Sumbar Kini Punya Pabrik Minyak Goreng dan Biodiesel, Lokasinya di Teluk Bayur
Radarsumbar.com | Sabtu, 9 Maret 2024
Sumbar Kini Punya Pabrik Minyak Goreng dan Biodiesel, Lokasinya di Teluk Bayur
Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi menyambut baik tuntasnya pembangunan pabrik minyak goreng dan biodiesel di kawasan Teluk Bayur, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang. “Kami sangat menyambut baik berdirinya pabrik untuk pengolahan minyak goreng ini di Sumbar. Selain nanti akan menjamin pasokan kebutuhan minyak nabati masyarakat, pembukaan pabrik ini tentu juga akan menyerap tenaga kerja kita di Sumbar,” kata Mahyeldi. Selain itu, kata Mahyeldi, Apical Group merupakan salah satu perusahaan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Aksi Bersih Negeri di HPSN 2024, Gubernur Apresiasi ‘Nabuang Sarok’ Semen Padang Kampanye “Nyatakan Silaturahmi dengan Freedom Internet” di Bulan Ramadan oleh IM3 Ia mengaku sangat bersyukur Apical Group memilih Sumbar untuk lokasi pembangunan pabrik, terutama sekali untuk pengolahan biodiesel yang sebelumnya tidak pernah ada di provinsi tersebut. “Sebelumnya, tidak ada pabrik pengolahan biodiesel di Sumbar, oleh karena itu pengembangan ini perlu kami dorong, karena juga akan memenuhi kebutuhan harian di Sumbar,” katanya lagi. Pimpinan PT Padang Raya Cakrawala (Apical Group), Gunawan Sumargo menyampaikan, bahwa saat ini proses pembangunan pabrik di kawasan Pelindo Teluk Bayur telah selesai dilakukan. Ia berharap, kehadiran pabrik tersebut nantinya turut menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap minyak goreng dan biodiesel. Aksi Bersih Negeri di HPSN 2024, Gubernur Apresiasi ‘Nabuang Sarok’ Semen Padang Kampanye “Nyatakan Silaturahmi dengan Freedom Internet” di Bulan Ramadan oleh IM3 “Berikutnya kami dari Apical Group menunggu arahan dan informasi terkait pengembangan kawasan, karena lahan di Teluk Bayur cukup terbatas. Nanti kalau ada pengembangan reklamasi, kami siap untuk mempertimbangkan pengembangan usaha,” tuturnya.
Sawitindonesia.com | Sabtu, 9 Maret 2024
APKASINDO: Program Biodiesel Akan Berhenti di B50, Ini Tiga Alasannya
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menyambut baik program mandatori biodiesel campuran 40 persen (B40). Namun, APKASINDO memproyeksikan Indonesia akan berhenti di B50 karena ada tiga ganjalannya dan jika tidak ada upaya peningkatan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di sektor hulu. Ketua Umum DPP APKASINDO Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO.,C.IMA menjelaskan ketersediaan CPO untuk B40 masih cukup. Namun ketika di naikkan ke B50 maka semua produk CPO Indonesia (2023, misalnya 48 juta ton) akan habis untuk kebutuhan domestik seperti Pangan, Oleokimia, medis dan Biodisel B50 tadi, itupun dengan asumsi bahwa kebutuhan sektor pangan domestik tidak naik. “Kalau kita maju terus dari B40 kita akan stop pada B50. Karena akan deficit 1,24 juta ton CPO jika patokan kita ke volume CPO tujuan ekspor tahun 2023 lalu sebesar 2,04 juta ton (outlook GAPKI, 2023), sehingga jika B50 akan engga ada lagi ekspor CPO kita. Dan akan semakin berkurang ekspor Indonesia kedepannya dalam bentuk refining product, biodiesel, palm kernel, karena program Biodisel Indonesia dalam bentuk mandatory, artinya semua stakeholder sawit wajib dukung. Kalau engga ekspor kita engga ada devisa negara. Ini berbahaya. Kalau ini terjadi, sudah kami diskusikan dengan berbagai pakar dan kita simulasikan, kebutuhan sekian juta ton untuk B50 kita akan minus,” ujar Gulat dalam diskusi yang diselenggarakan di sela-sela event Gaikindo Commercial VEHICLE EXPO 2024 yang juga bekerjasama dengan Majalah Sawit Indonesia bertajuk “Rencana Penerapan B40: Manfaat dan Tantangan” di Jakarta