Solusi Energi Terbarukan, Senyawa Kimia ini Ubah Cahaya Jadi Listrik
Kompas | Rabu, 15 April 2020
Dampak energi dari bahan bakar fosil semakin nyata dalam memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Sumber energi terbarukan terus dieksplorasi, seperti yang baru-baru ini dilakukan sejumlah peneliti. Para peneliti di West Virginia University menemukan senyawa kimia baru yang diklaim dapat menjadi sumber energi terbarukan di masa depan. Senyawa ini disebut fotosensitizer, seperti dilansir dari Science Daily, Selasa (14/4/2020), energi yang dihasilkan senyawa kimia ini dapat digunakan untuk menerangi jalan. Fotosensitizer berarti mendorong reaksi kimia dengan adanya cahaya. Ini memiliki potensi untuk diaplikasikan ke berbagai hal. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi teknologi modern mulai dari panel surya penghasil listrik hingga ponsel. Penelitian yang diterbitkan pada 16 Maret 2020 di Nature Chemistry ini dilakukan peneliti di laboratorium, asisten profesor kimia, Carsten Milsmann. Teknologi tersebut saat ini bergantung pada logam mulia, seperti iridium dan ruthenium. Namun, ketersediaan bahan-bahan ini masih terbatas di dunia, sehingga menjadikan energi ini sulit diakses dan mahal. “Kami memperhatikan ada beberapa upaya dalam mempelajari logam yang lebih banyak, titanium dan zirkonium karena zat ini sering tidak mudah untuk diolah,” kata Milsmann.
Dia menambahkan logam mulia selalu menjadi elemen pilihan karena sifat kimianya yang menguntungkan dan membuatnya lebih mudah untuk digunakan dan dipelajari. “Oleh karena ituk kami berharap untuk mengubahnya (mencari sumber zat kimia lain),” sambung Milsmann. Senyawa kimia untuk membuat energi terbarukan ini, Milsmann menggunakan zirkonium, yang jauh lebih banyak dan lebih mudah diperoleh. Sehingga, menjadikan zirkonium sebagai pilihan bahan berkelanjutan dan menghemat biaya. Senyawa ini juga dinilai stabil dalam berbagai kondisi, seperti udara, air hingga perubahan suhu, sehingga mudah digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan. Senyawa ini dapat mengubah cahaya menjadi energi listrik. Peneliti meyakini senyawa ini dapat digunakan dalam pembuatan panel surya yang lebih efisien. Panel surya, kata peneliti, biasanya dibuat menggunakan silikon dan membutuhkan batas cahaya minimum untuk mengumpulkan dan menyimpan energi. Alih-alih menggunakan silikon, para peneliti telah lama mengeksplorasi alternatif perangkat yang peka terhadap zat warna. Di mana molekul berwarna akan mengumpulkan cahaya dan bekerja dalam kondisi cahaya rendah. Sebagai manfaat tambahan, ini juga memungkinkan produksi komponen semitransparan.
Sampai saat ini, pewarna yang diperlukan sangat bergantung pada rutenium yang merupakan senyawa logam mulia. Sementara senyawa baru yang ditemukan Milsmann ini berpotensi menggantikan senyawa ruthenium di masa depan. “Masalah dengan sebagian besar panel surya adalah mereka tidak bekerja dengan baik pada hari berawan. Mereka cukup efisien, murah dan memiliki umur panjang, tetapi mereka membutuhkan kondisi cahaya yang intens untuk berfungsi secara efisien,” kata Milsmann. Energi untuk berbagai komponen Milsmann menjelaskan salah satu caranya adalah dengan membuat versi yang peka terhadap zat warna, di mana senyawa berwarna akan menyerap cahaya untuk menghasilkan listrik dalam kondisi cuaca apa pun. “Di masa depan, kita dapat merancang bangunan yang menghasilkan energi, pada dasarnya membuat fasad bangunan Anda, termasuk semua bagiannya, seperti jendela, menjadi pembangkit listrik,” jelas Milsmann.
Pada flipside, senyawa ini juga dapat digunakan dalam dioda pemancar cahaya organik. Senyawa ini mengubah energi listrik menjadi cahaya, yang pada dasarnya membalik fungsi panel surya. Karakteristik ini menjadikan komputer sumber cahaya potensial untuk menghasilkan layar ponsel yang lebih efisien. “Banyak tampilan ponsel yang mengandung iridium, senyawa logam berharga lainnya yang melakukan persis apa yang dilakukan senyawa kami,” kata Milsmann. Mislmann menambahkan keuntungan memiliki dioda pemancar cahaya adalah sebagian besar energinya dapat diubah menjadi cahaya. Di masa lalu, sumber cahaya tidak efisien karena mereka hanya mengubah sebagian kecil dari energi yang mereka terima menjadi cahaya. Selanjutnya, peneliti membuat senyawa tersebut dapat larut dalam air, sehingga berpotensi untuk digunakan dalam aplikasi biomedis. Seperti untuk terapi fotodinamik bagi pasien kanker. “Senyawa ini dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif yang menyebabkan kematian sel. Kedengarannya sangat berbahaya, tetapi karena reaksi hanya terjadi selama paparan radiasi dengan cahaya, lokasi dan durasinya dapat dikontrol dengan ketat,” jelas Milsmann. Penelitian ini, kata Milsmann, diharapkan dapat menjadi dasar untuk dapat diaplikasikan ke berbagai hal. Menurut dia, dengan memahami cara kerja senyawa baru yang dikembangkannya itu, akan membantu orang yang ingin memajukan teknologi untuk mencari sumber energi terbarukan di masa depan.