Tak Hanya Mobil Listrik, Bahan Bakar Nabati Juga Penting Turunkan Emisi

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kompas.com | Minggu, 26 September 2021

Tak Hanya Mobil Listrik, Bahan Bakar Nabati Juga Penting Turunkan Emisi

Bahan bakar nabati (BBN) dan hidrogen berperan penting untuk mencapai dekarbonisasi menyeluruh di sektor transportasi. Kesimpulan tersebut merupakan hasil kajian dari Essential Services Reform (IESR) berjudul Deep decarbonization of Indonesia’s energy system. Kendaraan listrik yang bersumber pada energi terbarukan akan mendominasi pada 2050 terutama untuk kendaraan penumpang. Sedangkan penggunaan BBN dan hidrogen akan beralih ke sektor transportasi yang tidak dapat dielektrifikasi seperti kendaraan berat. Spesialis Bahan Bakar Bersih IESR Julius Adiatma menjelaskan bahwa dalam jangka pendek, hidrogen berpotensi untuk mulai digunakan di sektor industri sambil melihat perkembangan keekonomian dari hidrogen. “Sementara untuk sektor transportasi darat, kendaraan listrik berbasis baterai merupakan opsi yang paling tepat,” kata Julius pada hari keempat Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021, Kamis (23/09/2021). Menurutnya, kendaraan listrik memiliki efisiensinya yang lebih tinggi, harga yang terus menurun, teknologi yang juga semakin meningkat. Secara ekonomi, dia berpendapat bahwa BBN terutama biodiesel akan memainkan peran yang cukup besar di Indonesia. Faktor tersebut salah satunya adalah karena tersedianya sumber daya hayati untuk memproduksi BBN. “Sayangnya, saat ini BBN terfokus pada minyak kelapa sawit (biodiesel). Sedangkan lahan yang tersedia untuk mengembangkan lahan sawit semakin sedikit,” ujar Julian dalam acara yang digelar oleh Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan IESR tersebut. “Maka kita harus mencari jalan lain untuk memproduksi BBN selain kelapa sawit misalnya dari limbah atau tanaman lain,” sambung Julian. Merujuk pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Outlook Energy 2021, Peneliti BRIN Eniya Listiani Dewi mengemukakan bahwa pengembangan kendaraan listrik yang disertai dengan pemanfaatan energi terbarukan dapat secara efektif menurunkan emisi karbon. “Kami meminta PLN untuk memperbanyak penetrasi energi baru terbarukan. Kalau kendaraan elektrik jarak tempuhnya terbatas, kita perpanjang menggunakan bahan bakar hidrogen,” ujar Eniya. Menurut Eniya, teknologi pengembangan bahan bakar hidrogen hijau dengan konsep elektrolisis dari kombinasi PLTS atau turbin angin dapat menjadikannya sebagai penyimpan energi. “Saat ini sedang dilaksanakan studi (elektrolisa-red) PLTS Apung Cirata. Nantinya kelebihan energi dari PLTS tersebut akan direkomendasikan untuk proses elektrolisa air dan memproduksi gas hidrogen,” tutur Eniya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/09/26/100000270/tak-hanya-mobil-listrik-bahan-bakar-nabati-juga-penting-turunkan-emisi?page=all#page3

Tribunnews.com | Sabtu, 25 September 2021

Penggunaan BBN Dari Minyak Sawit di Indonesia Sangat Besar, Tapi Lahan Kelapa Sawit Semakin Sedikit

Kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul Deep decarbonization of Indonesia’s energy system menunjukkan bahwa bahan bakar nabati (BBN) dan hidrogen berperan dalam dekarbonisasi menyeluruh sektor transportasi.  Dominasi kendaraan listrik yang memakai listrik bersumber pada energi terbarukan akan mutlak pada 2050. Terutama untuk kendaraan penumpang, sedangkan penggunaan BBN dan hidrogen akan beralih ke sektor transportasi yang tidak dapat dielektrifikasi seperti kendaraan berat. Spesialis Bahan Bakar Bersih IESR, Julius Adiatma, menjelaskan dalam jangka pendek, hidrogen berpotensi untuk mulai digunakan di sektor industri sambil melihat perkembangan keekonomian dari hidrogen. “Sementara untuk sektor transportasi darat, kendaraan listrik berbasis baterai merupakan opsi yang paling tepat karena efisiensinya yang lebih tinggi dibanding opsi lain, harganya yang terus menurun, teknologi (juga meningkat-red) misalnya juga semakin singkat,” ungkapnya pada hari ke-empat Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 yang diselenggarakan oleh Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR), Kamis (23/9/2021). Secara ekonomi, ia berpendapat bahwa BBN terutama biodiesel akan memainkan peran yang cukup besar di Indonesia. Hal ini mempertimbangkan tersedianya sumber daya hayati untuk memproduksi BBN. “Sayangnya saat ini BBN terfokus pada minyak kelapa sawit (biodiesel). Sedangkan lahan yang tersedia untuk mengembangkan lahan kebun kelapa sawit semakin sedikit. Maka kita harus mencari jalan lain untuk memproduksi BBN selain kelapa sawit misalnya dari limbah atau tanaman lain,” ucapnya. Merujuk pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Outlook Energy 2021, Eniya Listiani Dewi, Peneliti BRIN, mengemukakan pengembangan kendaraan listrik yang disertai dengan pemanfaatan energi terbarukan dapat secara efektif menurunkan emisi karbon. “Kami meminta PLN untuk memperbanyak penetrasi energi baru terbarukan (EBT). Kalau kendaraan elektrik jarak tempuhnya terbatas, kita perpanjang menggunakan bahan bakar hidrogen,” ujar Eniya.