Convention Center, Jumat (8/3/2024). Gulat mengungkapkan program B35 menyerap 13,15 juta kiloliter CPO. Ke depannya, kata dia, kebutuhan CPO untuk dalam negeri dan dunia pasti akan terus bertambah. Namun, di saat bersamaan, produksi sawit nasional semakin menurun akibat tanaman tua, kebun sawit rakyat tidak produktif dan terganggunya target PSR oleh beban regulasi yang negatif terhadap target. Jadi wajar saja Bill Gates mengambil posisi Indonesia yang sedang terlena ini melalui minyak nabati rekayasa teknologi yang mirip dengan minyak nabati sawit, yang disebut dengan nama C-16. Meskipun C16 hanya menyerupai tapi patut menjadi ancaman bagi Indonesia sebagai produsen CPO tersebesar yang sedang terlena. Hal ini semakin diperparah dengan ancaman Pasal 110B turunan UUCK yang tertuang dalam PP 24 tahun 2021 sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021 dan aturan LHK Lainnya. Menurut aturan tersebut tidak memberikan kesempatan replanting (hanya 1 daur) yang terkena pasal 110-B yang potensi luasnya menurut perhitungan kami dari sumber data SK Datin KLHK (1-14) seluas 2,8juta ha dari 3,4 juta ha yang diklim KLHK dalam kawasan hutan tidak berhutan. “Dan akibat kehilangan 2,8 jt ha ini, maka 5-10 tahun ke depan Indonesia akan kehilangan 12,062 juta ton CPO per tahun dan Rp131 Triliun per tahun, belum lagi dampak sosial, ekonomi, kamtibmas, sebagai akibat Pasal 110B tadi,” jelas Gulat. Jikapun yang terkenan Pasal 110-B tersebut dipaksakan, emang dari mana uang negara untuk menghutankannya kembali 2,8 juta hektar ?, yang saat ini sudah ikrah saja masih belum ada yang dihutankan kembali sesuai putusan hakim, padahal sudah puluhan tahun lalu diptuskan pengadilan, ujar Gulat yang juga Ketua Bravo-5 relawan Jokowi. Untuk itu, Gulat berharap agar pemerintah melalui kementerian terkait untuk segera berbenah mempermudah petani sawit, terkhusus petani swadaya yang luasnya mencapai 93% dari total luas perkebunan rakyat 6,87 juta hektar untuk ikut program peremajaan sawit rakyat (PSR). Sebab, kata dia, produktivitas sawit Indonesia rendah dominannya diakibatkan rendahnya produktivitas kebun sawit rakyat yang masih 25-30% dari potensinya. “Tanaman sebelum PSR itu, produktivitas CPO nya hanya 1,8-3 ton per hektar per tahun. Tapi setelah PSR menurut data petani yang sudah berhasil PSR akan mencapai 8-9 ton per ha per tahun. Kalau ini kita simulasikan dimana 75% saja kebun sawit rakyat ikut PSR, akan ketemulah produksi petani 60 juta ton/tahun. kalau digabung dengan produksi CPO perusahaan sudah diatas 100 juta ton,” jelasnya. “Kalau Pak Menko Luhut menargetkan produktivitas sawit 100 juta ton pada 2045, saya bilang tidak perlu menunggu 2045 (21 tahun lagi), selama 10 tahun ke depan kami petani sawit bisa capai target Pak Luhut tersebut, asal petani bisa PSR dengan segala kemudahan dan pertolongan regulasi,” lanjut Gulat dengan nada hormat. Saat ini ada 37 Kementerian dan Lembaga yang ikut campur dan masing-masing ambil peran dalam sektor hulu-hilir sawit, sehingga semua menjadi ruwet, ribet dan stagnan. “Dengan kondisi memprihatinkan ini, kami sudah melihat terang resolusinya secara terstruktur dan terukur, tinggal menunggu di uji saja secara ilmiah di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia dalam waktu dekat, papar Gulat. Ada tiga ganjalannya mengapa kita harus berhenti di B50, pertama adalah produktivitas sawit semakin menurun karena Program PSR tergolong gagal target, kedua regulasi yang justru mengurangi produksi CPO nasional, ketiga adalah banyaknya K/L yang mengurusi sawit yang berdampak negatif. Semoga dengan ditemukannya model resolusi sawit Indonesia oleh Program Doktor Ilmu Hukum UI, bisa memperbaiki tatakelola sawit Indonesia kedepannya,” pungkas Gulat diakhir presentasinya.
