sudah clear. Bahwa cukai itu memang tidak ada, tetapi izinnya, izin berusaha untuk bioetanol menjadi bahan bakar itu yang perlu disinergikan. Jadi perlu dilakukan satu perizinan baru,” katanya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240530114927-4-542412/tahun-depan-ri-bakal-punya-bbm-baru-dicampur-etanol-10

Harian Kontan | Kamis, 30 Mei 2024

 

Menggagas Avtur dari Minyak Jelantah

Menteri Koordinator Bidang Kemari! iman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memimpin rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, pada Rabu (29/5). Rencananya, avtur berkelanjutan yang dikembangkan dalam SAF adalah bahan bakar pesawat dari minyak jelantah atau used rooking oil. “Hal ini ternyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura,” ujar Luhut dalam keterangannya, Rabu (29/5). Di samping itu, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah setiap tahun, di mana 95% diekspor ke beberapa negara. Berdasarkan data The International Air Transport Association (IATA), Indonesia diprediksi menjadi pasar aviasi terbesar keempat dunia dalam beberapa dekade ke depan. Dengan asumsi kebutuhan bahan bakar ini mencapai 7.500 ton liter hingga 2030. Pertamina sudah menguji coba SAF untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B. “Ini membuktikan produk mereka layak digunakan pada pesawat komersial,” ucap Luhut. Yang tak kalah penting adalah penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang biofuel Pertamina.

Rakyat Merdeka | Kamis, 30 Mei 2024

 

Pemerintah Bakal Dapat Cuan Rp 12 T (Sulap Minyak Jelantah Jadi Avtur)

 

Pemerintah berencana menyulap minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat atau avtur.

 HAL ini disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Jakarta, Rabu (29,5,2024). Luhut mengatakan, pemanfaatan minyak lelantah sebagai avtur sudah dilakukan di negara lain. Langkah ini dinilai ramah lingkungan karena memanfaatkan minyak bekas dan juga lebih rendah emisi dibandingkan bahan bakar fosil. “Hal ini temyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura/\’ ujar Luhut. Eks Menko Polhukam ini men-jelaskan, selain di negara lain sudah dilakukan. Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya. Sebanyak 95 persen di antaranya diekspor ke beberapa negara. Apalagi, berdasarkan data The International Air Transport Association (IATA), Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan. Dengan semakin berkembangnya industri aviasi, dibutuhkan produksi avtur yang besar. Menurut Luhut, kebutuhan ba- han bakar pesawat di Indonesia diasumsikan mencapai 7.500 ton liter hingga 2030. Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B. “Ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil,\’1 tuturnya. Selain memenuhi kebutuhan industri, SAF juga menciptakan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina.

 Dia mengestimasikan penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya. Kemudian, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN”. “Seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Untuk itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting,” jelasnya. Berdasarkan berbagai data dan kajian, Luhut menyimpulkan SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah ling- kungan di Indonesia. Dengan begitu, upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global. “Saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita launching selambatnya pada Bali Air Show, September mendatang,” ungkapnya. Peneliti energi dari UNSW Svdnev Dennv Gunawan pernah mengungkapkan, mengubah minyak jelantah jadi avtur merupakan solusi paling ekonomis untuk mengurangi emisi sektor penerbangan dalamjangka pendek. Sebab, penggunaan bahan bakar ini tak memerlukan infrastruktur baru maupun penggantian mesin pesawat terbang. Dengan begitu, maskapai penerbangan tidak perlu merombak model bisnisnya. \’Tak hanya berkontribusi meredam dampak lingkungan sektor penerbangan, pengembangan bahan bakar ini juga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi hijau serta penciptaan lapangan kerja baru,” tuturnya. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) telah meluncurkan Pertamina SAF, yaitu bahan bakar aviasi dengan campuran kandungan energi terbarukan pada Oktober 2023. Peluncuran Pertamina SAF merupakan misi kolaboratif antara perusahaan pelat merah tersebut dengan penerbangan komersial Garuda Indonesia.