Terdampak Corona, Produsen CPO Dihimbau Kreatif Genjot Pasar Domestik

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Swa | Selasa, 7 April 2020

Produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) mencermati potensi penurunan perm

intaan CPO dari China dan India. Penyebaran virus corona (Covid-19) di berbagai negara diproyeksikan memicu penurunan permintaan CPO dari China dan India, yang merupakan pasar terbesar CPO global. Baru-baru ini, India menetapkan kebijakan lockdown sehingga produsen CPO mempertimbangkan aspek ini sebagai potensi penurunan ekspor ke India. Pelaku industri CPO bisa mencari negara tujuan ekspor lainnya dan membidik pasar domestik seiring dengan peningkatan konsumsi CPO sebesar 1,37% di Januari tahun ini. Volume ekspor CPO dan produk turunan di tahun 2019, merujuk data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), sebanyak 36,17 juta ton atau naik 4% dibandingkan tahun 2018. China tercatat sebagai negara tujuan ekspor yang menyerap CPO Indonesia terbanyak, yakni sebanyak 6 juta ton (di luar produk oleokimia dan biodiesel). Jika digabung dengan ekspor produk turunannya, maka volume ekspor ke China itu sebesar 8 juta ton yang nilainya diestimasikan mencapai US$ 5 miliar. India, negara tujuan ekspor CPO yang kedua yang menyerap CPO dari Indonesia sebanyak 4,8 juta ton dan Uni Eropa 4,6 juta ton. Khusus untuk produk oleokimia dan biodiesel, ekspor terbesar adalah ke China sebanyak 825 ribu ton, disusul Uni Eropa 513 ribu ton. Sedangkan, volume ekspor minyak sawit ke Afrika pada 2019 mencapai 2,9 juta ton, naik 11% dari 2,6 juta ton pada 2018.

Kanya Lakshmi Sidarta, praktisi dan pengamat industri CPO, mengatakan industri sawit Indonesia bakal terdampak apabila penanganan virus corona belum selesai hingga Juni tahun ini. Meski demikian, Kanya berpendapat pelaku usaha kelapa sawit nasional berpeluang untuk mencari negara tujuan ekspor lainnya. “Data Gapki mencatat China, India dan Eropa memang negara tujuan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya (tidak hanya CPO) terbesar dari Indonesia. Namun, pengusaha kelapa sawit bisa mencari negara tujuan ekspor lainnya. Di balik kesulitan, semoga ada kemudahan, pelaku industri sawit bisa merealisasikan hal ini,” ujar Kanya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (7/4/2020). Kanya mengestimasikan produsen CPO dan turunannya akan memperbaharui target bisnis di tahun ini karena pandemi Covid-19. Sebab, ekspor sawit di awal tahun ini menunjukkan penurunan.Data dari Gapki yang dirilis pada Maret lalu menyebutkan volume ekspor minyak kelapa sawit pada Januari 2020 turun sebesar 35,6%, atau menjadi 2,39 juta ton dari 3,72 juta ton Desember 2019 sebesar 3,72 juta ton. Penurunan ekspor minyak kelapa sawit terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China yang turun sebanyak 381 ribu ton (turun 57%), Uni Eropa turun 188 ribu ton (turun 30%), ke India menyusut sebanyak 141 ribu ton (turun 22%), dan ke Amerika Serikat yang mencatat penurunan sebanyak 129 ribu ton (turun 64%). Di sisi lain, ekspor kelapa sawit ke Bangladesh pada periode itu meningkat 40 ribu ton atau sebesar 52%.