https://sawitindonesia.com/
Rakyat Merdeka | Sabtu, 9 Maret 2024
Pemerintah Pede Bisa Swasembada Energi
Indonesia Punya Banyak EBT. PEMERINTAH terus mengejar target menjadikan Indonesia sebagai negara berswasembada energi. Transisi energi meniadi upaya untuk mencapai cita-cita negara maju pada 2045. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, kebijakan transisi energi di Indonesia bukan sekadar menurunkan emisi karbon sebagai antisipasi perubahan iklim. “Ciri negara maju adalah penggunaan energi bersih yang berasal dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Indonesia beruntung karena memiliki be- ragam sumber EBT, mulai sinar matahari, air. angin, bio energi dan energi laut,” kata Dadan saat Rembuk Nasional Transisi Enersi. seperti dikutip Kamis (7,5/2024). Menurut Dadan, Indonesia lebih beruntung lagi karena beragam sumber EBT tersebar di berbagai daerah. Alhasil sebaran itu bisa diandalkan untuk mendukung ketahanan energi nasional dan mencapai target bauran EBT. “Kita terus menggali potensi sumber EBT yang lain. Sebab, tidak bisa mengandalkan hanya satu sumber EBT dalam melaku- kan transisi energi,” ucap Dadan. Menurutnya, pengembangan EBT hanya salah satu dari pilar utama Transisi Energi di Indonesia. Pilar lainnya, yakni praktik rendah karbon, elektrifikasi serta efisiensi energi dan penggunaan Carbon Capture Storage dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS CCUS). CCS CCUS merupakan teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon, sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Penggunaannya akan diimplementasikan dalam ekstraksi batu bara, minyak, gas, serta Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dalam acara yang sama. Deputi Menteri Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera mengatakan, terobosan lain untuk mewujudkan energi bersih. Pemerintah, kata Dida, sedang mengkaji pemanfaatan buah kelapa sebagai sumber bahan bakar nabati. \'”Penggunaan buah kelapa ini tidak akan mengganggu sumber pangan masyarakat. Karena kelapa yang digunakan tidak layak konsumsi,” ujarnya. Dida memperkirakan, pasokan kelapa tidak layak konsumsi cukup banyak. Dan satu pohon kelapa ada sekitar 20-30 persen buah kelapa yang tidak layak dikonsumsi. Pemanfaatan buah kelapa sebagai sumber bahan bakar nabati juga bagian program hilinsasi yang dicanangkan Presiden Jokowi. Jika buah kelapa ini benar-benar bisa dimanfaatkan, akan menambah potensi sumber energi yang ramah lingkungan di masa depan. Pada 2023, Indonesia berhasil mencapai porsi energi terbarukan sebesar 14 persen. Namun demikian, potensi pemanfaatan energi baru terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik masih sangat besar. Dan potensi tenaga listrik sebesar 3.686 gigawatt (G\V), pemanfaatan EBT baru mencapai 12.557 megawatt (MW) dimana bioenergi berkontribusi sebesar 3.086 MW. Dia mengatakan, menurut data Kementerian ESDM 2024, pada 2023 realisasi pemanfaatan biodiesel domestik sebesar 12,2 juta kilo liter, melampaui angka yang semula ditargetkan pada 10,65 juta kilo liter. Pada tahun ini. Pemerintah menargetkan realisasi sebesar 12,5 juta kilo liter. “Peningkatan pemanfaatan biodiesel secara konsisten di- harapkan dapat mencapai target enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pemanfaatan biodiesel sebesar 18 juta kilo liter pada 2030,” jelas Dida. Lebih lanjut mengenai transisi energi. Pemerintah akan terus memanfaatkan Sustainable Aviation Fuel atau bioavtur berkelanjutan berbasis bahan bakar nabati, terutama bioa\tur dengan campuran minyak kelapa sawit. Pemerintah juga terus mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari sisi suplai maupun SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum).