Tekan Impor, Pertamina akan Kembangkan Bensin Campur Metanol

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Republika.co.id | Sabtu, 11 Februari 2023

Tekan Impor, Pertamina akan Kembangkan Bensin Campur Metanol

PT Pertamina (Persero) akan mengembangkan produk campuran bensin dengan metanol. Hal ini menyusul keberhasilan sebelumnya dengan produk biodiesel atau campuran BBM solar dan minyak nabati. Ini juga merupakan upaya Pertamina untuk mengurangi emisi karbon. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, dengan tantangan natural decline dari sumur minyak yang ada di Indonesia saat ini memaksa negara harus mengimpor minyak mentah. Namun, kata Nicke, untuk memangkas impor ini pihaknya telah menyiapkan sejumlah rencana. Nicke mengatakan, salah satu strategi memangkas impor bensin adalah dengan mencampurnya dengan metanol. Metanol bisa berasal dari batu bara, gas alam, maupun tebu dan jagung. “Karena itu, kita juga akan memulai program gasoline ini dicampur dengan metanol. Metanol itu bisa dari batu bara, bisa dari gas alam. Dua-duanya kita punya banyak. Begitu juga tebu dan jagung,” ujar Nicke dalam acara National Energy, Climate, Sustainability Competition (NECSC) 2023, Ahad (12/2/2023). Nicke mengatakan, campuran metanol ini akan dimulai dengan porsi 20 persen. Sehingga, 20 persen impor bensin bisa dipangkas. Dia mengatakan, pemanfaatan campuran metanol ini targetnya kemandirian energi. Nicke juga menjelaskan, dalam upaya memangkas impor, Pertamina memanfaatkan CPO sebagai campuran solar. Selanjutnya, Indonesia sudah tidak mengimpor solar sejak 2019. Saat ini, campuran CPO pada solar sudah mencapai 35 persen. “Mulai 2019, Indonesia tidak lagi impor solar karena waktu itu pada 2019, sebanyak 30 persen kebutuhan solar sudah digantikan dengan berbahan CPO. Kita sekarang tambah lagi (campuran) menjadi 35 persen,” ujarnya.

 

https://www.republika.co.id/berita/rpyp3b490/tekan-impor-pertamina-akan-kembangkan-bensin-campur-metanol

 

Infosawit.com | Senin, 13 Februari 2023

Menyoal Harga Minyak Sawit Kini Versus Biosolar

James Fry dari LMC International mencatat, gejolak langsung di pasar paska Rusia menginvasi Ukraina terbukti berumur pendek, setidaknya ini terlihat dari  harga minyak mentah dan minyak nabati. Dirinya memastikan bahwa resesi merupakan dampak dari inflasi yang dipicu oleh perang. “Bahkan kejadian reaksi harga baru-baru ini, harga minyak nabati telah menetap jauh di atas level harga minyak mentah Brent,” katanya saat menjadi pembicara pada acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2022 and 2023 Price Outlook yang dihadiri InfoSAWIT, akhir tahun 2022 lalu. Kata James, saat ini dirinya akan fokus pada dua produk olahan yang relevan dengan produsen minyak sawit, yakni gasoil (biosolar), yang akan bersaing dengan biodiesel berbasis sawit, dan bahan bakar jet, relevan dengan produsen baru Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan. Terjadinya perang Rusia – Ukraina telah mendorong penggunaan biosolar. “Ini bisa dilihat bahwa biosolar baru-baru ini menghentikan harga CPO jatuh jauh lebih rendah, sementara  pajak ekspor menarik harga CPO lokal (kami menggunakan harga KPBN untuk Indonesia) di bawah minyak solar,” tutur James. Di pasar domestik, setelah menambahkan biaya pemrosesan, biodiesel saat ini bersaing dengan biosolar dari Singapura. Harga CPO lokal telah diperdagangkan dengan diskon untuk biosolar selama berbulan-bulan (sejak Mei di Indonesia).

https://www.infosawit.com/2023/02/13/menyoal-harga-minyak-sawit-kini-versus-biosolar/

Detik.com | Sabtu, 11 Februari 2023

Minyak Jelantah Bisa Jadi Bahan Bakar, tapi…

Biodiesel bisa diproduksi beragam sumber, salah satunya berasal dari minyak goreng sisa atau sering disebut minyak jelantah. Namun, untuk pengembangan minyak jelantah ini perlu pasokan yang berkelanjutan. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, pemanfaatan biodiesel saat ini berasal dari kelapa sawit atau CPO. Ini adalah generasi pertama dari pengembangan biodiesel. “Itu adalah first generation, dari kelapa sawit itu yang kita digunakan sekarang,” katanya National Energy, Climate, Sustainability Competition (NECSC) 2023, Minggu (12/2/2023). Generasi kedua ialah pemanfaatan dari used cooking oil atau minyak jelantah. Nicke mengatakan, Kilang Cilacap sebenarnya sudah bisa mengolah minyak jelantah ini. Namun, yang menjadi persoalan ialah pasokan minyak jelantah ini karena kebutuhannya besar. “Suplai used cooking oil kita belum bisa continue suplai karena kan perlunya besar,” ujarnya. Menurutnya, masalah pasokan ini menjadi tantangan bersama. Selain itu, Nicke mengatakan, harga biodiesel dari minyak jelantah lebih mahal dari kelapa sawit. “Hargannya ya kalau namanya biodiesel dari used cooking oil itu lebih mahal dibanding kelapa sawit,” katanya. Pengembangan biodiesel generasi selanjutnya atau generasi ketiga ialah berasal dari tumbuhan lain. Menurutnya, pengembangan biodiesel generasi ketiga ini masih berjalan. “Ketiga third generation, ini yang sedang dikembangkan dari tumbuh-tumbuhan lain. Ada dari sorgum, kita punya banyak untuk melakukan ini,” ujarnya.

https://finance.detik.com/energi/d-6565004/minyak-jelantah-bisa-jadi-bahan-bakar-tapi