Meski kinerja ekspor turun, rata-rata harga CPO Cif Rotterdam di awal tahun 2020 ini menjadi US$ 830/ton, naik 5,46% dari US$ 787 dolar pada Desember 2019. Adapun, produksi CPO pada Januari 2020 sedikit mengalami kenaikan yaitu 3,48 juta ton, naik 0,86% dari 3,45 juta ton di Desember 2019 sebesar 3,45 juta ton. Pada periode yang sama, konsumsi CPO di pasar domestik naik tipis sebesar 1,37%, atau menjadi 1,47 juta ton dari 1,45 juta ton. “Konsumsi domestik menjadi sentimen positif untuk industri kelapa sawit nasional untuk mendongkrak konsumsi CPO di dalam negeri seiring dengan wacana pemerintah mengurangi ekspor CPO dan program biodiesel yang akan menyerap produk CPO nasional,” tutur Kanya yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Gapki. Dari dalam negeri, menurut Kanya, sentimen positif disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang mewacanakan produsen CPO untuk mengurangi ekspor minyak sawit mentah dan meningkatkan konsumsi biodiesel. “Kebijakan pemerintah patut diapresiasi untuk menjadikan CPO sebagai alternatif sumber energi sekaligus meningkatkan penyerapan produk sawit domestik. Pelaku industri CPO harus kreatif dan berinovasi dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis CPO nasional,” tutur Kanya. Produk sawit yang tidak terserap di pasar China, India atau Uni Eropa masih dapat diekspor ke negara lain , seperti negara-negara di kawasan Afrika dan Timur Tengah.

Jika sawit tidak terserap di pasar luar negeri karena kondisi perekonomian global yang terdampak Covid-19 itu, maka percepatan impelementasi biodiesel dari B30 menjadi bioenergi B40 atau B50 diproyeksikan menyokong industri CPO nasional. Kanya mengatakan produk turunan CPO bisa diolah menjadi lebih dari tujuh ratus jenis produk, diantaranya produk makanan seperti cokelat, perlengkapan mandi, kosmetik, bahan pembersih pakaian, pembersih lantai & alat rumah tangga lainnya, bahan baku cat, pelumas mesin hingga bahan bakar biodiesel. “Terkait biodiesel, pemerintah mengeluarkan kebijakan bahan bakar biodiesel B20 yang sudah dimulai dengan ketat sejak dua tahun lalu dan meningkat B30 yang diwajibkan tahun ini. Berbicara penyerapan biodiesel, kapasitas produksi CPO di dalam negeri masih ada dan bisa menyerap sawit dari dalam negeri,” ungkap Kanya.

Selain biodiesel, Kanya menjelaskan skema penyerapan sawit lainnya yang berpotensi dioptimalkan untuk sektor energi adalah mengubah CPO menjadi listrik. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan implementasi program biodiesel akan dipacu dari B30 ke B40 di tahun 2020 dan awal tahun 2021 masuk ke B50. Pemerintah berencana mempercepat implementasi program biodiesel dan bioenergi lain untuk mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan, mengurangi impor BBM, dan menciptakan permintaan domestik terhadap CPO yang sangat besar yang diharapkan menimbulkan efek turunan (multiplier effect) terhadap 16,5 juta petani kelapa sawit. Karena itu, Presiden yang akrab disapa Jokowi ini menyampaikan setelah program B30 nantinya masuk ke B40, disusul implementasi B50, dan B100. “Akan tidak mudah kita untuk ditekan-tekan lagi oleh negara manapun, terutama melalui kampanye negatif yang dilakukan beberapa negara terhadap ekspor CPO kita, karena kita memiliki pasar dalam negeri yang sangat besar,” ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada Peresmian Implementasi Program Biodiesel 30 (B30), di SPBU Pertamina Jl MT. Haryono, Jakarta, Senin, (23/12/2019). Kanya menambahkan industri CPO secara keseluruhan akan mengalami pelambatan di pasar ekspor. “Sedangkan pasar domestik, pelambatannya relatif rendah karena peningkatan penyerapan CPO telah berjalan efektif di program B30,” pungkas Kanya.

https://swa.co.id/swa/trends/economic-issues/terdampak-corona-produsen-cpo-dimbau-kreatif-genjot-pasar-domestik