Menurut Eniya, teknologi pengembangan bahan bakar hidrogen hijau dengan konsep elektrolisis dari kombinasi PLTS atau turbin angin dapat menjadikannya sebagai penyimpan energi. “Saat ini sedang dilaksanakan studi (elektrolisa-red) PLTS Apung Cirata. Nantinya kelebihan energi dari PLTS tersebut akan direkomendasikan untuk proses elektrolisa air dan memproduksi gas hidrogen,” ungkapnya. Ekonom Energi, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Alloysius Joko Purwanto memaparkan skenario untuk mendukung pengembangan hidrogen dalam sektor transportasi. Salah satunya dengan pemanfaatan hidrogen yang diproduksi dari gas, sekarang juga untuk menciptakan pasar dan membangun infrastruktur yang diperlukan dan selanjutnya beralih ke hidrogen hijau yang diproduksi menggunakan energi terbarukan. Sebagai bagian dari prinsip pengembang hidrogen hijau di Indonesia, ia menjelaskan perlu  pula memperhatikan ceruk pasar untuk transportasi berbahan bakar hidrogen. “Hidrogen mungkin akan cocok untuk kendaraan yang jangkauan jarak jauh atau untuk penggunaan kendaraan alat berat, seperti kendaraan komersial atau bus. Kemudian harus disesuaikan dengan wilayah di mana energi yang terbarukan untuk listrik cukup tersedia,” kata Joko.

https://jabar.tribunnews.com/2021/09/25/penggunaan-bbn-dari-minyak-sawit-di-indonesia-sangat-besar-tapi-lahan-kelapa-sawit-semakin-sedikit

Sindonews.com | Minggu, 26 September 2021

Gagas Biodiesel Minyak Jelantah, Mahasiswa IPB University Juarai Lomba KBMK

Tiga mahasiswa IPB University berhasil mendapatkan Juara 3 Kompetisi Mahasiswa Nasional Bidang Ilmu Bisnis, Manajemen dan Keuangan (KBMK) dari Aspek Energi Bersih Terbarukan dan Terjangkau. Kompetisi ini dilaksanakan oleh Pusat Prestasi Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ( Kemendikbudristek ). Shabrina Ghaissan yang merupakan Ketua Tim BI FUEL menyebutkan bahwa timnya mengangkat ide biodiesel dari minyak jelantah. Ia menjelaskan, minyak jelantah dapat diproses menjadi biodiesel melalui esterifikasi. “Dalam proses produksinya dihasilkan gliserin sebagai produk sampingan hasil esterifikasi. Pada dasarnya bisnis biodiesel dari minyak jelantah sudah banyak dieksekusi di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga bukanlah sebuah bisnis baru,” ujar Shabrina. Oleh karena itu, inovasi yang digagas oleh Shabrina dan kolega terdapat pada model bisnis yang kolaboratif dan integratif. Ia menjelaskan, kolaborasi terintegrasi ditekankan pada bisnis BI FUEL untuk mengokohkan keberlanjutan usaha dalam jangka panjang. Selain itu, bisnis BI FUEL berbasis sociopreneur sehingga tujuan bisnis tidak semata-mata hanya profit atau keuntungan materi, namun juga kesejahteraan nelayan kecil. Lebih lanjut, Shabrina menjelaskan, BI FUEL menjual biodiesel kepada nelayan dengan harga di bawah pasar yakni Rp5.150 per liter. sedangkan kepada non nelayan Rp9.300 per liter. “Kami memberikan harga berbeda karena banyak nelayan yang masih kesulitan menjangkau bahan bakar yang dirasa mahal,” papar Rifda Sajida, anggota tim BI FUEL dari Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB University. Peran dari dosen pendamping sangat besar, tidak hanya sekadar memberikan support dalam hal konsultasi materi lomba, tetapi juga selalu memberi dukungan motivasi dan semangat. Tim BI FUEL mendapat bimbingan dari Dr Burhanuddin, dosen Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University. Selain itu, tim BI FUEL juga didampingi oleh beberapa dosen lain seperti Prof Erliza Hambali, Dr Feryanto, Dr Anna Fariyanti, dan Suhendi, MM. Dr Burhanuddin selaku dosen pembimbing utama menyebutkan, BI FUEL menjadi solusi bagi lingkungan, mengurangi pencemaran air, serta memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan baku utama. Dengan demikian, BI FUEL merupakan energi yang ramah lingkungan tanpa menyebabkan polusi. “Gagasan BI FUEL sendiri unik karena mengintegrasikan kolaborasi di hulu dan hilir yang menghubungkan bisnis aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan. Prosesnya banyak melibatkan komponen masyarakat, sehingga merupakan bisnis yang prospektif dan layak dioperasikan,” ujar Dr Burhanuddin.

https://edukasi.sindonews.com/read/551530/211/gagas-biodiesel-minyak-jelantah-mahasiswa-ipb-university-juarai-lomba-kbmk-1632647347